campus story

Imron adalah karyawan penjaga kampus sebuah perguruan tinggi swasta berusia pertengahan limapuluh. Sosoknya sedang dengan body lumayan berisi, wajahnya jauh dari tampan, hitam dan agak bopengan, matanya pun cekung ke dalam berkesan ngantuk. Masa lalunya bisa dibilang kelam, dulunya dia adalah seorang penjahat yang ditakuti dan beberapa kali keluar masuk penjara, bekas luka sepanjang sejengkal di dadanya adalah hasil pertarungan antar geng dulu. Tampangnya yang seram dan tidak bersahabat itu, ditambah masa lalunya yang seram plus sifat penyendirinya membuatnya seringkali dipandang rendah oleh mahasiswa, dosen, maupun sesama rekan karyawan di kampus itu.

 

Dia tetap menjalankan tugasnya dengan rapi tanpa mempedulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Bekerja di lingkungan itu membuatnya sering menelan ludah melihat tingkah polah para mahasiswi cantik dan dosen-dosen muda yang berpakaian seksi memperlihatkan paha mulus, pusar, maupun belahan dada mereka dengan pakaian berleher rendah, juga sesekali dia memergoki beberapa diantaranya berhubungan badan di areal kampus seperti mobil, toilet, ruang kuliah, dan lain-lain. Semua itu dia anggap sebagai hiburan semata sampai suatu ketika naluri jahat dalam dirinya kembali muncul ketika dia menemukan sebuah cameraphone yang yang tertinggal di kelas. Benda itu diambil dan dipelajarinya, sebentar saja dia sudah paham penggunaannya terutama cara pengambilan gambar dan merekam video klip. Dari sinilah terbesit niat jahat untuk membalas segala perlakuan yang selama ini dia terima dan mewujudkan angan-angannya menikmati tubuh para wanita cantik di kampus dengan cara memeras mereka dengan foto-foto memalukan yang bisa dia ambil dengan alat itu.

 

Chapter I : Ellen’s Tragedy

Hari itu, Imron mulai menyeleksi siapa yang akan dijadikan mangsa pertamanya. Dia bingung menentukan pilihan karena begitu banyak gadis-gadis cantik disana baik dari kalangan mahasiswi maupun dosen, dan kesempatan untuk mengambil gambar pun perlu momen yang tepat. Keberuntungan berpihak padanya ketika sore jam limaan dimana kampus mulai sepi, dia menemukan sepasang muda-mudi yang sedang berasyik-masyuk di ruang senat. Jendela ruangan itu dicat sebagian, tapi jika berjinjit sedikit maka kita akan bisa mengintip ke dalam melalui bagian yang tidak bercat. Di atas sofa nampak Ellen dan Leo (keduanya mahasiswa fakultas ekonomi) sedang beradegan panas saling melepas hasrat birahinya. Pakaian keduanya sudah tersingkap sana-sini, Leo sudah melepaskan celana panjangnya dan menindih tubuh Ellen yang sudah setengah bugil dengan kaos dan bra tersingkap dan tinggal memakai celana dalam saja, celana panjang Ellen sudah tergeletak di lantai.

 

“Mmhhh…eenngghhh !” desah Ellen sambil meremasi rambut Leo ketika pemuda itu mengisapi payudaranya.

Tangan Leo merayap ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya sehingga pada celana dalam itu nampak gumpalan yang bergerak-gerak. Dengan gemetaran, Imron mengeluarkan cameraphone itu dari saku celananya dan mulai mengarahkan lensanya ke arah pasangan yang sedang bermesraan itu. Dengan sabar dan hati-hati, direkamnya adegan demi adegan dalam bentuk foto maupun video klip. Sambil mengambil gambar, tangan satunya tidak bisa menahan diri mengocok penisnya yang sudah mengeras dari luar celana. Ketika mereka sudah mau selesai dan hendak keluar dari ruang itu, Imron pun segera pergi dari situ, rencananya dia akan segera menjalankan aksinya setelah itu, tapi sayangnya kedua muda-mudi itu pulang bersama, lagi pula lebih baik sabar menunggu besok agar gadis itu sudah bersih dan segar kembali dari sisa-sisa persetubuhannya, demikian pikirnya.

 

Malamnya, Imron menikmati gambar-gambar dan video klip yang diambilnya barusan sambil mengocok penisnya, selain itu dia juga memikirkan saat yang tepat untuk mengerjai Ellen besoknya. Keesokan harinya, setelah beberapa saat mencari orang yang ditunggu, Imron akhirnya menemukan gadis itu sedang mengikuti kuliah di sebuah kelas. Tidak mau kehilangan buruannya, dia terus membuntuti diam-diam dan menunggu waktu untuk berbicara dengannya. Ellen nampak begitu cantik hari itu, dia memakai kaos ketat warna merah yang mencetak bentuk tubuhnya dipadu dengan rok jeans selutut, rambutnya yang hitam sedada itu diikat ke belakang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih mulus. Tahun ini dia memasuki usianya yang ke-21, anak seorang pemilik toko emas ini selalu berdandan modis tapi tidak norak, sehingga termasuk salah satu bunga di kampus ini. Leo, pemuda yang kemarin bercinta dengannya adalah senior satu angkatan diatasnya, belum sampai sebulan Leo menyatakan cintanya dan diterima dengan mulus.

 

Saat itu adalah jam satu siang di basement parkir, Ellen baru saja melemparkan tas dan diktat kuliahnya ke dalam mobil dan hendak masuk ke kemudi ketika terdengar Imron, si penjaga kampus itu muncul dan menyapanya dari belakang.

“Siang Non !! Sudah mau pulang ya !” sapanya dengan suara pelan

“Haduh…ngagetin aja bapak ini, ada apa sih Pak !” jawabnya agak ketus sambil mengelus dada.

“Hehe…anu non, bapak cuma mau ngasih liat sesuatu buat non yang sepertinya penting” jawabnya dengan terkekeh.

“Apan sih Pak, cepetan deh saya mau pulang nih !”

Imron pun mengeluarkan HP-nya dan memperlihatkan file-file gambar itu kepada Ellen. Betapa kagetnya gadis itu, ekspresi wajahnya seperti melihat setan, pucat dengan mulut ternganga begitu melihat gambar pertama yang ditunjukkan yaitu dirinya sedang mengulum penis Leo kemarin sore, disusul gambar-gambar berikutnya yang semua berisi adegan syur dirinya bersama kekasihnya itu.

 

“A-a-apa-apaan ini Pak, apa…apa maksudnya semua ini !?” tanyanya terbata-bata dengan ekspresi kebingungan bercampur kaget.

“Hehehe…bagus yah non ? kalo saya cetak fotonya gimana non ?” wajah Imron menyeringai mesum

“Kurang ajar, apa sebenernya mau Bapak ?” Ellen menjadi geram sehingga hampir berteriak, keringat mulai menetes di dahinya.

“Ssttt…ssssttt…jangan keras-keras dong non, nanti yang lain denger gimana” Imron mengacungkan telunjuk di depan hidungnya dengan tetap cengengesan, “nah, gimana kalau kita bicarakan di gudang sana aja deh, biar lebih enak !” katanya lagi dengan pandangan ke arah sebuah pintu di salah satu pojok basement itu. Ellen tidak bisa berkata-kata lagi, jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya panas dingin, namun karena tidak ada jalan lain dia terpaksa mengikuti saja Imron yang terlebih dahulu berjalan ke ruang itu.

 

Ruang itu tidak begitu besar, diterangi lampu neon 10 watt, sebuah tangga lipat tersandar di dinding diantara setumpuk barang bekas, juga terdapat sebuah rak yang berisi kaleng-kaleng cat, tiner, dan macam-macam peralatan. Setelah keduanya masuk, Imron menyalakan lampu dan menggeser slot pintu membuatnya terkunci dari dalam. Ellen begitu terkejut dan tersentak kaget begitu merasakan pantatnya diraba dari belakang, dia langsung berbalik dan menepis tangan Imron.

“Ahhh…kurang ajar, jangan keterlaluan ya Pak !!” bentaknya marah

“Ahahaha…ayolah Non, kemarin juga Non nafsu banget kan ?” seringainya “lagian apa Non punya pilihan lain buat ngejaga rahasia ini” mimiknya mulai serius.

“Ok…ok Pak, gimana kalau Bapak bilang aja mau berapa, pasti saya kasih” Ellen sudah demikian panik sampai-sampai suaranya gemetaran.

“Ooohh…uang, dasar orang kaya, saya selama kerja disini ngerasa cukup-cukup aja kok Non, tanpa anak istri yang perlu dibiayai, yang susah didapat itu ya kesempatan untuk mencicipi cewek seperti Non ini” sambil menatapnya dalam.

 

Ellen benar-benar kehabisan akal, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia merasa jijik untuk melayani lelaki yang seumuran ayahnya ini yang juga dari status dan ras yang berbeda, tapi nampaknya tidak ada pilihan lain untuk menutupi skandalnya ini, jangankan foto, beritanya yang tersebar saja sudah cukup membuatnya jadi bahan gunjingan sekampus, kedua tangannya terkepal keras menahan emosi.

“Sekarang ya terserah Non aja, bapak ga mau maksa kok, kalo non ga mau silakan pergi, kalau setuju silakan non duduk disini biar kita bisa berunding lagi”kata Imron sambil mengambil kursi lipat yang lapisan kulitnya telah sobek, dibentangkannya kursi itu di dekat Ellen yang masih tertegun.

Akhirnya dengan berat hati, Ellen pun menghempaskan pantatnya ke kursi itu.

“Nah gitu dong baru anak manis, pokoknya asal Non nurut, saya jamin rahasia ini aman”

 

Kemudian Imron membuka resulting celananya dan menyembullah penis yang sudah mengeras itu di depan wajah Ellen. Matanya melotot melihat penisnya yang hitam berurat dengan ujungnya disunat menyerupai jamur serta jauh lebih besar daripada milik kekasihnya.

“Gede kan Non, pasti punya pacar Non ga segede gini kan !” katanya dengan bangga memamerkan senjatanya itu. “Nah, ayo Non sekarang servisnya mana !”

Dengan tangan gemetar, dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan.

“Servis mulutnya mana Non, masa cuma tangan doang sih !” suruhnya tak sabar

Pelan-pelan, Ellen memajukan wajahnya sambil memandangnya jijik, dia melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan ragu-ragu, sehingga Imron jadi gusar.

“Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil gitu !” bentaknya “gini nih yang namanya pake mulut !” seraya menjambak kuncir rambut Ellen dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.

 

“Mmmhhppphh…!!” hanya itu yang keluar dari mulut Ellen yang telah dijejali penis, air mata menetes dari sudut matanya.

Mulut Ellen yang mungil itu membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang itu, ditambah lagi bau yang keluar dari benda itu menambah siksaannya.

“Ayo, yang bener nyepongnya, kemaren kan hebat ke pacarnya, kalau gak muasin rahasianya ga Bapak jamin loh !”

Imron mendesah merasakan belaian lidah Ellen pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Pertama kalinya sejak dipenjara belasan tahun yang lalu dia kembali menikmati kehangatan tubuh wanita. Ellen sendiri walaupun merasa jijik dan kotor, tanpa disadari mulai terangsang dan mulai mengulum benda itu dalam mulutnya.

 

“Uuhhh…gitu Non, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Ellen dan memaju-mundurkan pinggulnya.

Ellen merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Imron yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Imron menekan kepalanya sambil melenguh panjang.

“Ooohh…keluar nih Non, isep…awas kalo dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya !” perintahnya dengan nafas memburu.

Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Ellen harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan berhenti. Ellen langsung terbatuk-batuk begitu Imron mencabut penis itu dari mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, air mata telah mengalir membasahi wajah cantiknya.

 

“Sudah…cukup ya Pak, saya mohon lepaskan saya !” Ellen memohon.

“Cukup apanya Non, baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh Non !” ujar Imron sambil berjongkok di depannya, tangannya meraih ujung baju Ellen hendak menyingkapnya.

“Jangan…jangan Pak, saya mohon !” ucapnya mengiba sambil menahan tangan Imron yang akan menaikkan bajunya.

Namun tenaganya tentu saja kalah dari pria setengah baya itu yang menepis tangannya dan langung menyingkap kaos sekaligus bra hitam di baliknya. Kini mulut Imron dengan rakus menjilat dan menyedot puting Ellen yang merah dadu itu, setelah beberapa saat tangannya yang menggerayangi payudara yang lain mulai turun ke bawah mengelus paha mulusnya lalu menyusup masuk ke roknya. Di dalam rok, tangan kasar itu menjejahi kemulusan paha dalam Ellen sebelum akhirnya menjamah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.

 

Ellen hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu, dia mendesah dan sesekali terisak saat tangan itu mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan Imron terjepit diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu, dia mulai menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran celana dalam itu dan menyentuh bibir vaginanya yang telah becek.

“Hehehe…nangis-nangis tapi ikut konak juga !” ejeknya sambil nyengir lebar ketika merasakan daerah kewanitaan Ellen yang basah itu.

Kemudian dengan mengaitkan dua jari, ditariknya lepas celana dalamnya yang juga warna hitam itu, lalu diangkatnya juga roknya sehingga kini angin menerpa tubuh bagian bawah yang telah terbuka itu.

“Buka kakinya Non !” perintahnya pada Ellen yang merapatkan pahanya dengan rasa malu yang mendalam.

“Buka ga…atau fotonya saya sebarin !” katanya lagi dengan lebih keras.

Dengan amat terpaksa, Ellen mulai membuka pahanya perlahan-lahan memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat kepada Imron yang berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.

 

“Wah…udah lama sekali Bapak gak ngerasain yang satu ini !” katanya sambil menatapi daerah pribadi itu dan mengelusnya.

Tak lama kemudian Imron pun melumat vaginanya dengan ganas, diserangnya setiap sudut vagina itu mulai dari bibir hingga klitorisnya disertai gigitan-gigitan kecil, tangan kanannya meraih payudaranya dan meremasinya, sedangkan yang kiri menelusuri kemulusan pahanya.

“Uh…uhh…jangan…sudah, ahhh… !” desah Ellen dengan tubuh menggeliat-geliat menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa itu, suatu perasaan yang tidak bisa ditahannya lagi.

 

Tubuh Ellen telah basah oleh keringat, wajahnya memerah dan nafasnya makin memburu. Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya mengapit kepala Imron karena sebuah sensasi dahsyat, ternyata Imron membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah Imron. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh Imron. Puas bermain-main dengan vagina itu, Imron mengangkat tubuh Ellen bangkit berdiri, kini posisi mereka berhadap-hadapan. Tanpa perlawanan berarti Imron melucuti kaos dan bra-nya. Yang tersisa di tubuhnya tinggal rok yang telah tersingkap ke atas dan sepatu haknya, sementara Imron masih memakai kaos dan seragam karyawannya yang kancingnya terbuka sebagian tetapi tanpa celana. Diangkatnya wajah Ellen yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.

 

Mata gadis itu membelakak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Imron, namun sia-sia karena Imron memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Lidahnya mendorong-dorong dan menjilati bibirnya, ditambah lagi tangannya merabai kulit punggung dan pantatnya menyebabkan Ellen makin terangsang sehingga bibirnya mulai membuka membiarkan lidah Imron masuk menyerbu rongga mulutnya. Beberapa saat kemudian Imron merasakan badan Ellen sudah lebih rileks dan tidak meronta lagi, maka diapun melepaskan pegangannya pada kepala Ellen agar bisa menjamah daerah lainnya. Tanpa sadar. Ellen pun merespon permainan lidah Imron walaupun awalnya bau mulut Imron terasa tak nyaman baginya, sekalipun nuraninya mengatakan tidak, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan Imron sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.

 

Kedua telapak tangan kasar itu berhenti di pantatnya dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang sebagai anak dari kalangan berada, Ellen merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet. Ciuman Imron makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya. Ellen sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Lagipula yang pernah menikmati tubuhnya bukan cuma bajingan tua ini dan Leo, kekasihnya, sebelumnya dirinya pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria dan juga mantan pacarnya semasa SMA, yang membedakannya dengan pria-pria lain cuma status sosial, ras, dan perbedaan usia yang mencolok. Jadi untuk apa lagi menahan diri dan jaga image, toh sudah telanjur basah, jadi sebaiknya tuntaskan saja agar masalah selesai, demikian yang terlintas di benaknya.

 

Dari leher mulut Imron turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Ellen. Tangan satunya turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah itu makin berlendir.

“Pak…Pak…ga mau…ahh-ah !” desahnya antara menolak dan menerima.

Sambil terus memainkan jarinya Imron mendorong tubuh Ellen hingga punggungnya bersandar di tembok. Sekali lagi dia menyergap bibir Ellen, sambil berciuman tangannya menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Ellen. Gesekan kepala penis dengan bibir vagina itu membuat Ellen merasa geli sehingga tubuhnya menggelinjang. Lalu pelan-pelan Imron menekan penisnya ke liang senggama Ellen.

 

“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Ellen ketika penis Imron yang besar itu menerobos vaginanya.

Ellen meringis dan merintih menahan rasa sakit pada vaginanya, meskipun sudah tidak perawan tapi kemaluannya masih sempit, lagipula penis para pria yang pernah kencan dengannya tidak ada yang sebesar ini. Sementara Imron terus berusaha memasukkan senjatanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh penis itu ke vaginanya, walaupun nafsu sudah di ubun-ubun, Imron masih berhati-hati agar korbannya tidak menjerit dan suaranya terdengar keluar, maka itu dia lebih memilih pelan-pelan daripada memakai sodokan mautnya untuk melakukan penetrasi. Saat itu airmata Ellen meleleh lagi merasakan sakit pada vaginanya.

“Huhh…masuk juga akhirnya, memeknya seret banget Non, Bapak suka yang kaya gini” katanya dekat telinga Ellen.

 

Sesaat kemudian, Imron sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Ellen benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Imron penis Imron menghujam sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka. Saat itu adalah hari Sabtu, jam-jam seperti ini memang kegiatan kuliah sedikit sehingga yang parkir di basement itu pun tak banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kalau seseorang lewat situ dan mengetahui yang terjadi di ruang ini. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Ellen sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Imron lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Ellen sambil terus menggenjot.

 

Menit demi menit berlalu, Imron masih bersemangat menggenjot Ellen. Sementara Ellen sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Ellen yang satunya dan digendongnya menuju kursi dimana dia mendaratkan pantatnya. Anehnya, tanpa disuruh, Ellen memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan Imron karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja melainkan naluri seksnya. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya. Dengan posisi demikian, Imron dapat mengenyot payudara Ellen sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian.

 

Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Ellen merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan pria lain yang pernah bercinta dengannya yang umumnya bersikap gentle, gaya bercinta Imron yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Di ambang klimaks, tanpa sadar Ellen memeluki Imron dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Ellen mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh Imron. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan Imron.

 

Penis Imron yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari tempatnya menancap. Ellen yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.

“Oohh…udah dong Pak, saya sudah gak kuat, tolong !” Ellen memelas dengan lirih

Mendengar itu, Imron cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Ellen dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.

“Uugghh…oohh !” desah Ellen dengan mencengkram sandaran kursi dengan kuat saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya.

Tangannya memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya, cairan yang sudah membanjir dari vagina Ellen menimbulkan bunyi berdecak setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Ellen membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Ellen dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh sintal itu.

 

Limabelas menit lamanya Imron menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Ellen tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara Imron yang barbar, namun Ellen tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan yang tidak dia dapatkan dari pacarnya. Akhirnya, Imron menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina Ellen, serangannya juga makin gencar sehingga Ellen dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret…cret…cret, spermanya muncrat membasahi pantat Ellen. Belum cukup sampai situ, disuruhnya Ellen menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya. Ellen bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya tampak lesu berkeringat dan bekas air mata, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang sensasional ini dan rasa benci pada pria yang baru saja memperkosanya.

 

Imron mendekatinya dan berjongkok, lalu berkata

“Nah sekarang rahasia Non aman, tapi Non juga harus pastikan cuma kita berdua yang tau yang terjadi barusan kalau tidak, foto-foto Non ini akan saya kirim ke sembarang orang atau mungkin akan terpajang di papan penguman, ngerti !”

Setelah Ellen berpakaian kembali, dia menyuruhnya pergi setelah memastikan keadaan sekitar situ aman. Dalam perjalanan pulangnya, Ellen hampir saja menabrak mobil lain karena melamun memikirkan kejadian barusan yang membuat dirinya serasa hina, namun juga merasakan kepuasan yang lain dari biasanya. Sementara itu Imron menanti kesempatan untuk memangsa korban berikutnya. Ikuti terus petualangan Imron, the pervert janitor.

 

========================================================

 

Siang itu, sekitar jam sebelas, suasana kampus Universitas ***** tempat Imron bekerja sedang ramai-ramainya. Saat itu, ketika Imron sedang mengepel lantai di dekat kantin, lewatlah serombongan mahasiswi yang terdiri dari empat orang di depannya. Keempatnya memang cantik-cantik, namun ada satu diantaranya yang menarik perhatian Imron, si penjaga kampus itu, bukan karena dia yang tercantik, karena tiga lainnya juga sama cantiknya, melainkan karena Imron merasa pernah melihat gadis ini sebelumnya, tapi entah dimana, dia memutar otak mencoba mengingatnya. Aha…akhirnya dia teringat dimana dia melihat gadis ini, dan ini berarti ada mangsa empuk hari ini tanpa harus susah-susah berusaha, demikian katanya dalam hati dengan seringai licik. Untuk lebih jelasnya marilah kita kembali sejenak ke beberapa hari sebelumnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

 

 

 

LIMA HARI SEBELUMNYA :

Imron sedang berbaring di biliknya sambil jarinya mengutak-atik tombol-tombol HP hasil temuan itu. Belakangan ini dia memang sedang sibuk mempelajari penggunaan cameraphone itu, setting bahasa yang telah diatur ke dalam Bahasa Indonesia dan otaknya yang pada dasarnya cerdas mempercepatnya mengerti penggunaan teknologi abad-21 ini. Sebuah program aplikasi dalam ponsel itu membuatnya penasaran karena tidak bisa dijalankan, setiap masuk ke program itu pasti akan ditanya password, program itu tidak lain ‘Handy Photosafe’ yang berfungsi menyimpan file gambar yang bersifat pribadi. Tadinya mau dia biarkan atau kalau perlu hapus saja program tidak berguna itu, namun ketika dia melihat-lihat notes pada ponsel itu, mulailah dia berpikir siapa tahu passwordnya ada di sini, karena selain jadwal disitu juga terdapat beberapa catatan aneh. Iseng-iseng dicobanya satu-satu kata-kata dalam notes itu, kalau bisa syukur, tidak pun tak mengapa.

 

 

Tanpa diduga, salah satu kata dalam notes itu ternyata memang kata sandi yang diminta sehingga dia dapat mengakses lebih jauh program itu. Di dalamnyalah terdapat sekitar duapuluhan foto-foto perempuan telanjang dan setengah telanjang yang sepertinya hasil jepretan cameraphone itu. Hehehe…asyik rejeki nomplok, katanya dalam hati sambil menikmati gambar-gambar itu. Waktu itu belum terpikir olehnya kalau salah satu gadis di file itu adalah mahasiswi di kampus tempatnya bekerja, dia baru tahu hari ini ketika gadis tersebut lewat di depannya.

 

 

Chapter II : Jesslyn’s Tragedy

Masih belum yakin, dia buru-buru masuk ke gudang peralatan di dekat situ dan mengeluarkan cameraphonenya, dilihatnya sekali lagi gadis dalam gambar itu untuk memastikan. Ya, sepertinya tidak salah lagi itu memang dia, nama filenya jesslyncute03.jpg. Hmmm…apakah namanya Jesslyn pikirnya, kalau benar kemungkinan besar nomor HPnya juga ada dalam daftar teleponnya. Buru-buru dia membuka daftar nomor pada cameraphone itu dan benar disitu memang ada nama Jesslyn, tapi apakah itu nomornya. Dihubungilah nomor itu sambil mengamati lewat kaca nako, senyum kemenangan muncul di wajahnya ketika gadis itu mengangkat ponselnya dari tasnya menjawab panggilannya.

“Eh, Ricky udah ketemu yah HP lu !” katanya begitu mengangkat HP-nya

“Hai Jesslyn, foto-fotonya bagus sekali senang loh melihatnya, hehehe…!”

 

 

Ekspresi kaget terlihat dari wajahnya begitu mendengar jawaban dengan suara berat itu, dia nampak meminta ijin meninggalkan meja pada teman-temannya dan berjalan ke tempat yang lebih sepi.

“Siapa ini, apa maksudlu !” katanya dengan nada panik

“Hehehe…saya cuma ngomentarin foto Non di HP ini kok, abis cantik, terus bodynya wuiihhhh, jadi saya sekalian mau minta ijin buat dicetak terus dijual…hehehe”

“Heh bangsat, apa sih maulu sebenernya, kalo berani keluar, jangan jadi pengecut !” nadanya mulai marah.

“Huehehe…jangan marah-marah gitu Non, jadi takut ah, padahal kan Non besok bakal jadi selebritis di kampus setelah foto-foto asoy Non dipajang di papan pengumuman”

Perkataan barusan sontak membuat Jesslyn bagai disambar petir, dia sadar dirinya telah terjebak dalam situasi tidak menguntungkan sekaligus menyesali dulu pernah membuat foto-foto seperti itu untuk Ricky, mantan pacarnya yang juga pemilik HP yang tertinggal itu.

 

 

“Tolong, jangan, lu mau apa sebenarnya, kita rundingkan dulu gimana ?” katanya gugup

“Hmm…boleh memang itu yang mau saya bicarakan, gini aja Non, kita ketemu jam tiga nanti di mini teater, di gedung sastra lantai lima untuk membicarakannya, dan oo..iya pastikan jangan ada yang tahu apa yang kita bicarakan sekarang kalau tidak mau yang lain tahu” katanya sebelum menutup pembicaraan.

Gadis itu kembali ke mejanya dengan wajah lesu, dia menggeleng dengan senyum dipaksa saja ketika teman-temannya menanyakan hal itu dan menjawab dengan alasan dibuat-buat. Dia tetap bersikap biasa dan pura-pura riang di depan mereka agar tidak ada yang curiga. Selama mengikuti perkuliahan di kelas dia tidak konsen memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti dan apa yang akan diperbuat orang tak dikenal itu terhadapnya, juga merasa kesal dan marah pada orang keterlaluan itu.

 

 

Jesslyn, nama gadis itu, baru berumur 19tahun dan memasuki tahun keduanya kuliah di fakultas teknik industri. Parasnya cantik, berkulit putih bersih dengan tinggi 170cm dan berat 49kg, payudaranya berukuran sedang, pas dengan postur tubuhnya, rambutnya yang dicat kemerahan terurai sedada. Orang bilang dia mirip Lee Hyori, personel group penyanyi Fin. K.L. asal Korea. Hari itu dia memakai tanktop pink berdada rendah dengan setelan luar berwarna putih, bawahannya memakai celana panjang putih 3/4 yang menjiplak tungkainya yang ramping dan panjang serta memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Foto-foto itu memang pernah dia buat waktu berpacaran dengan Ricky yang baru saja putus baik-baik dua bulan lalu. Sebenarnya ketika mendengar Ricky kehilangan HPnya itu, hatinya sudah was-was kalau saja foto itu ada yang melihat, dia cuma bisa berharap orang yang menemukan HP itu tidak mengetahui passwordnya. Sekarang apa yang ditakutinya itu benar-benar terjadi, orang itu telah menemukan passwordnya gara-gara kecerobohan Ricky sendiri yang memang pelupa sehingga dia menaruh password di notes.

 

 

Jam tiga, waktu yang ditentukan pun tiba, kampus sudah mulai sepi, terutama di lantai-lantai atas. Ketika dia memasuki lift pun sudah tidak ada siapa-siapa lagi, jantungnya semakin berdebar-debar seiring dengan angka pada lift yang makin menaik. Ting ! pintu lift membuka, tibalah dia di lantai lima, langkahnya terasa berat menyusuri koridor yang sudah sepi itu hingga akhirnya dia tiba di depan mini teater yang dimaksud, ruangan itu berfungsi sebagai ruang multimedia bagi anak sastra, untuk menonton film ataupun presentasi, untuk itu piranti seperti vcd/dvd player, video tape, dan proyektor lengkap tersedia disana. Jam-jam segini fakultas sastra umumnya sudah tidak ada kuliah lagi, itulah mengapa Imron memilih tempat ini. Setelah lima menit menunggu tanpa melihat seorangpun, diapun menghubungi nomor (bekas) Ricky.

“Aahh…Non Jesslyn, gimana janji kita ?” jawab suara di seberang sana begitu diangkat.

“Ga usah basa-basi lah, lu dimana, gua ini udah di depan mini teater tau” jawabnya ketus

“Oohh…bagus-bagus, akhirnya Non dateng juga, saya kira mau batalin janji, kalau gitu silakan buka aja pintunya Non, ga dikunci kok, saya udah seperempat jam disini, khusus nungguin Non, hehehe !”

Dengan tegang dia membuka pintu itu dan seraut wajah tua tak bersahabat muncul.

 

 

“Ooo…Non Jesslyn, mari masuk sudah saya tunggu daritadi” sapa orang itu

“Jadi Bapak orangnya, kurang ajar, berani-beraninya…!” bentak Jesslyn memelototkan matanya.

“Kurang ajar yah, heheheh…udah ah Non, jangan marah-marah gitu lagi, serem ah !” katanya dengan nada mengejek “kita disini kan buat berunding Non, lupa ya ?”

“Tolong Pak, serahkan HPnya ke saya atau paling tidak hapus foto-fotonya !” pintanya

“Yeehh…masa gampang gitu Non, saya susah payah ngundang Non kesini cuma buat itu” katanya mencibir

“Heh…denger yah, Bapak bisa saya laporkan ke polisi tau !” bentaknya bertambah emosi

“Wah…asyik dong, polisinya untung tuh bisa ngeliatin foto-foto ini terus yang lain juga bakal tau juga” timpalnya kalem sambil menunjukkan foto bugil dirinya di HP itu.

Jawaban itu langsung membuatnya terkesiap tanpa sanggup berkata-kata lagi selain menatap Imron yang tersenyum penuh kemenangan, ruangan itu sunyi sejenak.

 

 

“Foto-foto ini ga akan Bapak publikasikan dan Bapak juga akan tutup mulut” katanya memecah kesunyian “asal Non…” sambil melanjutkan kata-katanya dia mendekati Jesslyn dan meraih kerah setelan luarnya untuk dilucuti.

“Tidak, jangan macam-macam Pak !” katanya dengan menahan tangannya.

“Hhmmhh…jadi ga setuju nih ? ya udah, ga maksa kok, kalau gitu sekarang Bapak ke tempat cetak digital aja”

Tak berdaya Jesslyn dibuatnya, pikirannya kalut dan panik membayangkan apa yang bakal terjadi kalau foto-foto itu tersebar. Karena tak ada jalan lain lagi, dia menurunkan tangannya membiarkan Imron membuka setelan luarnya, kain itu pun jatuh ke lantai sehingga kini bahu dan lengannya yang putih mulus itu dapat dilihat Imron. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain yang satu ini.

“Nah, gitu dong, ternyata Non pinter memilih mana yang lebih baik” kata Imron seraya berjalan ke pintu di belakang Jesslyn lalu menguncinya.

 

 

Imron mengitari sejenak tubuhnya mengamat-ngamati kesempurnaan tubuh yang langsing bak biola itu. Tatapan Imron yang jalang itu menyebabkan wajahnya tertunduk malu dan kedua tangannya disilangkan di dada padahal belum juga ditelanjangi. Tak bisa lagi menahan nafsunya, Imron mendekap tubuh Jesslyn dari belakang.

“Pak jangan, aahh…sudah lepaskan !” Jesslyn berusaha berontak ketika tangan itu mulai merambahi payudaranya.

“Udahlah Non, nurut aja biar kita sama-sama enak, kalau Non berontak terus saya bakal main kasar loh, mau ?!”

Kemudian tangannya mencengkram buah dada Jesslyn dari luar dan meremasinya dengan gemas, rambut panjangnya dia sibakkan ke kiri dan menghirup aroma tubuhnya yang harum. Perasaan jijik ditambah putus asa membuatnya meneteskan air mata, dirasakannya ada benda mengganjal pantatnya dari balik celana Imron, dia mulai terangsang ketika lidah Imron menyapu telak lehernya sehingga membuat bulu kuduknya merinding. Imron meneruskan rangsangannya dengan mejilati telinga Jesslyn, lidahnya didorong-dorong ke lubang telinganya menyebabkan Jesslyn menggelinjang dan meronta kecil antara menolak dan terangsang.

“Jangan…jangan, ahhh…ahh !” katanya menghiba

 

 

Tangan kanannya kini mulai menyusup lewat bawah baju Jesslyn menyentuh perutnya dan menyusup ke balik bra-nya. Jesslyn menggeliat karena tangan kasar itu terasa geli di payudaranya yang halus, terlebih ketika Imron menggesekkan jarinya pada putingnya. Sambil merasakan kepadatan dan kehalusan payudara Jesslyn, Imron terus mencupangi lehernya yang jenjang meninggalkan bekas merah pada kulit putih itu. Jesslyn hanya bisa menggigit bibir bawah dengan mata terpejam menerima serbuan-serbuan erotis pria setengah baya ini. Sekarang tangan satunya bergerak ke bawah perut melepaskan sabuknya.

“Nggak Pak, jangan disitu !” desisnya dengan terisak

Tanpa mempedulikan ocehan Jesslyn, Imron terus bergerak membuka kancing disusul resleting celananya, dan masuklah tangan kirinya lewat atas celana dalamnya, dirasakannya bulu-bulu halus yang menyelimuti daerah kewanitaannya.

 

 

Tangannya mula-mula hanya mengelus-elus permukaanya, lalu sebentar kemudian jarinya mulai merayap masuk ke belahannya mengaduk-aduk bagian dalamnya. Hal ini membuat tubuh Jesslyn bergetar dan nafasnya semakin tidak teratur, rupanya dia sudah tak kuasa menahan diri lagi. Mulutnya menceracau tak jelas dan kakinya terasa lemas, kalau saja tidak didekap Imron mungkin tubuhnya kehilangan topangan. Imron meningkatkan serangannya untuk membuat gadis itu takluk sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya, daging kecil itu dia gesekkan pada jarinya dan sesekali dipencet-pencet sehingga pemiliknya tersentak dan mengerang, Jesslyn tinggal pasrah saja membiarkan Imron mengocok-ngocok vaginanya dengan jarinya.

“Haha…mulai konak ya Non, liat udah basah gini !” ejeknya dekat telinga Jesslyn

Kalau mau terus terang, memang Jesslyn sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga merasa harga dirinya direndahkan oleh penjaga kampus itu, hal ini jelas-jelas pemerkosaan.

 

 

Beberapa saat kemudian, Imron mengeluarkan tangannya dari celana Jesslyn, jari-jarinya basah oleh lendir vagina. Dia lantas mengangkat Jesslyn dengan kedua lengan kokohnya.

“Aaww…mau apa Pak, lepasin, lepasin !” Jesslyn menjerit kecil sambil meronta-ronta

Dibaringkannya tubuh itu diatas sebuah meja dengan kedua kaki terjuntai. Begitu menurunkan tubuh Jesslyn, Imron langsung mencopot tank-top beserta bra dibaliknya lalu dilemparkan ke belakang, rontaan Jesslyn malah membuat Imron semakin bernafsu. Dengan sigap ditangkapnya kedua pergelangan tangan Jesslyn lalu mencondongkan tubuhnya ke depan sampai hampir menindihnya. Jesslyn menggelengkan kepalanya kekiri dan kanan menghindari Imron yang makin mendekatkan wajahnya untuk menciuminya.

 

 

“Nggak mau Pak, jangan…minggir…mmmhh !” kata-katanya terhenti saat bibir Imron akhirnya melumat bibir mungilnya.

Jesslyn merapatkan bibirnya kuat-kuat sebagai tanda penolakan, namun lama-lama pertahanannya bobol juga karena Imron terus merangsangnya dengan menjilati bibirnya dan mendesak-desakkan lidahnya. Mulut Jesslyn mulai membuka dan secara refleks menyambut lidah Imron dan beradu dengan panasnya. Merasa korbannya sudah berhasil dijinakkan, Imron melepas pegangannya pada tangannya dan beralih mengelusi payudaranya. Nafas Jesslyn sudah putus-putus ketika Imron melepas ciumannya, dia memalingkan wajahnya ke samping, tapi Imron menatap wajah cantiknya dan mengelus wajahnya.

“Non ini cantik sekali, Bapak emang beruntung hari ini Non mau ngentot sama Bapak !” pujinya.

“Siapa yang mau main sama lu kalo ga dijebak gini, dasar bajingan licik !” umpat Jesslyn dalam hati dengan tatapan penuh kebencian.

 

 

Sekarang sasarannya adalah kedua payudara montok Jesslyn, Imron dengan rakus melumat daging kenyal itu dengan mulutnya, dikenyot dan dijilati, sementara tangannya meremasi yang sebelahnya. Jesslyn meringis di tengah desahannya karena payudaranya terasa sakit oleh remasan Imron yang kasar.

“Ooohh…!” desahnya ketika Imron menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang.

Setelah puas menyusu, Imron melepaskan sepatu bertumit tinggi yang dipakai Jesslyn agar bisa meloloskan celananya. Kembali Jesslyn hanya bisa pasrah saja ketika celana berikut celana dalamnya ditarik lepas sehingga kedua paha mulus dan kemaluannya yang berbulu lebat pun terlihat. Hawa dingin dari AC menerpa tubuhnya yang sudah telanjang bulat. Segera setelah menelanjanginya, Imron pun membuka seluruh pakaiannya hingga sama-sama bugil.

 

 

Jesslyn terhenyak dengan menyilangkan kedua tangan menutupi dada dan mengatupkan kedua belah pahanya melihat penis Imron yang hitam besar itu sudah mengacung dengan gagahnya.

“Tenang aja Non, sekarang Bapak mau ngelicinin memek Non dulu biar Non ga kesakitan nanti !” katanya seraya mendorong tubuh Jesslyn kembali rebah di meja.

Diambilnya sebuah kursi dan dia duduk tepat di depan kemaluan Jesslyn seperti dokter kandungan sedang memeriksa pasiennya saja. Kedua tungkai Jesslyn yang menjuntai diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.

“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulutnya saat Imron menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya.

Lidah Imron semakin liar saja, kini lidah itu memasuki liang vaginanya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Jesslyn bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Imron juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.

 

 

Permainan mulut Imron pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Imron, hati kecilnya menginginkan Imron meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Imron makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya.

“Mmmhh…memeknya asoy banget Non, rajin dirawat yah ?” gumam Imron ditengah aktivitasnya.

Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang,tubuhnya menggelinjang tak terkendali, ya…dia telah orgasme, orgasme dari orang yang menjebak dan memperkosanya. Imron dengan rakusnya menyeruput cairan yang keluar seperti orang kelaparan, terdengar bunyi sslluurpp….sssrrppp…! dari hisapannya.

 

 

Tubuh Jesslyn pun melemas setelah menegang sesaat, matanya terpejam dengan nafas terengah-engah. Tiba-tiba dia membelakakan matanya karena merasakan suatu benda tumpul menyentuh bibir vaginanya.

“Jangan…jangan masukin !” katanya dengan suara lemas

Dia terlalu lemas untuk meronta setelah orgasmenya barusan. Kini Imron telah berdiri diantara kedua pahanya dengan kepala penis sudah menempel di vaginanya, kedua betis Jesslyn dia sangkutkan di bahunya yang lebar.

“Nah, sekarang udah licin Non, ga bakal sakit, tahan yah, uuhh…!!” begitu menyelesaikan kata-katanya ditekannya penis itu masuk.

Jesslyn merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Imron meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vaginanya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya. Mata Jesslyn sudah basah oleh air mata ketika itu, tangisan yang disebabkan rasa frustasi, nyeri, dan ketidakberdayaan.

 

 

Penis itu terasa sangat sesak di liang vaginanya, ini memang bukan pertama kalinya bagi Jesslyn, namun penis mantan pacarnya, Ricky tidaklah sebesar milik Imron.

“Oohh…enak banget Non, sempit, legit, padahal udah gak perawan, hehehe…!” katanya sambil menggenjot.

Imron meningkatkan tempo goyangannya, penis yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitorisnya ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Imron meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Jesslyn mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan mantan pacarnya itu, ditambah lagi sudah sejak putus dua bulan yang lalu tubuhnya merindukan belaian pria. Tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Imron.

 

 

“Turun Non, kita ganti gaya !” perintahnya

Mungkin karena saking terangsangnya, Jesslyn menurut saja apa yang dimintanya, Imron mengatur posisinya berdiri dengan pantat agak ditunggingkan, tangannya bertumpu pada meja di depannya. Dan, penis Imron kembali memasuki vaginanya dari belakang. Dalam posisi demikian, Imron memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada kedua payudara Jesslyn. Mulutnya sibuk menciumi pundak dan lehernya membuat Jesslyn serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Ditariknya wajah Jesslyn hingga menengok ke belakang dan begitu wajahnya menoleh bibir tebalnya langsung memagut bibirnya. Karena sudah pasrah, Jesslyn pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.

 

 

Setelah sepuluh menit dalam posisi berdiri itu, Jesslyn merasa genjotanya makin kencang dan disusul cairan hangat memenuhi rahimnya. Imron melenguh panjang, penisnya masih menghujam-hujam namun frekuensi goyangannya menurun, sperma yang ditumpahkannya sebagian meleleh membasahi selangkangan Jesslyn. Untuk yang satu ini Jesslyn merasa agak lega karena saat itu bukan masa suburnya, tapi juga merasa kesal Imron menumpahkan spermanya sembarangan tanpa bertanya terlebih dulu, bagaimana seandainya kalau saat itu sedang subur, tapi…kalaupun ya, apakah Imron mau tahu.

“Ohh…apa yang terjadi padaku, ini pemerkosaan, tapi kenapa…kenapa aku malah menikmati, dengan orang macam ini pula !” Jesslyn mengalami konflik batin sedemikian rupa, tak habis pikir dia bagaimana mungkin dirinya begitu bergairah menikmati persetubuhan barusan, “bagaimana mungkin seorang penjaga kampus rendahan seperti ini bisa berbuat seperti itu terhadapku, seorang mahasiswi terpelajar, anak dari keluarga terhormat, ini gila…gila!” seribu satu konflik berkecamuk dalam pikirannya.

 

 

Jesslyn masih terbengong-bengong dengan tatapan mata kosong ketika gairah Imron mulai bangkit lagi. Dia menarik tubuhnya dari meja dan berpindah ke lantai tanpa melepas penisnya yang masih menancap, lalu diaturnya posisi Jesslyn seperti merangkak. Rasa dingin dari lantai marmer putih menjalari tubuh Jesslyn begitu lutut dan tangannya menempel di sana. Kembali Imron menghujam-hujamkan penisnya dengan berbagai variasi, Jesslyn pun mengiringinya dengan desahan. Sensasi nikmat mengaliri tubuh gadis itu, sampai suatu saat dia merasa dinding-dinding kemaluannya makin berdenyut-denyut serta makin menjepit kuat penis yang sedang menghajarnya.

“Aahh…Pak…Pak…!” desisnya saat diambang klimaks

Desahan Jesslyn semakin seru sampai dia merasa ada sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya, tubuhnya mengejang hebat, dan cairan kewanitaannya bercampur dengan sperma yang tadi ditumpahkan Imron meleleh keluar membasahi paha dalamnya.

 

 

Ketika gelombang klimaks mulai surut, Imron melepas penisnya dan pindah ke depan, rambut kemerahannya dia jenggut sehingga tubuhnya terangkat ke posisi berlutut.

“Isap Non, cepet !” perintahnya setengah memaksa.

Karena ingin secepatnya menuntaskan penderitaan ini, Jesslyn pun meraih penis yang sudah penuh lendir itu, sambil memejamkan mata dimasukkannya benda itu kemulutnya. Walaupun merasa jijik dengan baunya dan bulu-bulu kasarnya yang sudah basah, dia mau tidak mau mengulumnya, menghisap dan memainkan lidahnya dengan harapan bajingan ini keluar secepatnya dan membebaskannya.

“Mmmm…gitu Non, gitu, ternyata Non nyepongnya jago yah !” komentar Imron sambil merem-melek menikmati emutan Jesslyn.

Lima menitan kemudian, Imron mengerang panjang bersamaan dengan menyemprotnya spermanya di dalam mulut Jesslyn. Jesslyn gelagapan karena keluarnya cukup banyak, sebagian cairan kental itu meluap membasahi bibirnya. Sebelum semprotannya berhenti, Imron sudah menarik penisnya dari mulut Jesslyn sehingga sisanya yang tinggal sedikit mendarat di pipi dan hidung mancungnya.

 

 

Tubuh Jesslyn ambruk di lantai yang dingin, nafasnya naik turun mengambil udara segar setelah beberapa saat disumpal penis besar. Badannya terasa pegal-pegal, keringat membasahi sekujur tubuhnya walaupun ruangan itu ber-AC. Imron menyuruhnya tutup mulut tentang kejadian ini, juga tentang ponsel yang ternyata milik mantan pacarnya itu kalau mau rahasianya aman. Begitu sampai di rumahnya, Jesslyn langsung menyiram dirinya di bawah shower, membersihkan tubuhnya dari kenajisan yang baru dialaminya. Tubuhnya terduduk di box shower itu dan mulai menangis menumpahkan segala perasaannya yang campur aduk itu. Di saat yang sama Imron pun sedang mandi, cuma bedanya Imron sambil senyum-senyum, sebuah senyum kepuasan karena telah berhasil menambah satu nama lagi dalam daftar korbannya yang akan terus bertambah.

 

 

###########################

 

Sebagai seorang gadis 21 tahun yang sedang mekar-mekarnya, kehidupan Sherin, mahasiswi sastra Inggris semester lima di Universitas ****** dipenuhi keceriaan, hari-harinya dilalui dengan kuliah, dugem, ngerumpi bareng teman-teman, shopping, pacaran, dan kegiatan-kegiatan gadis kuliahan pada umumnya. Anak tunggal seorang pemilik pabrik makanan ringan ternama, dia juga dianugerahi wajah cantik dan tubuh jangkung yang indah serta kulit yang putih, rambutnya coklat sebahu lebih dan ujungnya agak bergelombang. Sherin juga amat menjaga penampilannya dengan fitness, spa, dan ke salon secara rutin, dia memang ingin selalu terlihat cantik di depan Frans, pacarnya sehingga banyak cowok lain sirik dengan Frans ketika sedang jalan bareng.

 

Terlepas dari itu semua, Sherin juga memiliki perangai buruk, sebagai seorang anak tunggal keluarga kaya yang hidup serba berkecukupan seringkali dia memandang rendah orang yang lebih rendah kedudukannya, salah satunya yang sering kena marah olehnya adalah Nurdin, sopir yang bertugas mengantar-jemputnya. Pernah sekali waktu dia telat menjemput karena jalan macet akibat ada demo, sesampainya disana Sherin menyemprotnya habis-habisan dengan judesnya di lapangan parkir sampai terlihat beberapa orang lewat dan satpam disana. Sungguh pedih hati sopir itu direndahkan di depan umum oleh nona majikannya, dia sudah lama bersabar menghadapi keangkuhan gadis ini, kali ini dia sudah tidak tahan lagi dan berpikir akan mengundurkan diri saja, tapi sebelum mundur sebuah kesempatan emas untuk memberi ‘pelajaran’ pada nona majikannya yang sombong itu menghampirinya lewat obrolan dengan Imron, si penjaga kampus bejat yang hobi memperkosa korbannya lewat foto-foto memalukan yang diambil dengan cameraphone hasil temuannya.

 

Mimpi buruk Sherin berawal ketika suatu hari setelah bermain basket di bangsal kampus, dia bersama teman-temannya menuju toilet di sana untuk ganti baju. Dia memasuki toilet kedua dari ujung yang ternyata adalah sebuah pilihan fatal, karena di sebelahnya Imron telah lama menanti mangsa yang masuk kesana selama hampir setengah jam. Dengan sabarnya dia menanti dan melihat situasi melalui celah di pintu. Memang yang memasuki toilet sebelahnya bukan cuma Sherin, sebelumnya telah ada beberapa orang masuk ke sana, namun saat itu di depan toilet juga masih banyak orang, sehingga kalau Imron menjulurkan tangannya melalui tembok pembatas yang bagian atasnya terbuka untuk mengarahkan cameraphonenya tentu akan ketahuan oleh orang dari luar. Diapun sempat melihat tubuh-tubuh mulus mereka yang ganti baju di luar toilet, tapi untuk mengambil gambarnya susah, risiko untuk ketahuan terlalu besar dan ketika dia coba memotret dari celah pintu yang sempit itu hasilnya tidak maksimal, maka dia memutuskan menunggu orang memasuki toilet sebelah ketika situasi di luarnya sudah sepi, sambil berharap orang itu cantik.

 

Kesalahan Sherin adalah dia memasuki toilet saat orang lain banyak yang sudah keluar, karena sebelumnya dia ke kantin dulu membeli minum dan duduk sebentar merenggangkan otot. Ketika dia memasuki toilet, dua temannya yang masih disanapun sudah hampir selesai, Imron tersenyum kegirangan begitu dilihatnya kedua orang itupun akhirnya keluar juga.

“Yuk, Sher…kita duluan yah !” seru salah satunya sambil membuka pintu keluar

“Iya-iya, see you, duluan aja gih !” balasnya dari dalam

Sherin melepaskan bajunya yang berkeringat dan disusul celana olah raganya bersamaan dengan celana dalamnya, hanya dengan memakai bra pink dia duduk di kloset untuk buang air kecil. Dia tidak menyadari diatasnya Imron dengan hati-hati mengintipnya sambil menyutingnya dengan kameraphone. Tiga menit saja, video klip yang terekam cukup jelas memperlihatkan wajah, tubuh, dan adegan buang air kecilnya. Sebelum gadis itu keluar, Imron cepat-cepat turun dari pijakannya lalu keluar dari toilet itu dengan hati-hati.

 

Hari itu masih sekitar jam dua siang dan masih banyak tugas yang harus diselesaikan Imron, terutama karena sempat tertunda ketika menanti mangsa di toilet itu. Maka niat buruknya lebih baik ditundanya daripada melakukannya dengan diburu-buru pekerjaan, lagipula rekaman tiga menitan itu sudah menjadikan gadis itu sudah dalam genggamannya, selain itu juga dia mengenal sopir yang mengantar jemputnya yang sering ngobrol di waktu senggang. Kebetulan belum lama ini dia mendengar keluhan Nurdin, si sopir itu tentang anak gadis majikannya dan berencana mengundurkan diri mencari kerja lain. Imron sendiri pernah mendapat perlakuan tidak enak dari gadis itu setahun sebelumnya.

 

Saat itu Sherin sedang terburu-buru menuruni tangga, karena memakai sepatu sol tinggi dan tidak hati-hati dia terpeleset jatuh, jatuhnya tidak tinggi sehingga tidak berbahaya, tapi karena waktu itu dia memakai rok diatas lutut tentu saja paha mulus dan celana dalamnya sempat tersingkap. Imron, yang waktu itu sedang menyapu dekat tangga itu memunguti tasnya dan membantunya bangkit, namun Sherin malah membalasnya dengan makian kasar

“Tua bangka, lepasin tangan lo, mau cari kesempatan yah pegang-pegang !” katanya dengan sengit menepis tangan Imron “Emang saya ga tau apa daritadi mata lu ngeliat kemana aja ? lu pikir siapa lu, dasar kampungan ga tau diri !” bentak Sherin sambil berlalu darinya, tangannya masih memegangi pantatnya yang kesakitan. Imron hanya tertunduk menerima penghinaan itu tanpa sempat memberi penjelasan, walaupun ada rasa marah tapi dia mencoba memendamnya mengingat usahanya merubah diri, namun begitu menemukan cameraphone itu niat jahat dan nafsu balas dendamnya bangkit kembali dan menghantui kampus itu.

 

Hari itu, Sherin sedang di perpustakaan mencari buku untuk tugas ketika sebuah MMS masuk ke ponselnya. Dibukanya pesan dengan nomor tak dikenal itu. Wajahnya langsung pucat dengan mulut ternganga, jantungnya seakan berhenti berdetak sehingga buku yang dipegangnya jatuh terlepas dari genggamannya begitu melihat rekaman yang memperlihatkan dirinya sedang ganti baju dan buang air kecil di toilet, dibawahnya juga ada pesan :

“kalau tidak mau ini tersebar, saya tunggu di gedung kesenian ruang F-307 jam empat hari ini”

“Sher, kenapa lu ? ga enak badan ?” tanya temannya yang sedang mencari buku tidak jauh darinya.

“Ohh…ngga-ga papah kok, cuma buku jatuh aja ehehhe !” Sherin menutupi kekagetannya dengan tawa dipaksa.

 

Setelah itu buru-buru dia keluar dari perpustakaan mencari tempat sepi untuk menelepon nomor itu.

“Hehehe, udah diterima pesannya Non ? bagus kan ?” kata suara berat diseberang sana begitu ponsel diangkat.

“Heh, kurang ajar lu yah, siapa lu sebenernya hah !” suaranya meninggi menahan amarah dalam dadanya.

“Udah gak sabar yah Non, tunggu aja nanti sore, kita bakal membicarakan penawaran menarik buat film Non itu !” jawab Imron dengan kalem

“Bajingan, lu emang setan, jangan macem-macem yah sama gua !” Sherin demikian marah dan frustasinya sampai mau nangis.

“Udahlah Non, capek marah-marah gitu, pokoknya saya tunggu nanti di F-307, saya sekarang masih banyak kerjaan, dan satu lagi, pastikan jangan ada orang lain yang tahu kalau ga mau dapat susah !” selesai berkata Imron menutup ponselnya.

 

Sebenarnya jam tiga kurangpun dia sudah tidak ada kuliah lagi. Setelah menyuruh Nurdin yang telah menjemputnya untuk menunggu dia pergi ke kantin untuk menunggu waktu yang ditentukan. Matanya tertuju ke novel yang dibawanya tetapi pikirannya tidak di sana, yang ada di pikirannya adalah bayangan mengerikan tentang apa yang diinginkan pengintip misterius itu pada dirinya dan bagaimana kalau rekaman itu tersebar. Saking stressnya, tanpa terasa dua batang rokok telah dihabiskannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pengintip misterius itu menghubunginya.

“Udah keluar yah Non, kalo gitu sekarang aja ke atas aja supaya lebih cepat beres, saya sudah nunggu di sini juga kok”

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sherin langsung mematikan ponselnya dan beranjak ke tempat yang ditentukan. Lantai itu memang sudah sepi, ketika naik tangga saja dia cuma berpapasan dengan dua orang pegawai tata usaha fakultas yang baru selesai kerja. Semakin langkahnya mendekati ruang itu, semakin berdebar pula jantungnya.

 

“Halo Non Sherin, datang juga akhirnya !” sapa Imron begitu Sherin memasuki pintu yang setengah terbuka itu.”Mungkin Non lagi nyari orang yang merekam ini ya ?” tanyanya sambil menunjukkan cameraphonenya.

Sherin melihat dalam layar kecil itu dimana dirinya sedang ganti baju lalu buang air kecil, wajahnya kontan memerah karena marah dan malu.

“Bajingan, serahkan barang itu !” Sherin berteriak sambil merangsek ke depan.

Dia berusaha merebut cameraphone itu, tapi pria setengah baya itu lebih sigap dan tenaganya lebih besar. Dengan mudah didorongnya gadis itu hingga tersungkur di lantai. Sambil menyeringai matanya memandang tajam tubuh Sherin yang terbungkus baju biru bermotif bunga tanpa lengan, rok putihnya yang mini sedikit tersingkap memperlihatkan pahanya yang panjang dan mulus.

“Mau apa kamu bangsat, jangan mendekat, pergi !” Sherin menggeser-geser tubuhnya menjauh dari Imron yang mendekatinya, dalam kepanikannya dia tidak sadar bahwa roknya semakin tersingkap dan celana dalamnya pun sempat terlihat.

 

“Tenang Non, jangan takut, bapak ga bakal nyakitin Non kok, malah ngasih Non kenikmatan yang luar biasa !” katanya sambil cengengesan.

Baru pernah seumur hidupnya Sherin mendengar perkataan yang sangat merendahkannya itu, omongannya benar-benar rendah dan menjijikkan menyebabkan bulu kuduknya merinding ketakutan. Susah payah akhirnya dia bisa bangkit kembali dan berusaha mencapai pintu, namun ketika sudah dekat pintu itu membuka, Nurdin, sopirnya muncul di depan pintu.

“Bang Nurdin, tolong Bang…ada orang gila !” katanya terbata-bata karena masih gemetar.

Namun kelegaannya cuma sebentar saja, karena Nurdin malah mendorongnya ke arah Imron yang dengan sigap menangkap tubuhnya, ketika dia mau menjerit, tangan kokoh Imron langsung membungkam mulutnya sementara tangan satunya mengunci kedua pergelangannya yang telah ditelikung ke belakang. Nurdin menggeser meja dosen untuk mengganjal pintu, setelahnya dia mulai menghampiri nona majikannya itu.

 

“Lebih baik Non berhenti ngelawan, inget Non kesini buat apa ? Non pengen rekaman ini diliat orang lain ? dimana nanti mukanya mau ditaruh Non ?” ancam Imron sambil tetap membekap mulut Sherin “Coba aja kabur atau teriak, rekaman ini bakal tersebar, tinggal kirim ke sembarang nomor di HP ini !”

Sherin tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam situasi seperti itu. Ketakutan akan dicelakai dan rekamannya tersebar membuat rontaannya berkurang dan pasrah pada nasibnya.

“Binatang lu, tega-teganya berbuat gini ke gua, kacung ga tau diuntung !” maki Sherin pada Nurdin dengan tatapan penuh kebencian.

“Hehehe, udah gini masih bisa galak juga Non !” Nurdin terkekeh sambil mengelus pipi majikannya “denger yah, saya juga udah ga tahan kerja buat cewek sombong kaya Non ini, besok saya juga mau keluar kok, tapi sebelum keluar saya mau ngasih Non kenangan manis dulu dong !”

Wajahnya makin pucat mendengar perkataan itu, dia sadar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia sudah dalam cengkeraman mereka. Keangkuhannya runtuh seketika itu juga, dadanya sesak dipenuhi emosi karena dikhianati, direndahkan dan diancam.

 

Tatapan mata Nurdin yang penuh nafsu binatang itu membuat nyalinya ciut sehingga memalingkan muka tak berani menatapnya, wajahnya jadi memelas memohon belas kasih. Tiba-tiba dirasakan darahnya berdesir ketika Nurdin menggerayangi pahanya yang jenjang.

“Udah daridulu gua pengen megang nih paha, akhirnya bisa juga sekarang, gile mulusnya!” komentarnya

Tangan Nurdin meraba makin naik hingga menyingkap roknya dan meremasi bongkahan pantatnya, sementara dari belakang Imron meremas payudara kirinya. Air mata Sherin pun mengalir dan memohon-mohon minta dilepaskan.

“Jangan, jangan perkosa saya, ampun !” katanya terisak

“Santai Non, nanti juga enak kok” sahut Imron

Nurdin mulai menciumi pipi Sherin, leher dan telinga juga tak luput darinya, Hembusan nafas dan lidahnya membuatnya bergidik juga merasakan sensasi aneh yang meskipun dia menolaknya tapi ingin terus merasakannya.

 

Kemudian tangannya meraih kepala Sherin dan mencium bibirnya yang tipis dengan kasar, dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha menolak, namun Nurdin pegangan Nurdin pada kepalanya terlampau kuat sehingga terpaksa diterimanya serbuan bibir sopirnya itu.

Eeemmhh…emmphhh !” hanya itu yang terdengar dari mulutnya yang tersumbat bibir Nurdin yang atasnya ditumbuhi kumis tipis seperti tikus.

Tangan Nurdin kini sudah meraba kemaluannya yang masih tertutup celana dalam, jari-jarinya bergerak liar mengosoki belahan kemaluannya. Sementara Imron makin bernafsu meremasi payudara Sherin, perlakuan kasarnya membuatnya ingin menjerit kesakitan tapi mulutnya tersumbat bibir Nurdin sehingga bibirnya yang terkatup malah terbuka dan lidah Nurdin pun menerobos masuk, lidahnya menyapu rongga mulut Sherin dan beradu dengan lidahnya.

 

Imron mulai mempreteli kancing baju Sherin dan menarik lepas baju itu dari tubuhnya. Kini tubuh atas Sherin cuma tersisa bra pink.

“Bukain kaitnya Pak Imron, daridulu gua penasaran pengen liat toked majikan gua ini !” kata Imron tak sabaran

Imron pun melucuti branya, Sherin menutupi payudaranya dengan tangan dan terus memohon agar mereka tidak meneruskan aksinya. Tanpa mempedulikan ocehannya, Nurdin menyingkirkan tangan yang menghalanginya itu. Terpesonalah keduanya melihat keindahan buah dada Sherin yang putih, kencang dan berputing kemerahan itu.

“Wah majikanlu tokednya bagus banget, putih bulat kaya bakpao !” kata Imron sambil mengusap-usap payudara itu.

“Iya nih, pentilnya juga ngegemesin, imut gini !” timpal Nurdin yang tangannya memencet puting itu dan menarik-nariknya.”Nah, sekarang coba kita liat bawahnya !”

Sherin berusaha menahan roknya dengan tangan ketika Nurdin akan memelorotinya, tapi kemudian Imron kembali menelikung tangannya ke belakang sehingga dengan leluasa

 

Nurdin membuka sabuk dan resletingnya, rok itu pun meluncur jatuh melalui kakinya, disusul celana dalamnya dipeloroti hingga ke lutut. Kedua orang itupun kini dapat menikmati tubuh polos Sherin, tangan-tangan hitam kasar itu berkeliaran menggerayangi lekuk tubuhnya yang indah. Nurdin yang berjongkok mulai menyentuh kemaluannya yang dilebati bulu-bulu tipis yang tercukur rapi.

“Hhmm…memek yang bagus, masih rapat, jembutnya juga rapih, gua suka yang kaya gini !” celoteh Nurdin

Dari belakang Imron mencaplok kedua payudaranya, jari-jarinya memencet-mencet dan memilin-milin putingnya sehingga Sherin pun terpancing libidonya, nafasnya makin berat. Walaupun sesekali dia memelas minta dilepaskan, namun tubuhnya berkata lain, terlebih ketika lidah panas Imron menyapu telak leher dan belakang telinganya. Saat itu satu tangan Imron turun ke bawah dan meremas pantatnya, jarinya terkadang menyentuh anusnya, belum lagi jari dan lidah Nurdin yang kini sedang bermain di vaginanya. Perbuatan mereka membuat Sherin semakin tak berdaya, tak berdaya karena nikmat dan tak cukup tenaga untuk melawan.

 

Mereka lalu menurunkan tubuhnya hingga terbaring di lantai, dia merasakan dinginnya lantai menyentuh punggungnya. Nurdin melepas celana dalam yang menyangkut di tungkainya dan dibukanya sepasang paha itu, wajahnya mendekati kemaluannya, lidahnya menjilati paha, pangkal paha, hingga akhirnya menyentuh bibir vaginanya. Di tempat lain Imron dengan rakus mencium dan menghisap payudaranya, lidahnya yang menari-nari liar itu menyebabkan puting itu makin mengeras.

“Toked yang montok, eemmhh…sluurpp…!”

Beberapa menit lamanya Imron mengeksploitasi payudara Sherin sebelum akhirnya jilatannya meluas ke lekuk tubuh lainnya, ketiak, bahu, leher, hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Dari matanya yang terpejam air mata terus mengalir, namun birahinya terus naik tak terkendali.

 

“Hhhmmpphh…!” rintih Sherin tersendat saat lidah sopirnya menyentil-nyentil klitorisnya, tubuhnya menggeliat-geliat menahan siksaan birahi itu.

“Udah mulai kerasa enaknya kan Non,tuh udah banjir gini !” ejek Nurdin sambil terus menjilatinya.

Kalah oleh desakan nafsunya, Sherin pun tak terasa membalas permainan lidah Imron, untuk mengurangi rasa jijik dia membayangkan yang dicium itu adalah Frans. Dia merasakan kemaluannya sudah sangat basah akibat jilatan sopirnya, tak lama kemudian dirasakan badannya menggelinjang. Mereka tertawa-tawa melihat reaksinya.

“Hahaha…akhirnya nikmatin juga kan !” ejek Imron

“Dasar perek, munafik, tadi sok jual mahal, tapi baru digituin dikit aja udah keenakan !” timpal Nurdin

Betapa panasnya telinga Sherin mendengar hinaan seperti itu, apalagi yang mengucapkan adalah sopirnya sendiri, dia tak menyangka sopirnya sampai setega itu padanya, dia mulai menyesali seandainya dulu dia bersikap baik padanya mungkin kejadian hari ini tidak akan menimpanya, tapi segalanya sudah terlambat.

 

Kini Nurdin menariknya hingga berlutut di depan selangkangannya, lalu dia membuka celananya sendiri. Dan terlihatlah kemaluannya yang membuat Sherin terkesiap karena panjangnya, lebih kaget lagi saat dia melihat milik Imron yang sudah berdiri di sebelahnya karena miliknya walaupun tak sepanjang sopirnya namun lebih kokoh dan berurat. Sambil berkacak pinggang seolah tanda kemenangan, Nurdin memerintahkan anak majikannya mengoral penisnya. Di bawah ancaman, Sherin meraih penis itu dengan tangan gemetar lalu sambil menutup mata menahan rasa jijik dimasukkannya benda itu ke mulutnya.

“Huehehe…baru kali ini gua liat majikan nyepongin sopirnya, hebat, hebat !” ejek Imron melihat adegan itu.

“Sepongannya yahud banget, daripada nyepongin pacar Non yang kontolnya kecil itu mendingan yang saya kan, lebih gede, lebih muasin lagi !” Nurdin menimpali

“Ayo Non, yang saya juga pengen diservis !” Imron meraih tangan Sherin dan meletakkannya pada penisnya.

 

Sherin mengulum dan mengisap penis sopirnya sambil tangannya sesekali mengocoknya, sementara tangan satunya mengocok punyanya Imron. Sepuluh menit lebih dia mengocok dan mengulum penis kedua jahanam itu secara bergantian. Dia menyadari betapa kotor dirinya saat melakukan hal itu, tapi entah dorongan apa yang membuatnya merasa terangsang dan menikmati perlakuan mereka.

“Sshhh…sshh…mau ngecrot nih Non, ditelen yah…awas kalo dimuntahin !” perintah Imron sambil melenguh nikmat.

Akhirnya dengan satu lenguhan panjang Imron, menekan kepala Sherin ke selangkangannya sehingga batang itu melesak lebih dalam ke tenggorokan gadis itu lalu menumpahkan isinya yang kental disana. Cairan itu langsung memenuhi mulutnya dan tertelan tanpa bisa ditahan. Sherin gelagapan dan meronta ingin melepaskan benda itu tapi Imron menahan kepalanya dan kalah tenaga. Dia langsung terbatuk-batuk dan nafasnya terengah-engah mencari udara segar begitu Imron mencabut penisnya, aroma sperma yang menusuk itu masih terasa di mulutnya.

 

Sherin sempat beristirahat sekitar dua menitan sebelum Nurdin menarik pergelangan kakinya dan membentangkan kedua pahanya, lalu dia mengambil posisi diantara kedua paha itu.

“Ok, Non sekarang saatnya ngejos hehehe!” seringainya mesum

“Jangan Bang, saya mohon…oohh, maafin saya !” Sherin mengiba dengan berurai air mata.

“Waktu saya minta maaf dulu, Non juga ga maafin, enak aja sekarang minta maaf !” cibir Nurdin tanpa menghentikan aksinya mendorong penisnya memasuki vaginanya.

“Sakit…akh…lepaskan…uuhh !” rintihnya saat penis sopirnya menyeruak masuk menggesek dinding kemaluannya.

“Ooohh…enak tenan memeknya Non biar udah ga perawan tapi masih seret !” komentar Nurdin

“Tuh kan kebukti kontol pacarnya kecil, kalo ngga pasti udah ga seseret sekarang, ya ga Din !” sahut Imron disambut gelak tawa keduanya.

 

“Siap yah Non, saya bakal ngebuktiin kalo saya lebih bisa muasin Non daripada pacar Non itu, hiihh !” habis mengucapkan kalimat itu Nurdin langsung menyodokkan penisnya diiringi erangan panjang Sherin.

Nurdin terus menghentak-hentakkan pinggulnya membuat tubuh Sherin berkelejotan, mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan yang justru membuat kedua orang itu tambah bernafsu.

“Ayo liat sini, asyik nih buat nambah koleksi gua !” sahut Imron mengarahkan cameraphone itu pada mereka.

“Jangan…tolong jangan ahhh…direkam…ahhh !” Sherin mencoba menutupi wajahnya dengan tangan

Namun Nurdin malah merentangkan kedua tangannya itu ke samping sehingga Sherin tidak bisa menutupi wajahnya lagi. Nurdin tertawa-tawa melihat ke arah kamera seolah bangga bisa menikmati tubuh majikannya yang cantik itu. Sekitar tiga menit Imron mengabadikan adegan perkosaan itu sebelum dia sendiri bergabung menikmati tubuh mulus itu.

 

Imron menggerayangi seluruh tubuh Sherin serta menjilatinya, leher jenjang itu dicupangi sampai memerah. Lidah Imron yang menggelitik tubuhnya membuatnya makin menggelinjang.

“Busyet, baru pernah gua main sama anak juragan sendiri, ternyata asoynya ga ketulungan !” kata Nurdin sambil terus menyetubuhinya tanpa ampun.

Tak lama kemudian, tubuh Sherin mengejang dan menekuk ke atas sampai tulang-tulang rusuknya terjiplak di kulitnya. Dia merasa seperti ada suatu ledakan hebat dari dalam tubuhnya yang tidak bisa ditahan dan menyebabkan tubuhnya menggelepar-gelepar bak ikan keluar dari air. Tidak dapat disangkal bahwa perasaan itu nikmat luar biasa melebihi kenikmatan yang pernah dirasakan bersama pacarnya. Nurdin masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Sherin dimana dia menyemprotkan spermanya. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu. Sebelum sempat membersihkan cairan berbau tak sedap itu dari wajahnya, Imron sudah mengambil giliran memperkosanya.

 

Imron membalikkan tubuhnya yang masih lemas itu ke posisi telungkup, kemudian pantatnya dia tarik hingga menungging.

“Aaahhkkk…aahh !” erang Sherin dengan mata terbelakak, kedua tangannya mengepal keras ketika Imron melakukan penetrasi dari belakang.

Setidaknya dia masih bersyukur karena Imron tidak mengincar anusnya, terbayang olehnya betapa sakitnya di anal seks dengan penis sebesar itu sementara anusnya masih perawan. Berkat bantuan cairan kemaluannya, penis Imron lebih mudah menusuk vaginanya, itupun masih terasa nyeri.. Dia mulai mengocok vaginanya, mulanya perlahan tapi lama-lama kecepatannya semakin meningkat. Sherin sebentar mendesah, sebentar menggigit bibir merasakan kenimatan yang diberikan Imron, sepertinya dia sudah begitu mengikuti permainan yang dipimpin oleh dua pemerkosanya itu. Rasa jijik dan marah yang sedaritadi menyelubunginya berubah menjadi gairah kenikmatan, setidaknya untuk saat ini. Semakin kasar perlakuan yang diterimanya semakin nikmat rasanya, pinggulnya pun ikut bergoyang mengimbangi irama genjotan Imron. Desahan yang keluar dari mulutnya makin menunjukkan kenikmatan bukannya desahan korban perkosaan.

 

Nurdin menaruh kursi di depan Sherin dan duduk di sana, selain kaos berkerahnya, bagian bawahnya sudah telanjang. Tubuh atas Sherin yang bertumpu di lantai itu diangkatnya ke antara dua pahanya.

“Ayo…Non tadi belum dibersihin nih, jilatin sampai bersih yah !” suruhnya

Tanpa harus disuruh kedua kalinya, Sherin yang sudah setengah sadar itu, meraih batang itu lalu menyapukan lidahnya membersihkan cairan yang belepotan di sana, sesekali dimasukkan ke mulut dan diemut sehingga pemiliknya merem-melek dan melenguh keenakan, penis itu pun perlahan-lahan membesar lagi di dalam mulutnya. Sementara dari belakang Imron masih asyik menyodok-nyodok vaginanya sambil kedua tangannya berpegangan pada kedua payudaranya. Butir-butir keringat sudah nampak pada kulit punggungnya seperti embun, wajahnya pun sudah bersimbah peluh bercampur sperma. Suatu saat Imron membenamkan penis itu hingga mentok dan memuntahkan isinya di dalam sana, tubuh pria itu mengejang sambil mengerang dengan suara berat. Nampak cairan putih itu meluber di sela-sela kemaluan Sherin membasahi daerah sekitar selangkangannya.

 

Mereka berganti posisi lagi, Nurdin berkata bahwa dia ingin mencoba posisi yang pernah dilihatnya di sebuah film porno. Mula-mula diperintahkannya Sherin naik ke pangkuannya berhadapan. Dia sudah memegangi penisnya yang mengacung tegak itu ketika Sherin menurunkan tubuhnya sehingga otomatis penis itupun melesak ke vaginanya diiringi desahan.

“Pegangan yah Non, kalo jatuh jangan salahin saya ntar !” suruhnya

Setelah Sherin berpegangan pada bahunya, Nurdin pelan-pelan bangkit dari bangku, kedua tangannya menopang pantat Sherin sehingga kini posisinya digendong Nurdin dengan kedua tungkai menjepit pinggang Nurdin. Merasa pijakannya telah mantap, Nurdin pun menyentakkan badannya menggenjot vagina majikannya dengan gaya berdiri.

“Wow…boleh juga jurus baru lu Din, sekali-sekali bisa gua coba nih !” kata Imron

“Berguna juga tuh film bokep, dapat pelajaran baru yang emang sip” sahut Nurdin yang makin ganas menggenjot Sherin. Dengan posisi demikian Sherin merasa vaginanya ditusuk dengan lebih keras dan dalam, payudaranya pun turut bergoyang-goyang seirama badannya.

 

Nurdin dapat bertahan sekitar belasan menit dalam posisi yang cukup menguras tenaga itu, namun selama itu dia berhasil mengirim Sherin mencapai klimaks. Mereka terus menggarapnya tanpa mempedulikan kondisi Sherin yang sudah kepayahan. Sekarang Imron berbaring di lantai dengan memakai pakaiannya sebagai alas kepala, disuruhnya Sherin melakukan gaya woman on top dengan bergoyang di atas penisnya. Dengan pertimbangan mengakhiri perkosaan itu secepatnya, Sherin pun menaiki penis Imron lalu mulai menaik-turunkan tubuhnya. Belum sampai semenit bergoyang, dari belakangnya Nurdin mendorong punggungnya ke depan sehingga pantatnya agak terangkat.

“Ntar Pak Imron, gua belum keluar nih tadi, sekarang mo nyoba ngejos disini nih !” katanya sambil memasukkan dua jari ke anusnya.

“Jangan Bang, jangan disana, saya takut !” mohonnya saat Nurdin mulai meludahi daerah itu agar licin serta mengeluarmasukkan jarinya sejenak.

“Heh, udah diem aja Non, ntar juga enak kok !” Nurdin mulai membuka lubang itu dan tangan satunya mengarahkan senjatanya ke sana.

Imron yang dalam posisi berbaring memegangi kedua lengan Sherin agar tidak berontak.

 

“Aaahh…aduh…sakit, ampun Bang, tolong hentikan !” rintih Sherin menyayat hati, tubuhnya mengejang, dan wajahnya meringis menahan perih

Tanpa merasa iba, sopir bejat itu terus saja melesakkan penisnya dan menikmati jepitan dubur itu terhadap penisnya, begitu juga Imron di bawahnya, dia malah makin bergairah melihat ekpresi kesakitan Sherin, sesekali dia menyapukan lidahnya pada payudara yang menggelantung dekat wajahnya. Mereka berdua pun mulai menggenjot tubuh Sherin, dua penis menghujam-hujam vagina dan anusnya, sungguh suatu derita birahi yang luar biasa dialami gadis malang itu.

“Gile, masih perawan loh pantatnya, sempit banget sampe berdarah gini !” kata Nurdin sambil meremasi bongkahan pantatnya.

Darah segar memang mulai nampak pada kulit pantatnya yang putih dan tangisan Sherin pun makin menjadi, namun itu tidak mengurangi kebiadaban kedua orang itu.

 

Beberapa saat kemudian ketiganya mencapai orgasme dalam waktu hampir bersamaan, yang paling awal adalah Nurdin, mungkin karena sempitnya, sperma itu menyemprot di dalam pantatnya dan meluber keluar bercampur cairan darah. Sherin pun menyusul beberapa menit kemudian bersamaan dengan Imron yang menumpahkan spermanya di dalam vagina Sherin. Tubuh Sherin pun akhirnya ambruk menindih Imron dengan penis masih menancap. Nurdin memakai kembali celananya, dia tersenyum puas sambil menyalakan sebatang rokok. Sebentar kemudian Imron pun bangkit dan melihat jam yang sudah menunjukkan jam lima kurang, dia membuka pintu dan memantau keadaan sekitar, sepi tidak ada ada tanda seseorang lewat sini. Sherin masih terbaring di lantai menangis sesegukan, keringat telah membasahi badannya, daerah selangkangannya penuh lelehan sperma dan di pantatnya sperma itu bercampur darah. Imron mengancamnya bahwa bila dia berani buka mulut atau pindah ke kampus lain, foto dan video klip itu akan disebarluarkan bahkan keselamatan pacarnya pun mungkin terancam.

 

Setiba di rumah, kedua orang tua Sherin masih belum ada di rumah, papanya memang sedang di luar kota sejak kemarin lusa dan mamanya sedang ikut arisan. Kesempatan ini tidak disia-siakan Nurdin untuk menikmati tubuh Sherin sepuas-puasnya. Dia memperkosa nona majikannya itu di kamar gadis itu serta di kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu sekaligus mandi bersama. Sherin sendiri sepertinya sudah pasrah saja menikmati dirinya diperkosa seperti itu, pikirnya toh sudah telanjur basah, mandi saja sekalian. Perkosaan itu baru berhenti ketika mamanya pulang sekitar jam sembilan. Di depan nyonya besar itu, baik Nurdin dan Sherin bersikap seperti biasa, yang satu demi menutupi perbuatan bejatnya, yang lain demi menutupi rasa malu dan tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Besoknya memang benar Nurdin mengundurkan diri dengan alasan ingin bekerja di kota lain bersama saudaranya, namun derita Sherin belum berakhir karena dia telah menjadi salah satu budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu.

 

###########################

 

“Ok, kalau tidak ada pertanyaan lagi kuliah hari ini sekian dulu, jangan lupa minggu depan kita kuis” demikian Rania mengakhiri mata kuliah Teori Ekonomi Mikro hari itu.

Rania adalah seorang dosen muda di fakultas ekonomi itu, usianya 26 tahun, berparas cantik dengan rambut sebahu direbonding dan bertubuh indah dengan tinggi 170cm, berat 54 kg, juga kulit putih mulus plus payudara 34B. Kadang orang sering sulit membedakan mana yang mahasiswi mana yang dosen kalau dia berada diantara mahasiswanya dengan pakaian modis. Kebagian mata kuliah yang diajarkannya merupakan suatu berkah bagi para mahasiswa, karena selain ngajarnya enak dan orangnya gaul sehingga mudah dekat dengan yang diajar, juga menyegarkan mata dengan melihat wajah cantiknya yang kata mereka mirip Kelly Lin dan tubuh indahnya terutama kalau memakai pakaian ketat atau rok agak pendek.

 

Setelah kuliah selesai semua mahasiswa keluar dari kelas, kecuali satu mahasiswi, Ellen (baca eps. 1), dia menutup pintu ruang kuliah setelah yang lain keluar dan menghampiri Rania yang sedang membereskan barang-barangnya.

“Eeemm…Ci Nia(beberapa mahasiswa memanggilnya demikian karena umurnya tidak beda jauh dengan mereka) bisa kita bicara sebentar ?” kata Ellen

“Ada apa Len, masalah tugas lagi yah ?” jawab Rania tersenyum ramah

Awalnya memang Ellen menanyakan tentang pelajaran yang tidak dia mengerti, kemudian topik beralih, Ellen mulai curhat mengenai dirinya yang sedang cekcok dengan pacarnya sehingga tidak konsen dalam belajar. Rania yang memang dekat dengan mahasiwa/i nya mendengar dan menghiburnya sehingga mereka malah makin hanyut dalam obrolan wanita sementara jam sudah hampir menunjukkan pukul enam, langit pun mulai gelap, suasana di lantai itu sudah sepi karena itu kuliah terakhir.

 

Akhirnya Rania pun bangkit dan mengajak Ellen pulang mengingat hari sudah malam

“Yuk kita sambil jalan aja ngobrolnya, udah malem gini, jadi serem nih” ajaknya.

“Ci, bisa bantu saya satu hal lagi ga ?” tanya Ellen lagi, kali ini dia mendekati Rania, digenggamnya kedua lengan dosennya itu sambil menatap matanya.

“Nggg…eh ada apa lagi sih Len ?” Rania jadi gugup karena sikap mahasiswinya itu

Suasana hening beberapa detik, keduanya saling tatap sebelum tiba-tiba Ellen memagut bibir dosennya itu. Rania tersentak kaget, dia melepaskan ciuman itu dan melotot memandangi Ellen.

“Len…kamu…mmmhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Ellen sudah kembali menciumnya.

Rania sempat berontak selama beberapa saat namun ciuman dan belain Ellen pada daerah sensitifnya membuat gairahnya naik, baru kali ini dia melakukannya dengan sesama jenis, dirasakannya kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh.

 

Rangsangan dari dalam dirinya dan menyebabkan Rania pun menyambut ciuman mahasiswinya itu. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Ellen meremas lembut payudara Rania dari luar, Rania sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Ellen, tangan satunya mengelus pantatnya yang masih terbungkus celana ketat sedengkul warna hitam. Keduanya terlibat dalam ciuman penuh nafsu selama lima menit, dan ciuman Ellen pun mulai turun ke lehernya.

“Sshhh…kurang ajar juga kamu Len !” desisnya dengan nafas memburu.

Ellen mulai menciumi pundak Rania sambil kedua tangannya memegangi leher kaos lengan panjangnya yang berleher lebar itu dan mulai memelorotinya sehingga bra putih di baliknya terlihat, dia turunkan juga cup bra itu hingga terlihatlah sepasang gunung kembarnya yang membusung kencang. Jari-jari lentik Ellen mengusapinya dengan lembut sehingga Rania pun hanyut dalam kenikmatan.

 

“Gimana Ci, asyik kan ? Ci Nia jadi tambah cantik kalau lagi horny gitu loh” Ellen tersenyum nakal sambil memilin-milin kedua puting dosennya.

“Mmhh…eengghh…udah dong Len, sshh…ntar ada yang tau !” desahnya merasakan kedua putingnya makin mengeras.

“Tenang Ci, disini aman kok, ini kan tingkat empat, kita have fun bentar yah !”

Kemudian Ellen mencumbui payudara Rania, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu. Rania hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan nikmatnya. Tangan Ellen sudah mulai menyingkap rok selutut Rania dan merabai pahanya yang putih mulus itu.

“Hhhssshh…eeemmmhh !” Rania mendesis lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang ketika tangan Ellen menyentuh kemaluannya dari luar celana dalamnya.

Seperti ada getaran-getaran listrik kecil yang membuat tubuhnya terasa tersengat dan tergelitik saat jari lentik Ellen menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan menyentuh bibir vaginanya, daerah itu jadi basah berlendir karena sentuhan-sentuhan erotis itu.

 

Kenikmatan mereka tiba-tiba dibuyarkan oleh suara pintu dibuka, seseorang muncul dari sana sambil tertawa-tawa.

“Hahaha…bagus-bagus, adegan yang hebat, Bu Rania yang terpelajar itu ternyata begini kelakuannya di luar jam kuliah, hebat sekali !” Imron, si penjaga kampus bejat itu tertawa dan bertepuk tangan

Rania pun refleks melepaskan diri dari pelukan Ellen dan merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa, wajahnya memerah menahan malu.

“Saya pernah baca di tata tertib kampus bahwa kalau ada ketahuan mahasiswa yang berbuat tidak senonoh di kampus akan dipecat, tapi sekarang dosen yang harusnya ngasih teladan malah berbuat gini, wah-wah mau jadi apa nih bangsa ini kalau pendidiknya saja kaya ini !” tambahnya sambil geleng-geleng kepala.

“Eehhmm…maaf Pak kita sedikit khilaf, ini ada sedikit uang rokok buat Bapak, anggap aja yang tadi ga ada yah Pak !” Rania berbicara agak gugup dan mengambil selembar limapuluh ribuan dari tasnya.

 

“Aahh, simpan saja uang Ibu itu, supaya rahasia Ibu aman saya cuma mau…!” Imron menatapi tubuh Rania dari atas sampai bawah sebagai ganti kata-katanya yang tidak diteruskan. Tatapan matanya sangatlah mesum dan membuat kedua wanita itu merinding.

“Jangan yang engga-engga lah Pak, ini ambil atau nggak sama sekali !” Rania yang mengerti apa kemauan Imron dengan kesal menjatuhkan lembaran uang itu ke bangku di dekatnya. “Lagian siapa sih yang bakal percaya omongan Bapak, paling juga dianggap gosip murahan, jadi jangan mimpi , ayo Len kita pulang !” tambahnya sambil mengambil tasnya bersiap untuk meninggalkan ruangan. Terlihat sekali dia bersikap judes untuk menutupi kegugupannya.

“Tapi kalo disertai bukti ini tentunya bakal jadi gosip mahal kan ?” Imron mengeluarkan cameraphone itu dari sakunya dan menunjukkan beberapa gambar adegan lesbian barusan.

Kontan saat melihat itu semua Rania kaget sekali, dia tertegun sesaat berharap ini hanyalah mimpi.

 

“Bajingan !” bentaknya, Rania naik darah dan mau merangsek ke depan namun Ellen menahannya.

“Hahaha…marah ya ? kenapa ga marahin juga perek di sebelah Ibu itu, dia kan juga ikutan dalam rencana ini ?” Imron mengejek dengan senyum kemenangan.

“Hah…Ellen, jadi kamu…?” Rania tercekat seakan tidak percaya semuanya.

Jelaslah kini bahwa yang terjadi sejak bubaran kelas tadi sudah diatur dalam rencana jahat Imron, Ellen yang sudah menjadi budak seksnya hanyalah pion untuk menjebak dosennya itu dan diam-diam Imron mensyuting mereka dari lubang angin di atas pintu ketika mereka bermesraan tadi.

“Maafin saya Ci, saya juga dijebak dan dipaksa jadi gak ada pilihan lain” Ellen tertunduk tak berani melihat wajah dosennya dan terisak.

“Nah, sekarang gimana nih keputusannya Bu, saya yakin Ibu juga masih konak gara-gara tadi sempat tanggung, ya ga ?” Imron mulai berjalan mendekatinya.

 

Tiba-tiba Ellen maju ke depan menghalangi Imron yang hendak memeluk Rania.

“Pak, saya rela Bapak perlakukakan apapun, tapi tolong jangan libatin Ci Nia, dia itu orang baik !” mata Ellen yang berkaca-kaca saling tatap dengan Imron dan memohon padanya.

Imron hanya menyeringai membalas tatapannya, diangkatnya dagu gadis itu, tiba-tiba…’plak !’ sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ellen limbung ke belakang dan Rania sempat menjerit kecil sambil mendekap tubuh mahasiswinya itu.

“Masih mau jadi pahlawan, heh ?” kata Imron, dengan santainya dia meraih sebuah bangku dan duduk disana.

“Non Ellen, sini !” perintahnya

Rania menatap mahasiswinya itu seraya menggelengkan kepala seolah mengatakan ‘jangan turuti dia’, namun Ellen malahan melepas genggaman tangan dosennya dan berjalan ke arah pria setengah baya itu.

“Maaf !” cuma itulah yang terucap dari mulutnya.

 

Kini Ellen telah menjadi salah satu budak seks Imron yang mau tidak mau menuruti apa yang dikehendaki Imron terhadapnya. Sejak diperkosa di basement parkir beberapa bulan yang lalu, beberapa kali Imron kembali melampiaskan nafsu binatangnya padanya baik dalam seks kilat, oral seks, maupun hubungan badan sepenuhnya. Lama-lama dirinya pun mulai menikmati disamping ada perasaan malu dan bersalah juga pada pacarnya. Imron kini membuka lebar pahanya dan disuruhnya gadis itu berlutut di depannya. Kemudian dia memberi syarat dengan menggerakkan bola matanya ke bawah.

“Sekarang?” Ellen yang sudah tau apa yang diinginkan Imron sepertinya ragu melakukannya.

“Iya dong Non, biar dosen kamu tahu enaknya, kita ajarin juga dia caranya !”

 

Seolah dihipnotis, Ellen pun mulai membuka resleting celana Imron dan menurunkan celana dalam di baliknya sehingga tersembullah penis yang sudah mengacung tegak itu.

“Ellen, hentikan !” Rania berseru mencegah hal lebih lanjut.

“Lho kok Ibu main larang-larangan sih, orang dianya sendiri yang mau kok, tuh liat !” kata Imron “Ayo Non, sekarang mana servisnya, ayo jangan malu-malu, dia juga nanti ikutan kok !”

 

“Ya Tuhan, Ellen…kenapa…kenapa !?” Rania terperangah sampai membekap mulutnya sendiri melihat mahasiswinya mulai mengoral penis Imron, tangannya yang mungil itu sesekali mengocoknya, yang lebih gila dia juga terlihat begitu menikmatinya, padahal dirinya sudah merinding melihat penis hitam bersunat yang kepalanya agak merah itu.

“Aahh…enaknya, lihat sendiri kan Bu, murid Ibu aja ketagihan sama kontol saya” Imron mengelus rambut Ellen menyuruhnya terus mengulum “Cepetan Bu gimana keputusannya, mungkin Ibu gak takut risiko perbuatan Ibu tadi, tapi apa Ibu gak kasian kalo gambar-gambar syur murid Ibu ini tertempel di papan pengumuman ?”

Ellen terhenyak dan menghentikan kulumannya

“Heh, siapa suruh berhenti, cepet terusin ! jangan ikut campur !” bentak Imron menyuruh Ellen meneruskan kegiatannya.

“Iya-iya, oke, saya menyerah Pak, tapi tolong jangan mempersulit dia lagi !” jawab Rania panik “dan tolong, jangan omong apa-apa tentang semua ini” tambahnya gugup.

“Nah, gitu dong Bu, baru namanya dosen yang baik, ayo dong, sini mendekat kalau memang setuju !” Imron melambaikan tangan menyuruhnya mendekat.

 

Rania berhenti di sebelah Imron, perasaannya luar biasa galau, marah, jijik, dan takut, namun dia juga mulai terangsang melihat Ellen mengoral Imron di depan matanya. Semua dia lakukan karena tidak ada pilihan lain untuk menutupi aibnya, juga demi muridnya. Darahnya berdesir ketika tangan kasar itu meraih betisnya, tangan itu terus naik mengangkat roknya dan mengelusi pahanya yang mulus.

“Paha yang indah, pasti waktu Ibu ngajar mahasiswanya ngebayangin bisa ngeliat ke dalam sini heheheh !” celoteh Imron

Rania hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan perasaan sangat terhina dengan perlakuan seperti itu. Sikap pasrahnya membuat Imron makin menjadi, tangannya makin menjalar ke atas hingga meremas pantatnya.

“Wuih, montok amat sih Bu, betah deh saya lama-lama di kelas kalo jadi murid Ibu” katanya mengagumi keindahan tubuhnya “dibuka aja Bu roknya, biar lebih afdol !”

 

Imron mengulurkan tangannya yang satu untuk membuka ikat pinggangnya dan disuruhnya Rania membuka resletingnya di belakang. Dengan berat hati Rania pun membuka resletingnya hingga rok itu meluncur jatuh. Setelah rok itu lepas, maka yang nampak adalah sepasang paha jenjang Rania yang mulus dengan celana dalam pink menutupi daerah terlarangnya. Imron lalu merangkul pinggang ramping itu membawa tubuhnya lebih mendekat. Paha mulus itu lalu dia ciumi inci demi inci sementara tangannya mengelusi paha yang lain. Rania merinding merasakan sapuan lidah dan dengusan nafas pria itu pada kulit pahanya, libidonya makin naik apalagi melihat Ellen yang tengah menjilati kepala penis itu sambil memijit zakarnya.

“Ssshhh…!” sebuah desisan keluar dari mulutnya ketika jari Imron menyentuh bagian tengah celana dalamnya.

Secara perlahan Imron menurunkan celana dalam itu hingga ke lutut, matanya nanar memandangi kemaluan Rania yang masih rapat dan berbulu lebat itu.

“Pelan-pelan yah, usahain jangan cepat keluar, ntar dosen Non ga kebagian !” dia berpesan sejenak pada Ellen sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada vagina Rania.

 

Selanjutnya Imron membenamkan wajahnya pada kemaluan Rania, dengan rakus menjilati vaginanya. Tangan kirinya mengelusi paha dan pantatnya, terkadang jarinya iseng menyusup ke pantatnya.

“Aahhh…Pak…aahhh…jangan !” Rania mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Imron menelusuri gundukan bukit kemaluannya

Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Imron untuk menjilatinya. Tubuh Rania seperti kesetrum ketika lidah Imron yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya. Di tempat lain, Ellen juga makin terangsang melihat adegan Imron dengan dosennya, sambil menjilati penis Imron perlahan, dia juga meremasi payudaranya sendiri. Kedua buah pelir Imron sesekali diemutnya bergantian membuat pemiliknya keenakan, apalagi dengan dilayani dua wanita cantik ini. Rania semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Imron sehingga Imron harus memegangi tubuhnya.

“Pak…ahhh…oohh !” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Imron memainkan klitorisnya.

 

“Mmmm….enak kan Bu ?” sahut Imron.”udah dulu ah, sekarang giliran Ibu yang mainin punya saya, ayo jongkok sini !” katanya seraya membuka paha lebih lebar.

Terus terang Rania merasa sangat tanggung Imron menghentikan jilatannya, dalam hati kecilnya sebenarnya masih ingin menikmatinya, namun tidak mungkin dia memintanya lagi demi menjaga harga dirinya. Maka ketika disuruh Imron mengoral penisnya diapun tanpa diperintah dua kali berlutut di hadapan pemerkosanya.

“Eit-eit tunggu dulu Bu, bajunya dibuka aja biar enak” Imron melucuti baju Rania yang baru berlutut di depannya, cup branya sudah melorot karena tidak sempat dinaikan waktu kepergok tadi sehingga langsung mempertontonkan payudaranya “Non juga, yang namanya ngentot mana enak pake baju !” katanya lagi pada Ellen

Ellen pun berdiri sejenak, pakaiannya satu-persatu terlepas dari tubuhnya sampai yang terakhir yaitu celana dalamnya. Diam-diam Rania memperhatikan tubuh indah Ellen dan sempat membandingkan dengan dirinya, dia kagum dan iri dengan lingkar pinggang mahasiswinya yang lebih ramping darinya, namun dia juga merasa bangga dengan payudaranya yang lebih bulat dan membusung dibanding Ellen, bagaimanapun secara keseluruhan keduanya memiliki bentuk tubuh ideal.

 

Imron menarik tubuh Ellen yang telah polos dan didudukkan ke paha kirinya, dia mulai mengelusi payudaranya, putingnya dia pilin-pilin seperti malam mainan, tangan lainnya menyelusuri lekuk tubuh lainnya.

“Tunggu apa lagi Bu, sekarang giliran Ibu ngelayanin burung saya !” sahut Imron pada Rania yang bengong menyaksikan mereka.

Dengan tangan gemetar dia melingkarkan telapak tangannya pada penis itu, basah dan mengkilap karena sisa ludah Ellen. Baru kali ini dia melihat penis secara langsung, bahkan milik tunangannya yang sedang S2 di Australia pun baru pernah dirasakan bergesekan dengannya ketika petting, namun belum pernah mencoba yang lebih jauh.

“Ayoh cepat, mau foto-fotonya dipajang apa ?” ulangnya tidak sabar sambil memencet payudara Ellen sehingga gadis itu merintih kesakitan.

Tidak tega melihat muridnya disiksa, diapun mulai memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Imron mendesah merasakan kehangatan mulut Rania, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya. Dengan menahan jijik dia menjilati sekujur batang penis itu.

 

“Eeenngghh…aahh…aahh !” terdengar desahan Ellen yang payudaranya sedang dikenyot-kenyot si penjaga kampus itu, di vaginanya bercokol tangan kasar itu mengelusi serta mengocok liang kemaluannya.

Rania menggerakan mata melihat ke atas, apa yang dia lihat di sana malah membakar nafsunya yang pelampiasannya dia curahkan dalam bentuk oral seks. Penis itu semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulut Rania serta menebar rasa asin. Dia sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa segila ini, namun situasi saat itu ditambah jilatan Imron yang tanggung tadi membuat gairahnya menggebu-gebu. Penis yang besar mengerikan itu tidak muat seluruhnya ke dalam mulutnya yang mungil, maka sesekali Imron menekan kepalanya agar bisa masuk lebih dalam lagi

“Lagi Bu, kurang masuk, aahhh…yak gitu dong !” demikian katanya.

Sementara itu vagina Ellen makin banyak mengeluarkan cairan akibat kocokan jari Imron, cairan itu membasahi paha Imron tempatnya berpangku. Imron sedang asyik menjilati payudara kanan Ellen sampai basah kuyup oleh ludahnya, sengaja dia tidak menggigit maupun mengenyotnya dengan maksud mempermainkan nafsu gadis itu, dan benar saja Ellen mendesah makin tak karuan karenanya.

 

Rasa jijik yang tadinya begitu melingkupinya perlahan-lahan sirna, Rania mulai menikmati oral seks pertamanya, dimaju-mundukannya kepalanya seperti yang pernah dia dengar dari obrolan dengan teman-temannya, lidahnya menjilat memutar kepala penisnya, akibatnya Imron keenakan dan mengerang-ngerang.

“Uuaaahh…terus Bu, enak banget, harusnya Ibu ngajar mata kuliah ngentot juga hehehe !” ejek Imron

Kurang ajar sekali kata-kata itu, Rania merasa harga dirinya direndahkan sebagai seorang wanita terhormat, terpelajar, dan berprofesi sebagai pendidik pula, namun dia telah terpelosok ke dalam perangkap birahi ini, kini dia telah menjadi salah satu budak seks Imron. Tak lama kemudian, dengan tangan kiri tetap menggerayangi payudara Ellen, tangan kanannya menjambak rambut Rania serta menekannya ke selangkangannya. Mata Rania membelakak, dia gelagapan karena mulutnya penuh sesak dengan penis, lebih kaget lagi ketika dirasakan cairan kental hangat memenuhi mulutnya, dia meronta hendak melepaskan diri namun kekuatannya tidak cukup untuk itu. Selama beberapa detik cairan itu menyemprot mulutnya, lalu Imron menarik lepas kepalanya dari penis itu, maka semprotannya yang belum habis pun mengenai wajahnya

 

Rania langsung batuk-batuk begitu benda itu lepas dari mulutnya karena sempat tersedak dan baru pertama kali mengalami seperti itu. Aroma sperma yang menusuk itu membuatnya jijik dan ingin muntah.

“Non, bantuin tuh dosennya bersihin peju !” perintahnya pada Ellen.

Ellen pun berlutut di samping dosennya dan memegangi pundaknya.

“Maaf Ci !” ucapnya diteruskan menjilati sperma Imron yang tumpah di wajahnya.

Dengan lidahnya Ellen membersihkan sperma yang menyiprat di pipi, hidung, dan dagu dosennya hingga akhirnya mulut mereka pun bertemu. Rania mulai berani melingkarkan tangannya ke tubuh Ellen dan meraba punggungnya yang halus. Demikian juga Ellen, dia membuka kait bra Rania yang sudah tersingkap sehingga bra tanpa tali pundak itu pun terjatuh. Perasaan malu, risih, dan lain-lain hilang karena kenikmatan yang terus menerpa tubuh, kedua wanita muda yang telah telanjang bulat itu berciuman dengan panasnya. Imron benar-benar telah menguasai mereka dengan menjadikan mereka menuruti apa saja fantasi dan hasrat gilanya, segaris senyum pun muncul di wajahnya melihat hasil perbuatan jahatnya.

 

Imron bangkit dan melepaskan seragam karyawannya, terlihatlah tubuhnya yang berisi dan bekas luka memanjang di dadanya yang menambah kesan sangar.

“Ayo-ayo, yang disini juga dibersihin, masih ada sisanya nih !” sambil menyodorkan penisnya yang masih basah pada mereka.

Imron mendesah merasakan sapuan lidah kedua wanita cantik itu pada penisnya, mereka berbagi mengoral penis itu, ada yang memasukkan ke mulut ada menjilati zakarnya. Cuma sebentar saja Imron memberikan penisnya dioral mereka, setelahnya dia mengangkat lengan Rania hingga tubuhnya berdiri. Rania disuruh nungging dengan tangan bertumpu pada meja, dia sudah merasakan benda tumpul menyentuh vaginanya dari belakang yang berarti sudah memasuki detik-detik akhir kehilangan keperawanannya. Kepala penis itu mulai masuk membelah bibir vaginanya perlahan-lahan, erangan Rania mengiringi masuknya benda itu. Hingga suatu saat Imron mendorong keras penisnya hingga mentok.

“Aaahhkkkk….!!” Rania menjerit dengan mata membelakak, sakit sekali rasanya pertama kali sudah ditusuk penis sebesar itu.

 

Imron juga melenguh panjang karena penisnya terasa terjepit kencang sekali oleh dinding vagina Rania yang masih sempit. Dia mendiamkan dulu penisnya disana selama beberapa saat menikmati himpitan vaginanya sehingga Raniapun memiliki waktu untuk beradaptasi dan menghirup udara segar.

“Ternyata Ibu emang dosen yang baik yah, murid ibu si perek itu aja waktu saya entot udah jebol duluan, tapi Ibu masih perawan, enak banget loh, huehehe…!!” kata-kata Imron membuat telinga Rania dan Ellen panas.

Penis itu rasanya sungguh menyesakkan bagi Rania, tapi terus terang barang itu juga menuntaskan hasratnya yang sempat tertunda tadi. Perlahan Imron mulai menggenjotnya, dengan bantuan cairan kewanitaan dan ludah penisnya keluar masuk lebih lancer. Tanpa dapat disangkal Rania mulai merasakan nikmat yang tak terlukiskan disamping rasa perih tentu saja. Sambil menggenjot, Imron juga meremasi payudara Rania yang menggantung, putingnya dia main-mainkan sehingga nafsu Rania makin meningkat saja.

 

Di tempat lain, Ellen berdiri dengan tangannya membelai-belai vaginanya sendiri menyaksikan dosennya diperkosa di depan matanya sendiri. Dalam hatinya berkecamuk berbagai perasaan, di satu sisi dia merasa kasihan melihat dosennya yang ramah dan begitu dekat dengan anak didiknya harus mengalami nasib serupa dengan dirinya dan dia tidak berdaya untuk menolongnya malahan turut andil menjebaknya, namun disisi lain dia juga begitu terangsang melihat penis yang sering menusuknya itu keluar masuk di vagina Rania yang masih sempit. Secara naluriah, Ellen naik ke tengah meja menghadap Rania, kemudian kedua pahanya dia buka.

“Ci Nia, tolong yah…saya gak tahan !” pintanya dengan dua jari membuka bibir vaginanya.

Dorongan birahi yang tinggi menyebabkan Rania mendekatkan wajahnya ke selangkangan muridnya itu, lidahnya pun menyentuh bibir vagina yang merah merekah itu sehingga pemiliknya mendesah.

“Sshhh…uuummm….aaahhh !” desah Ellen menikmati jilatan dosennya pada vaginanya “Emmhh…yahh…disitu Ci, terusin…aaahh !” desisnya lagi ketika lidah Rania bertemu klitorisnya.

 

Rania membuka pahanya lebih lebar seiring dengan sodokan Imron yang semakin ganas agar tidak terlalu perih. Selain itu dia juga mulai menggerakkan pinggulnya mengikuti irama goyangan Imron. Sementara di atas meja, Ellen mendesah makin tak karuan oleh jilatan-jilatan Rania pada vaginanya, tangannya meremasi dan memainkan putingnya sendiri. Tak lama kemudian, diapun orgasme dengan melelehkan cairan bening dari vaginanya membasahi meja, awalnya Rania merasa aneh begitu cairan itu keluar, sebelumnya belum pernah dia merasakan cairan sesama jenisnya, tapi gelombang birahi yang menerpanya menggerakkan dirinya menjilati cairan itu. Nafas Ellen nampak ngos-ngosan sehingga dadanya turun-naik akibat orgasme yang dialaminya. Hal serupa juga mulai dirasakan Rania, otot-otot vaginanya terasa berkontraksi lebih cepat seperti ada yang mau meledak di bawah sana, cairan yang keluar dari sana juga sepertinya semakin banyak. Akhirnya tubuhnya benar-benar mengejang semua bersamaan dengan erangan panjang, cairan kewanitaan meleleh dari vaginanya tanpa terbendung membasahi paha dalamnya, cairan itu kemerahan karena bercampur darah keperawanannya.

 

Selanjutnya, Imron membaringkan tubuh Rania di lantai yang dingin lalu dia menindihnya. Diciuminya Rania dengan penuh nafsu. Hhmmphh….Rania gelagapan dan mencoba mendorong badannya tapi tidak mampu. Lidah Imron terus menyapu-nyapu bibirnya yang tipis dan akhirnya memasuki mulutnya, liurnya pun tercampur dengan liur Rania. Bau nafasnya yang tidak sedap membuat Rania terganggu, tapi itu tidak lama karena Imron dengan lihainya membangkitkan kembali gairah Rania dengan menggerayangi tubuhnya, ditambah lagi desahan Ellen yang bermasturbasi di atas meja. Naluri seks Rania bereaksi dengan mengimbangi serbuan mulut Imron, digerakkannya lidahnya membalas lidah Imron yang menjelajahi mulutnya. Sesaat kemudian, mulut Imron turun ke dadanya dan langsung menyambar putingnya, tangannya mempermainkan payudaranya yang satunya. Dengan cepatnya nafsu Rania naik lagi, dia mendesah sambil menggigiti jari, sesekali merintih kalau Imron menggigitnya. Sebentar saja wilayah dada Rania sudah basah bukan cuma oleh keringat tapi juga oleh air liur Imron.

 

Imron membuka kedua belah paha Rania dan menempatkan dirinya diantara kedua pahanya hingga alat vital mereka bersentuhan. Tangannya mengarahkan penisnya yang besar itu ke sasarannya yang telah pasrah. Badan Rania bergetar begitu penis itu kembali menusuknya, tangannya mencengkram erat bahu Imron. Imron merasa sangat puas melihat ekspresi wajah Rania yang meringis dan merintih-rintih, Imron melakukannya dengan kombinasi kasar dan halus yang tepat sehingga Rania menikmati hubungan badan pertamanya ini. Setelah masuk sebagian, Imron menekan pantatnya hingga penisnya pun terdorong masuk ke vagina Rania.

“Aaaa…aaauuhhh !” terdengar jeritan kecil kesakitan yang bercampur nikmat.

Imron pun mulai menaik-turunkan tubuhnya diatas tubuh telanjang Rania. Rania menggigit bibir bawah menahan nikmat, sesekali mulutnya mengeluarkan desahan. Tanpa disadari tangannya memeluk Imron, si pemerkosa itu, kedua kakinya juga melingkari pinggang Imron seolah mengisyaratkan ‘terus Pak, masukin lebih dalam please’. Bibir tebal Imron menelusuri leher jenjangnya, meninggalkan jejak ludah dan cupangan, selain itu lidah itu juga menggelikitik telinganya.

 

“Aahh…ahhh…memek Ibu enak banget, baru tau enaknya ngentot kan, heh dosen perek uuhh…mmmhh !” kata Imron dekat telinganya.

Rania sudah tidak mempedulikan lagi hinaan yang merendahkan dirinya itu, sebaliknya kata-kata itu seperti mantra yang meningkatkan gairahnya dan membuatnya patuh bagaikan budak, dan itulah kenyataannya, dia telah menjadi budak seks Imron yang harus patuh dan bersedia diapakan saja. Rania sempat menggulirkan bola matanya untuk melihat keadaan Ellen, mahasiswinya, dia menemukan Ellen diatas kursi sedang mengeluar-masukkan ujung bolpen yang tumpul ke kemaluannya, tangan satunya meremasi payudaranya sendiri sambil menyaksikan dirinya digumuli. Wajah Ellen yang putih itu merona merah akibat terangsang berat. Imron semakin cepat menggerakkan pinggangnya naik turun, nafas keduanya memburu dan mendesah tak karuan.

“Aahhh…aahhh !!” akhirnya Rania kembali mencapai klimaksnya, vaginanya semakin banjir saja karenanya.

Gelombang orgasme bagaikan mengangkatnya ke langit ketujuh, matanya merem-melek tidak tahu bagaimana lagi mengekspresikan kenikmatan itu selain dengan desahan panjang.

 

Sepertinya Imron mengerti keadaan Rania yang sudah kelelahan, dia pun mencabut penisnya yang masih tegak dari vagina Rania. Dipanggilnya Ellen mendekat lalu disuruhnya berposisi doggie, begitu juga Rania yang masih lemas diaturnya hingga menungging bersebelahan dengan Ellen. Kali ini dia menusuk vagina Ellen sedangkan jarinya mengaduk-aduk vagina Rania. Kemaluan Ellen yang sudah basah berlendir menyebabkan penis Imron tambah kencang sodokannya. Erangan kedua wanita itu memenuhi ruang itu bahkan terdengar keluar dalam jarak dua ruang kelas, namun siapa yang mengetahui apa yang terjadi di ruang itu, pada saat itu sudah tidak ada siapapun disana, satpam pun hanya berjaga di pos depan yang jauh dari situ. Tidak sampai sepuluh menit Ellen yang sejak tadi terangsang berat mencapai orgasmenya, tubuhnya mengejang disertai desahan panjang. Imron melepaskan penisnya dan Ellen pun terkulai lemas di lantai, kembali dia beralih ke Rania. Hari itu Imron memperlakukan Ellen sebagai menu sampingan karena dia masih ingin merasakan kenikmatan lebih jauh dengan menu utama atau mainan barunya, Rania.

 

Kini disuruhnya Rania dalam posisi merangkak di atas tubuh Ellen yang dia telentangkan. Buah dada keduanya bertemu dan saling menghimpit, Imron mulai menghentakkan tubuhnya yang telah menyatu dengan Rania. Aahh…nikmatnya, Rania merem-melek menikmati sodokan Imron yang dengan puas menggarapnya. Dengan Ellen dia berpelukan dan saling memagut bibir, keduanya beradu lidah dengan liarnya. Lagi enak-enaknya menikmati genjotan dan ciuman, Rania merasa rambutnya ditarik, lengan Imron satu melingkari dadanya juga menariknya ke belakang. Imron mendudukkan diri di lantai sehingga kini Rania berada di pangkuannya dengan memunggunginya. Awalnya Imron menyentak pinggulnya agar penisnya menyodok-nyodok vagina Rania, namun setelah dua menitan Imron menghentikannya dan kini malah Ranialah yang dengan sendirinya menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat. Dia juga membiarkan Imron mencupangi leher dan bahunya, di depannya Ellen juga ikut mengenyot payudaranya sambil menggosok-gosok kemaluannya sendiri. Dengan mata terpejam, Rania menghayati permainan itu, mulutnya terus menceracau tak jelas.

 

Tak lama kemudian kembali gelombang orgasme melandanya, daerah selangkangannya semakin basah karenanya. Imron terus menekan-nekan tubuh Rania selama beberapa saat ke depan sampai akhirnya dia pun memenggeram dan memeluk erat Rania. Sesuatu yang hangat terasa di dalam kemaluannya, ya, cairan sperma Imron memang sudah mengisi rongga kewanitaannya, sebagian berleleran ke luar bercampur dengan darah dan cairan vagina. Di saat itu juga Ellen juga mencapai kepuasan hasil gesekan dengan jarinya sendiri, jari-jarinya yang lentik telah basah oleh cairan itu. Setelah puas dengan kehangatan tubuh Rania, Imron melepas pelukannya sehingga Rania tergolek lemas. Setelah reda birahinya, Rania baru mulai didera penyesalan telah mengkhianati tunangannya dan terjerumus ke dalam perangkap seks ini, bahkan sempat menikmatinya. Sekalipun dia seorang wanita yang tegar, saat itu air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ellen mengangkat punggungnya dan menyandarkannya pada tubuhnya dengan maksud menenangkannya, dalam pelukan Ellen lah Rania menangis terisak-isak. Sementara Imron melihat mereka sambil merokok dan menyeringai puas.

 

Sejak malam itulah kehidupan Rania berubah seperti halnya para korban Imron lainnya. Di satu waktu mereka memang mahasiswi dan dosen yang terpelajar, wanita-wanita muda yang menikmati hari-hari mereka, wanita yang menjadi teman atau pacar yang baik, namun di lain waktu, ketika ponsel mereka berbunyi atau ketika isyarat dari pria setengah baya itu muncul, mereka harus siap menjadi mesin pemuas nafsu binatang yang entah sampai kapan berakhir, karena merekapun telah terjerat dalam hasrat terliar mereka sendiri. Akankah lingkaran setan ini bertambah besar seiring dengan aksi Imron yang makin merajarela ? Akankah muncul seorang pahlawan yang akan membebaskan wanita-wanita malang ini kelak ? Belum ada yang bisa menjawabnya, setidaknya untuk sekarang.

 

###########################

 

Sore, jam 4:30, di Universitas ******, gedung D, tempat perkuliahan fakultas arsitektur, kuliah terakhir selesai sejam yang lalu, tempat itu sudah 90 persen kosong karena sebagian besar dosen dan mahasiswanya sudah pulang. Imron baru saja selesai menyapu di lantai tiga, dia berjalan membawa sapu dan ceruk hendak turun dan beristirahat di ruangnya. Ketika melewati ruang jurusan dia mendengar suara desahan disertai rintihan kecil, semakin mendekati ruangan itu, semakin jelas pula suara-suara itu terdengar. Seringai mesum muncul di wajah kasarnya, ‘mangsa baru’ demikian yang langsung terlintas dalam pikirannya. Mengendap-endap dia mendekati ruangan itu, namun…’sialan’ katanya dalam hati, jendela itu yang bagian atasnya kaca bening tertutup tirai. Akalnya jalan, buru-buru dia ke menuruni gedung itu menuju gudang, sapu dan ceruk itu ditaruhnya lalu diambilnya sebuah bangku tinggi dan segera kembali ke tempat tadi. Dengan hati-hati dia menaiki bangku itu tanpa menimbulkan suara mencurigakan, melalui lubang angin lah dia dapat melihat sumber suara itu.

 

Mata Imron yang cekung ke dalam itu melotot menyaksikan apa yang dilihatnya. Di atas sofa, Pak Dahlan, dosen sekaligus ketua jurusan arsitektur sedang mencumbui payudara seorang gadis cantik. Si gadis duduk di pangkuannya dengan kaos dan cup bra tersingkap ke atas, kepalanya menengadah dengan mata terpejam sesekali mendesah. Tangan Pak Dahlan memasuki rok gadis itu mengelusi paha putih mulusnya, sebentar kemudian tangannya keluar dari rok itu, kali ini beserta sebuah kain warna putih, oh rupanya dia menarik lepas celana dalam gadis itu. Si gadis juga menggerakkan kakinya membantu celana dalam itu lolos. Setelah celana dalam itu jatuh ke lantai, Pak Dahlan melumat bibir mungil gadis itu, mereka saling kecup, lidahnya pun saling sedot, tangan Pak Dahlan meremasi payudara montok gadis itu, sedangkan tangan gadis itu melingkari punggung Pak Dahlan. Mereka demikian hanyut dalam birahi sampai tidak tahu sepasang mata sedang menintip mereka bahkan memotret mereka dengan cameraphone. Sungguh kontras perbedaan keduanya, si gadis berparas cantik dan bertubuh putih langsing, sementara Pak Dahlan bertubuh tambun dan berkulit sawo matang, rambutnya agak bergelombang dengan kumis di atas bibir tebalnya. Dari segi usianya, Pak Dahlan adalah duda berumur limapuluhan, sebaya dengan Imron, seusia dengan ayah si gadis itu.

 

Ternyata benar yang dikatakan kabar burung selama ini bahwa Pak Dahlan, bandot tua itu, memang bisa disogok dengan ‘daging mentah’ untuk mengkatrol nilai, dan hal ini berlaku bagi mahasiswi yang punya modal kecantikan. Akal bulus Imron bekerja, kalau saja dia bisa mendekati bandot tua itu, tentunya dia mempunyai koneksi dari kalangan atas yang bisa melindunginya kalau sampai terjadi apa-apa, dengan kata lain ada backing, selain itu juga dia mungkin dapat ikut menikmati korban si bandot tua ini sekaligus memuluskan aksi gilanya. Sungguh rencana jangka panjang yang cemerlang, pengalaman masa mudanya di dunia hitam membentuk dirinya untuk berpikir cepat dan jitu. Dia pun turun dari bangku dan mengetuk pintu. Imron menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka, pastilah yang di dalam sana sedang kelabakan menutupi kejadiannya. Pak Dahlan nongol dari pintu sambil tersenyum menutupi kegugupannya.

“Eh, Pak Imron, ada apa nih, maaf ya tadi ada kerjaan yang tanggung, jadi nunggu lama nih !” katanya sambil keluar dan menutup pintu.

 

“Ooo…gapapa kok Pak Dahlan, harusnya kan saya yang maaf karena udah ngeganggu kalian”

Kata terakhir itulah yang membuat raut wajah Pak Dahlan berubah tak bisa lagi menyembunyikan rasa bersalahnya. ‘Kalian’ ini berarti penjaga kampus itu telah mengetahui bukan cuma dia sendiri di dalam kantornya, ditambah dia juga melihat bangku tinggi ketika menoleh ke samping.

“Ahaha…Pak Imron ini, anda…!” katanya masih berusaha berkelit

“Tenang aja Pak Dahlan kita ini kan sama-sama laki-laki, saya ga akan mempersulit atau memeras anda kok, malah saya ada penawaran menarik buat anda !” Imron memotong kata-kata Pak Dahlan dan meletakkan tangannya di pundak pria tambun itu.

“Maksud anda ?” tanyanya lagi.

Imron merangkul pundak Pak Dahlan dan menjelaskan tentang kerjasama yang ditawarkan, dengan kelicikannya dirinya dapat menjebak dan menarik wanita yang dia inginkan untuk menjadi budak seksnya, dan dengan kuasanya Pak Dahlan dapat membacking dirinya seandainya satu hari nanti ada situasi darurat, dan juga memberi bantuan informasi mengenai profil korbannya seperti korban dan nomor yang dihubungi.

 

Senyum kembali mengembang dari wajah Pak Dahlan, ini namanya simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan namanya, begitu pikir Pak Dahlan, berarti dia dapat mencicipi gadis-gadis lain di luar fakultas arsitektur juga, menyediakan informasi dan melindungi baginya masalah kecil mengingat posisinya cukup terpandang di kampus itu.

“Pak Imron hehehe…tau gini kenapa ga cari saya dari dulu hehehe !”

Mereka tertawa-tawa dan berjabat tangan tanda terjalinnya suatu persekongkolan jahat yang akan menghantui setiap gadis-gadis cantik di kampus itu.

“Pak, sekarang itu cewek di dalam gimana, kasian tuh nunggu lama dia !” kata Imron

“Ok deh, biar saya omong ke dia biar kita nikmati bersama, tapi janji yah, besok kasih saya nyicipin hasil anda !” ujar Pak Dahlan dengan antusias.

“Beres deh Pak, pokoknya saya jamin Bapak juga seneng kok !”

Merekapun masuk ke dalam, Pak Dahlan memanggil gadis itu keluar dari persembunyiannya di bawah meja kerja. Dia sempat kaget melihat ada orang lain yang ikut masuk.

“Maaf ya Fan, mari saya jelaskan sebentar…” Pak Dahlan menjelaskan masalahnya dan meyakinkannya agar tidak perlu kuatir skandal ini terbongkar dengan jaminan jabatannya.

 

Gadis itu lalu dikenalkannya pada Imron. Dia bernama Fanny, 21 tahun, seorang gadis indo bule dengan tinggi 167 cm, berat 49 kg dan berdada 34C, lekuk tubuhnya indah bak biola ditunjang kaki yang panjang dan mulus, rambutnya berwarna kemerahan sebahu, wajahnya pun cantik apalagi saat itu dia memakai soft lens hijau. Terlepas dari itu semua dia adalah mahasiswi yang dikenal bispak dan tukang gonta-ganti pacar. Karena nilai UTS nya yang jeblok, dia nekad menggadaikan tubuhnya ke bandot tua yang kebetulan mengajar mata kuliah yang itu dengan tujuan memperbaiki nilainya. Fanny awalnya merasa risih harus melayani orang rendahan seperti Imron, ditambah lagi tatapan mata Imron yang penuh aura kemesuman. Dia lalu disuruh duduk di sofa diapit kedua pria itu. Imron menatap kagum bentuk tubuh Fanny yang ideal yang terbungkus kaos kuning ketat dengan bawahan rok putih yang menggantung 5cm diatas lutut, putingnya nampak tercetak karena tidak sempat membetulkan letak bra-nya yang tersingkap waktu Imron datang tadi.

 

Imron mulai membelai lengan mulus Fanny sehingga membuatnya merinding, di sebelah kanannya Pak Dahlan juga kembali merangkul tubuhnya. Lengannya yang gempal masuk lewat bawah bajunya dan mencaplok payudaranya. Pak Dahlan mencaplok bibir Fanny dan melakukan French kiss yang panas. Fanny sendiri semakin naik gairahnya karena remasan Pak Dahlan pada payudaranya dan di sebelahnya Imron juga sudah memegang putingnya dengan dua jari dari luar kaos ketatnya, lalu dia menunduk mengisap puting itu sehingga liurnya membekas di kaos kuning itu. Fanny dengan pasrah merenggangkan pahanya ketika tangan Imron menjalar ke sana, birahinya yang belum tuntas membuatnya menerima kehadiran tamu tak diundang itu.

“Eemmhh…mmmhh !” terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman ketika Imron menyentuh bagian kemaluannya yang sudah tidak tertutup celana dalam.

Imron mengangkat kaki kiri Fanny ke sofa sehingga pahanya terbuka dan menampakkan kemaluannya yang berbulu jarang. Tidak puas cuma memainkan puting itu dari luar, disingkapnya kaos gadis itu mengeluarkan payudaranya, segera terlihat jempol Pak Dahlan sedang menggosok-gosok puting kanannya. Imron memainkan vagina Fanny dengan dua jari sambil mengenyot payudara kirinya, sementara tangan satunya mengelusi pahanya.

 

Tanpa melepas ciuman, tangan Fanny meraih selangkangan Pak Dahlan dari luar celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu dengan lembut.

“Hehehe…udah gatel yah Fan, bentar yah Bapak buka dulu !” Pak Dahlan melepas ciuman untuk membuka celananya.

Fanny tertegun melihat penis Pak Dahlan yang panjangnya sekitar 17cm, hitam dan mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu. Saat itu Imron juga menarik lepas rok yang dikenakan Fanny disusul melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Perhatiannya beralih sejenak dari penis Pak Dahlan ke tubuh Imron yang lebih berotot dengan bekas luka di dadanya, kulitnya hitam kasar karena sering mengerjakan pekerjaan keras dan dimakan usia, panjang penisnya tak beda jauh dari Pak Dahlan, namun lebih gagah dan keras, terlihat dari guratan-guratan urat di sekitarnya. Belum ditusuk Fanny sudah merasa dirinya luluh lantak tersugesti oleh apa yang dibayangkannya sendiri.

 

Fanny disuruh menungging di sofa, tangannya menggenggam penis Pak Dahlan dan mulai menjilati kepala penisnya sesuai permintaan pria itu. Sambil mengoral Fanny merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Imron sedang menjilati bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Fanny menggelinjang, apalagi waktu mulut Imron bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.

“Diisep Fan !” perintah Pak Dahlan yang langsung dituruti Fanny dengan memasukkan penis itu ke mulutnya, di dalam mulut dia mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penis itu.

Pak Dahlan melenguh nikmat merasakan sepongan Fanny yang profesional itu, tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya yang menggantung. Kini titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-habisan. Imron menyedot vaginanya hingga mengeluarkan suara-suara ciuman. Kenikmatan itu diekspresikan Fanny dengan semakin bersemangat mengulum penis Pak Dahlan, desahan halus terdengar di sela-sela oral seksnya.

 

Sementara wajah Imron makin terbenam diantara bulu kemaluan Fanny, dengan jarinya dibukanya bibir vagina itu memperlihatkan bagian dalamnya yang merah basah. Dia lalu menjilati klitorisnya dengan rakus. Fanny makin menggelinjang dan menggoyangkan pantatnya akibat sensasi yang ditimbulkannya. Imron sangat menikmati vagina itu sambil menggeram-geram penuh birahi

“Yeeaahh…enak, wangi Non, sslluurrpp…sssrrpp !!”

“Oohh…iyahhh…terus Fan, enak banget…emut terus !” Pak Dahlan juga blingsatan karena sepongan Fanny, dia meremasi rambut gadis itu sesekali juga payudaranya.

Tiba-tiba Fanny menghentikan sepongannya dan mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak penis Pak Dahlan dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Imron mendorong penisnya ke vaginanya.

“Uuhhh…pelan-pelan Pak, oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat penis itu pelan-pelan memasuki vaginanya.

Fanny merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya. Melayani orang seusia Imron memang bukan yang pertama kali, karena pernah juga dia 2-3 kali melayani om-om setengah baya dengan bayaran tujuh digit, namun mereka tidak seperkasa yang satu ini, Pak Dahlan yang sedang dia oral pun penisnya tidak sekeras dan sepadat Imron.

 

Imron mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Fanny menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu teredam karena Pak Dahlan menekan kepalanya dan menyuruhnya mengoral penisnya kembali. Fanny pun mencoba kembali berkonsentrasi pada penis Pak Dahlan di tengah sodokan-sodokan Imron yang makin kencang.

“Pelan-pelan aja toh Pak Imron, ntar anu saya kegigit gimana ?” himbau Pak Dahlan melihat Fanny agak kesulitan mengoral penisnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.

“Huehehe…maaf deh Pak, keenakan sih sampe lupa, ini saya turunin giginya deh !” Imron terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit kecepatannya.

Dengan begitu Fanny bisa lebih nyaman melayani penis Pak Dahlan sambil mengimbangi gerakan Imron. Fanny mengkombinasikan hisapan dengan kocokan dan belaian pada batang dan puah pelir Pak Dahlan.

 

Pria itu merem-melek menikmati pelayanan gadis itu, tak lama kemudian dia merasa sudah mau keluar, penisnya berdenyut-denyut semakin cepat sehingga dia menggeram, dan akhirnya cret…cret…muncratlah spermanya ketika Fanny sedang mengocok sambil menjilatinya. Cairan putih kental itu membasahi wajah dan tangannya, lalu Fanny kembali memasukkan benda itu ke mulutnya sehingga semprotan berikutnya tertelan olehnya, dihisapnya dengan bernafsu sampai batang itu berangsur-angsur berkurang ketegangannya, lidahnya membersihkan benda itu sampai benar-benar bersih. Kemudian Fanny melepaskan sepongannya dan wajahnya terangkat, namun tangannya masih menggenggam batang penis itu, nampak dia menggerakkan lidah menjilati sperma di sekitar bibirnya. Pak Dahlan bersandar lemas pada sofa setelah mencapai klimaksnya, dia membuka bajunya sendiri karena kepanasan sehingga perutnya yang bulat dengan dada yang sedikit berbulu itu terlihat. Tubuh hitam kedua pria itu terlihat kontras dengan tubuh Fanny yang putih mulus. Di tubuh Fanny sendiri kini hanya tersisa bra dan kaosnya yang sudah tersingkap.

 

Di belakang sana, Imron kembali menaikkan tempo genjotannya, tangannya yang tadi cuma berpegangan pada pinggangnya menjalar ke depan meremasi dua payudaranya.

“Oooohhh…aaahhh….eehhmm…Pak !” suara lirih keluar dari mulut gadis itu setiap kali Imron menyodok-nyodokkan penisnya.

Cairan pelumas dari vagina Fanny makin banyak sehingga penis Imron yang sedang keluar-masuk di sana semakin lancer. Perasaan nikmat menjalari tubuhnya hingga akhirnya membobolkan pertahanannya. Tubuhnya mulai mengejang seiring nafasnya yang makin memburu. Sebuah erangan panjang menandai orgasmenya. Serangan Imron semakin ganas dan dia menyusul ke puncak beberapa menit kemudian. Spermanya yang hangat mengisi liang kemaluannya, dia melenguh melepaskan cairan itu serta mendekap erat tubuh Fanny hingga jatuh telungkup menindihnya. Setelah orgasmenya reda, Imron beringsut dan duduk di posisinya semula. Fanny masih telungkup dengan satu kaki menjuntai ke lantai, keringat membasahi tubuh dan wajahnya, dari selangkangannya cairan itu meleleh membasahi daerah itu juga sofa kulit di bawahnya.

 

Pak Dahlan mengangkat lengan Fanny dan menyandarkan punggungnya ke sofa, dengan tissue disekanya ceceran sperma di wajah gadis itu. Dengan tenaganya yang mulai pulih, Fanny meraih tas kecil yang dia letakkan di meja dekat situ, diambilnya sesachet tissue basah untuk mengelap wajahnya agar lebih bersih dan mengurangi aroma sperma itu. Pak Dahlan rupanya sudah ingin mencoba vagina Fanny, disuruhnya Fanny tidur telentang di sofa dan langsung dituruti tanpa disuruh kedua kali. Imron menawarkan pahanya pada Fanny untuk bersandar, sehingga dia pun bisa mendekap tubuhnya. Setelah posisinya pas, Pak Dahlan merenggangkan kedua belah paha Fanny dan menempelkan ujung penisnya pada bibir vagina Fanny.

“Ooohh…!” desah Fanny dengan tubuh bergetar ketika penis Pak Dahlan mulai memasukinya.

Tangannya meraih telapak tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya seakan-akan meminta diremasi. Perlahan Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pantatnya, di sisi lain Imron mendekap tubuh Fanny sambil menggerayangi payudaranya, putingnya dia cubit pelan, sesekali digosok-gosokkannya jarinya di sana, sesekali mulutnya juga nyosor melumatnya sehingga benda itu makin mengeras.

 

“Enak yah Non, kapan nih pertama kali ngentot ?” tanya Imron dekat telinganya tanpa melepas tangannya dari payudaranya.

“Dulu di…sma…hhhmmmhh…enam…aah…belas tahun !” jawabnya dengan lirih

“Sekarang udah ada pacar Non ?” tanyanya lagi sambil memelintir putingnya.

“Lagi ngga…aahhh…aahh…iyah Pak…enak !”

Imron mengakhiri pertanyaannya dengan memagut bibir Fanny, dicumbunya gadis itu dengan penuh nafsu, Demikian halnya dengan Fanny yang tengah dilanda birahi, dia tak kalah seru membalas serangan mulut Imron sampai terdengar suara-suara kecupan disamping desahan yang teredam, lidah Imron yang tebal dan kasar menyapu segenap rongga mulut Fanny, air liur nampak menetes dari sudut bibir keduanya. Pak Dahlan terus menggenjoti vagina Fanny sambil menggumam tak jelas, terkadang dia melakukan gerakan memutar sehingga Fanny merasa kemaluannya diaduk-aduk. Setelah puas berciuman, Imron lalu menarik lepas kaos dan bra Fanny yang sudah terangkat hingga tak sehelai kain pun tersisa di tubuhnya.

 

Imron bergeser sedikit sehingga bisa mengarahkan penisnya yang sudah mengeras lagi ke mulut Fanny.

“Ayo Non, servis mulutnya dong !” pintanya.

Fanny pun mulai menggenggam penis itu dan mendekatkan mulutnya. Gila perkasa banget, keras dan urat-uratnya nonjol gini, demikian kata Fanny dalam hati, diam-diam dia mengagumi keperkasaan penis Imron yang barusan mengocok vaginanya. Batang itu sedikit lengket karena masih berlumur sperma dan cairan kemaluannya yang hampir kering. Fanny membuka mulut selebar mungkin untuk memasukkan benda itu yang tidak muat seluruhnya di mulutnya yang kecil. Kemudian dia mulai mengisapnya sambil mengocok pangkalnya yang tidak masuk mulut dengan tangannya. Kurang dari lima menit Imron menyudahi oral seks itu, kini dia menaiki dada Fanny dan menjepitkan penisnya yang basah diantara kedua gunung kembar itu. Payudara Fanny yang bulat montok itu rupanya menggoda Imron untuk mencoba ‘breast fucking’, digesek-gesekkannya penisnya diantara himpitan payudaranya. Terkadang Fanny mengerang dan meringis menahan sakit karena Imron melakukannya dengan brutal, belum lagi sodokan-sodokan Pak Dahlan pada vaginanya.

 

Pak Dahlan makin mendekati puncak kenikmatan, genjotannya semakin cepat dan mulutnya makin menceracau. Hal serupa juga dialami Fanny yang syaraf-syaraf pada organ kewanitaannya bereaksi makin dahsyat mengirimkan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Keduanya pun mencapai orgasme berbarengan, sekali lagi cairan sperma mengisi vaginanya, sampai meluber sebagian melalui pinggir bibir vaginanya. Imron yang sedang bergumul diatas dadanya bagaikan cowboy yang sedang main rodeo di atas tubuh Fanny yang terlonjak-lonjak diterpa orgasme. Tak lama kemudian spermanya menyemprot ke wajah dan dadanya. Setelah semprotannya reda, Imron menempelkan penisnya ke bibir Fanny. Tahu apa yang harus dilakukan, Fanny pun menjilati penis itu hingga bersih dan membersihkan sisa-sisa spermanya.Kedua hidung belang itu bersandar lemas pada sofa, Fanny juga terbaring melepas lelah sambil mengelap sperma di dadanya dengan jari dan dia jarinya menikmati ceceran sperma itu. Acara hari itu selesai sampai disitu, Pak Dahlan menyuruh Fanny datang lagi keesokan harinya atas permintaan Imron, Imron pun berjanji menawarkan salah satu ‘budak’nya untuk dicicipi dosen bejat itu.

 

Malam hari itu sekitar jam delapan, sebuah SMS berbunyi ‘besok di lt3 tiga gedung D, jam empat sore’ masuk ke ponsel Sherin, gadis yang pernah diperkosa Imron di sebuah kelas kosong bersama sopirnya (eps. 3). Dia meneguk ludah, pasrah dengan nasibnya karena tidak ada pilihan lain baginya dibawah intimidasi Imron terhadapnya, juga dia khawatir keselamatan pacarnya yang sangat dia sayangi kalau tidak menuruti kemauan bajingan itu. Memang sebuah dilema baginya, namun tak dapat disangkal dirinya juga mulai menikmati diperkosa oleh Imron dengan gayanya yang liar itu. Selanjutnya diapun mengirim SMS pada temannya yang berencana akan ke kafe keesokan harinya untuk berangkat duluan, dia akan menyusul belakangan karena ada urusan keluarga.

 

Dalam tidurnya dia bermimpi menemukan dirinya dalam sebuah ruangan dengan hanya memakai bra dan celana dalam. Tiba-tiba sepasang lengan kokoh mendekapnya dari belakang, dia tidak bisa melihat wajahnya karena suasana yang remang-remang, yang jelas tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Kemudian di hadapannya muncul dua sosok lain dari keremangan itu. Wajah mereka mulai terlihat jelas, yang satunya bertubuh kurus dengan kumis tipis, yang lain tubuhnya lebih berisi dengan bekas luka di dada, keduanya cuma bercelana dalam. Dia meronta dan menjerit mengetahui orang itu adalah bekas sopirnya yang memperkosanya habis-habisan sebelum pergi, sedangkan yang satu lagi tak lain si maniak pemerkosa di kampusnya. Keduanya terkekeh-kekeh melepas celana dalam mereka mengeluarkan penis mereka yang sudah tegang. Mata mereka memandang nanar pada tubuh mulus yang hanya terbungkus pakaian dalam itu. Tangan gempal dari belakangnya menyusup ke cup branya dan bersentuhan dengan kulitnya. Kemudian kedua orang di hadapannya menarik robek pakaian dalamnya, tangan-tangan kasar itu berkeliaran di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggelinjang hebat. Diapun terbangun dengan tubuh berkeringat dan selangkangannya sedikit basah. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, setelah meminum seteguk air, akhirnya dengan susah payah dia tertidur lagi.

 

Keesokan harinya, setelah selesai main basket Sherin menaruh barang-barangnya di mobil tanpa salin terlebih dahulu. Dengan langkah berat diapun menuju gedung D dengan pakaian timnya berupa kaos putih agak longgar dan celana pendek ketat yang memperlihatkan paha jenjangnya. Rambutnya diikat ke belakang agar tidak terlalu panas setelah berolahraga. Di gedung D tinggal sedikit orang disana, disana tidak ada lift karena tempat itu memang gedung lama dan lantainya memang hanya tiga. Makin berjalan ke atas makin sepi saja rasanya, ketika menaiki tangga lantai dua menuju ke tiga dia dikagetkan oleh sebuah tangan yang menepuk pantatnya.

“Huh…jaga dong sikapnya Pak, ini kan tempat umum !” gerutu Sherin dengan kesal.

“Hehehe…gitu aja marah ah !” katanya santai “yuk kita keatas, udah ditunggu tuh !”

“Hah, apa Bapak bilang ? ditunggu ?” Sherin terkesiap “saya emang salah apa ? kok Bapak malah buka mulut sih !” suaranya meninggi karena marah.

“Lha, Non kan sukanya rame-rame, seperti waktu sama sopir Non itu kan, jangan sewot gitu dong !”

“Tapi kan Bapak janji ga bakal ngebuka rahasia, tapi kok gini sih !” Sherin tambah kesal

“Heh-heh, katanya ini tempat umum kok sendirinya omong keras-keras, mau ketahuan apa?” timpal Imron “hayo mau ke atas ga, tambah seorang aja kok, atau mau yang lain juga ikutan tau” ancamnya

 

Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Sherin pun mengikutinya ke atas. Walaupun kesal, namun sisi lain dirinya juga mulai menyenangi dikeroyok seperti waktu itu, dan sekaranglah dia akan kembali mengalaminya. Imron mengetuk pintu ruang Pak Dahlan dan terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.

“Nah, ini nih Pak cewek yang saya janjiin kemarin, sip kan !?”

Wajah Sherin merah padam mendengar ocehan Imron, serendah itukah dirinya, seperti seorang pelacur yang sedang dipromosikan oleh germonya saja.

“Ini gila, aku ini anak dari keluarga baik-baik, punya cowok yang baik, bajingan inilah yang menyeretku ke dalam lembah nista ini, tapi kok aku malah bergairah diperlakukan tidak senonoh gini” Sherin bergumul dalam hatinya.

Pak Dahlan menatapinya sejenak dari bawah sampai atas, lalu mempersilakannya duduk. Sherin yang masih canggung menurutinya setelah diberi syarat gerakan mata oleh Imron. Pak Dahlan berbasa-basi dulu dengan menanyakan nama, kuliah di fakultas apa, dan bagaimana studinya. Sherin merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu yang seakan menelanjangainya sehingga selama diajak ngobrol dia agak nervous.

 

“Habis main basket ya ?” tanyanya lagi yang dijawab dengan anggukan “Minum dulu ya, biar segar !” katanya sambil bangkit ke arah dispenser dekat situ dan mengisi sebuah gelas kecil.

Sherin menerima gelas yang disodorkan Pak Dahlan seraya mengucapkan terima kasih. Diminumnya air itu beberapa teguk. Kemudian tangan Pak Dahlan memegang tenguknya serta memijatnya pelan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding karena tangan itu juga mengelusi lehernya.

“Gimana udah lebih enakan sekarang ?” tanyanya sambil terus memberikan pemanasan melalui pijatannya.

Sherin terdiam tak mampu menjawab apapun, pijatan lembut pada pundak dan lehernya itu membuatnya merasa nyaman sehabis berolahraga barusan sekaligus membangkitkan nafsunya.

“Wah, badannya keringatan gini, dibuka aja bajunya biar ga gerah ya !” ucapnya kalem

Mungkin karena bagusnya foreplay Pak Dahlan, Sherin tak mampu menolaknya, malahan dia mengangkat sendiri tangannya membiarkan kaos timnya dilucuti pria itu sampai terlihat tubuhnya yang indah dengan perut rata dan payudara yang masih tertutup bra krem.

 

Pak Dahlan memandang kagum akan keindahan tubuh Sherin yang akan dia nikmati sebentar lagi. Dia tak ingin menikmatinya terburu-buru agar lebih terasa enaknya.

“Celananya sekalian yah Sher !” katanya lagi sambil merunduk meraih bagian pinggang celana sport itu.

Seperti sebelumnya, kali ini pun dia pasrah celana itu diloloskan lewat kedua kakinya sehingga kini di tubuhnya hanya tersisa satu stel pakaian dalam warna krem dan kaos kaki dan sepatu basket. Dia menyilangkan lengan ke dada dengan wajah memerah karena malu. Imron sejak masuk tadi masih duduk di sofa memperhatikan gadis itu diwawancarai hingga dikerjai seperti sekarang, wajahnya terlihat nyengir-nyengir memperhatikan adegan itu. Pak Dahlan menarik lepas ikat rambut Sherin hingga rambutnya terurai hingga bahunya.

“Wah…wah, bener-bener kaya bidadari, Pak Imron ini pinter milih ya !” sahutnya mengagumi kecantikan Sherin “coba berdiri Sher, ayo jangan malu-malu”

Dia melihat tubuh gadis itu tanpa berkedip, kemudian mulai mengelus pipinya, tangannya, elusannya terus turun hingga menyusup lewat atas celana dalamnya.

 

Sherin menggigit bibir sambil memegangi lengan Pak Dahlan yang memasuki celana dalamnya, tapi hanya sekedar memegangi bukannya menahan. Kata-kata penolakan gadis itu yang hanya retorika belaka malah membuat Pak Dahlan semakin gemas dengannya. Tangan itu mulai membelai permukaan vagina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, semakin jauh menyentuh bibir kemaluannya.

“Sshhhh…eemmhh !!” akhirnya Sherin pun tak sanggup lagi menahan desahannya

Dengan nafsu sudah diubun-ubun, Pak Dahlan langsung memeluk gadis itu dan menyerbu bibirnya. Lidahnya menyeruak masuk ke mulutnya yang terbuka ketika mendesah. Jari-jari Pak Dahlan mulai terasa memasuki vaginanya dan bergerak liar seperti ular sehingga menyebabkan daerah itu semakin becek. Erangan tertahan terdengar dari antara percumbuan yang panas itu. Puas berciuman, Pak Dahlan kembali mendudukkan Sherin di kursi tadi, lalu di depan gadis itu dia membuka celananya, burungnya yang sudah bangun tadi seakan meloncat dari sangkarnya begitu dia menurunkan celana dalamnya. Sherin terhenyak melihat benda yang mengacung tegak mengarah ke wajahnya itu.

 

Pak Dahlan meraih kepala Sherin sambil tangan yang satunya menggenggam penisnya dan mendekatkan ke mulutnya.

“Ayo, diemut yah !” pintanya.

Dengan pasrah Sherin mulai menggenggam penis itu dengan tangan bergetar, mulutnya dia buka untuk memasukkan batang itu. Pria tambun itu menggeram nikmat merasakan kuluman Sherin dan permainan lidahnya. Sekitar tiga menitan dia mengoral Pak Dahlan, terdengarlah ketukan di pintu, semua di ruang itu diam dengan mata memandang ke pintu.

“Gapapa…Non Fanny kok !” Imron memberitahu setelah mengintip lewat tirai.

“Siapa Pak !” Sherin nampak bingung dan mengambil pakaiannya yang tercecer untuk menutupi tubuhnya

“Aah…tenang aja Sher, ntar kamu juga kenalan kok, udah ini taro lagi deh !” kata Pak Dahlan seraya mengambil kaos dari tangan gadis itu.

Fanny agak kaget ketika melihat di ruang itu ada gadis lain yang hanya berpakaian dalam dan dosennya dengan celana sudah melorot itu.

 

“Dia kesini mau ngeramein suasana, tenang aja aman kok !” Imron menjelaskan pada Fanny.

Sementara itu Pak Dahlan kembali mengeluarkan penisnya dan medekatkannya ke mulut Sherin. Karena waktu itu Sherin masih merasa risih, Pak Dahlan menjejalkannya ke mulut dengan setengah paksa.

“Ayoh…gapapa kok, jangan malu-malu gitu !” katanya.

Dari belakang, Imron memeluk pinggang Fanny yang masih terbengong menyaksikan kelakuan dosennya itu. Diciumnya leher jenjang Fanny sehingga bulu kuduknya merinding dan semakin horny. Tangannya dengan lincah melepas sabuk dan membuka resleting gadis itu, maka meluncur jatuhlah celana jeans panjang itu memperlihatkan keindahan sepasang paha mulus dibaliknya serta celana dalam G-string yang seksi. Telapak tangan Imron menyelinap ke balik celana dalam itu dan memegang kemaluannya. Tubuh Fanny bergetar dan matanya terpejam menahan nikmat terlebih ketika jari-jari Imron menggosok bibir kemaluannya.

 

Hembusan nafas dan ciuman Imron pada telinganya membuat nafsunya makin naik. Kemudian dia mengangkat tangannya dan melingkarkan ke belakang kepalanya. Wajahnya menengok ke samping dan langsung mendapat pagutan panas dari Imron. Sambil berciuman, Imron menggerakkan tangan satunya menyingkap kaos ‘NEXT’ tanpa lengan yang dikenakan Fanny. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh bagian atasnya hingga akhirnya menyusup ke cup bra kanannya.

“Eemmpphhh…mmm !” desah Fanny tertahan setiap kali Imron mengorek liang vaginanya dengan jarinya atau mempermainkan putingnya.

Sementara di hadapan mereka, Pak Dahlan sudah menghentikan oral seks bersama Sherin. Sekarang pria tambun itu sedang duduk memangku Sherin yang tinggal memakai celana dalamnya saja sambil menyusu dari payudaranya. Tangan satunya menopang tubuh Sherin dan tangan lainnya bergerilya menyusuri keindahan tubuhnya. Pipi pria itu sampai kempot menyedot puting Sherin, sepertinya dia sangat gemas dengan payudara Sherin yang putih montok dengan puting kemerahan itu. Sherin sendiri nampak mendesah nikmat dengan kepala menengadah dan mata terpejam.

 

Imron menggiring Fanny ke sofa tempat kemarin bertarung, dia melepas pakaian karyawannya hingga bugil memperlihatkan penisnya yang sudah mengeras itu. Kemudian dia naik ke sofa menindih tubuh Fanny, kembali dia mencumbunya dengan ganas, keduanya berpelukan erat sambil memainkan lidah masing-masing. Berbeda dengan korban Imron lainnya yang umumnya harus ditaklukkan dengan cara paksa, Fanny nampaknya ok-ok saja melayani si penjaga kampus ini, bahkan cukup antusias. Dengan predikat sebagai gadis nakal semua itu tentu hanya sekedar tambah pengalaman baginya. Dari bibir ciuman Imron merambat turun sambil lidahnya menjilati leher dan pundaknya hingga ke payudaranya yang sudah keluar dari cup branya. Terlebih dulu Imron melepaskan kaosnya yang sudah tersingkap, selanjutnya dia keluarkan payudara yang satunya dari cupnya. Bra itu tetap melingkar di dadanya, hanya saja cupnya sudah dipeloroti. Mulut Imron mengenyoti kedua gunung itu secara bergantian, daerah itu jadi basah oleh ludahnya.

“Aahh…ahhh…mmmhh !” desah Fanny sambil meremasi rambut Imron.

Tangan Imron turun ke bawah memeloroti celana dalam G-string itu perlahan-lahan sambil mengelusi pahanya hingga celana itu pun akhirnya terlepas tapi masih nyangkut di kaki kiri Fanny.

 

Tidak jauh dari situ, nampak Sherin yang duduk di tepi meja kerja dengan Pak Dahlan masih duduk di kursi tadi dengan kepala terbenam di selangkangan gadis itu. Lidah Pak Dahlan menari-nari menyapu dinding vagina Sherin, terkadang juga menyentuh klitorisnya. Tangan kirinya menjulur ke atas memijati payudara kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelusi paha dan pantatnya, sesekali juga ikut memainkan jarinya pada vaginanya. Sebentar saja badan Sherin sudah menegang.

“Oohh…Pak, aaahh !” kedua paha mulusnya makin menghimpit wajah Pak Dahlan.

Pak Dahlan dengan rakus menyedoti cairan cintanya sampai terdengar bunyi menyeruput. Setelah itu dia bangkit berdiri di depan Sherin yang masih duduk di tepi meja, kaki kanannya dia buka lebih lebar dan diarahkannya kepala penisnya ke vagina Sherin. Dia lalu menekan penisnya pada vagina Sherin yang sudah becek itu. Sherin tersentak ketika batang itu menyeruak masuk dengan agak kasar ke dalam vaginanya, terasa sekali benda itu menggesek dinding vaginanya yang penuh lendir.

“Aaww…aagghh !” desahnya dengan badan tertekuk ke atas.

 

Pria tambun itu menyetubuhinya dengan ganas sehingga payudara Sherin nampak tergoncang-goncang seirama hentakan tubuhnya. Matanya merem-melek merasakan tusukan penis Pak Dahlan yang datang bertubi-tubi. Dia mengarahkan pandangannya ke depan dan dilihatnya wajah lebar berkumis itu sedang menatapnya dengan takjub. Pria itu terus menyetubuhinya sambil berpegangan pada kedua pahanya. Sherin melingkarkan tangan kirinya ke leher Pak Dahlan dan tangan kanannya bertumpu di meja.

“Ah…iyah Pak…aahh-ah-terus !” Sherin menceracau demikian secara refleks.

Sebuah benda basah yang hangat mendadak terasa menggelitik telinganya, rupanya Pak Dahlan sedang menjilati daerah itu. Jilatan dan hembusan nafasnya di sana membuat gairahnya semakin meledak-ledak. Selanjutnya bibir Pak Dahlan bergeser ke pipinya, sapuan kumisnya terasa pada wajahnya yang halus hingga bertemu dengan bibir Sherin yang tipis. Desahannya pun teredam karena mulutnya dilumat oleh Pak Dahlan. Mulut Pak Dahlan yang lebar itu seolah-oleh ingin menelan Sherin, lidahnya yang kasap itu menjelajahi rongga mulutnya membuatnya agak gelagapan.

 

Di atas sofa, tubuh Fanny terbaring dengan kepala bersandar pada sandaran tangan, satu-satunya pakaian yang tersisa di badannya hanya bra yang cupnya sudah diturunkan, Imron yang menindihnya menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu diungkapkan Fanny lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya sendiri, kedua tungkainya melingkari pinggang Imron seolah meminta ditusuk lebih dalam lagi. Imron meningkatkan frekuensi genjotannya sambil melenguh nikmat merasakan seretnya vagina yang menghimpit penisnya. Duapuluh menit berlalu, Imron kini mengubah gayanya. Tubuh Fanny dia baringkan menyamping, paha kirinya dia angkat ke bahu, kemudian penisnya kembali memasuki vaginanya lewat samping. Dengan begini penis itu dapat melakukan penetrasi lebih dalam. Imron melanjutkan genjotannya dan meraih sebuah payudaranya, diremasnya benda itu dengan gemas sehingga pemiliknya merintih. Tubuh Fanny maupun Imron sudah berkeringat, keduanya saling memacu tubuhnya masing-masing. Di ambang klimaks Imron makin ganas menyodoki Fanny yang orgasme tak lama kemudian, dia menggeram panjang lalu mencabut penisnya dan, crot…crot…isi penis itu berceceran di perut Fanny.

 

Kembali kita menengok Sherin dan Pak Dahlan di meja kerja. Mereka kini sedang dalam gaya berdiri, Sherin berpegangan pada tepi meja, dia tinggal memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya saja, sementara Pak Dahlan menyodoki vaginanya dari belakang. Sebelumnya Sherin sudah mencapai orgasme sewaktu posisi duduk di meja, sisa-sisa cairan orgasme itu masih nampak membasahi pinggir meja. Kedua tangan Pak Dahlan mendekap dadanya, telapak tangannya menggerayangi kedua buah dada yang bergoyang-goyang itu. Sherin jadi teringat mimpinya semalam, tangan yang sedang bermain di payudaranya berjari-jari besar, persis dalam mimpinya itu, apakah mimpi itu suatu pertanda, apakah merupakan sebuah peringatan, demikian yang berkecamuk dalam pikirannya. Lamunan itu terhenti ketika ada suatu sensasi dahsyat mengalir dalam tubuhnya, semakin terasa hingga akhirnya tubuhnya mengejang hebat, dan cairan vaginanya sekali lagi membasahi selangkangannya, posisinya yang sedang berdiri membuat cairan itu meleleh ke pahanya. Bersamaan dengan itu juga terasa cairan hangat mengisi vaginanya. Pak Dahlan yang telah orgasme terus memompa Sherin dengan kecepatan makin menurun, sperma itu ikut meleleh bercampur dengan cairan kewanitaannya.

 

Setelah gelombang orgasme itu reda, Sherin merasa tubuhnya lemas kehilangan topangan, mungkin sudah roboh kalau saja tidak didekap Pak Dahlan. Pak Dahlan menarik pinggan Sherin seraya menjatuhkan diri ke kursi sehingga Sherin pun mendarat di pangkuannya.

“Hebat Sher, makasih ya, kapan-kapan kita main lagi ok !” katanya sambil memeluk dan menciumnya.

“Huh, dasar gendut mesum, yang kaya gini jadi dosen bukannya jadi germo, amit-amit deh !” omel Sherin dalam hati.

Demikian setelah istirahat sebentar mereka bertukar pasangan dan pesta seks di ruang itu berlangsung lagi sampai jam lima lebih ketika langit mulai menguning. Fanny akhirnya berhasil mengkatrol nilainya setelah membayar dengan tubuhnya. Hari-hari berikutnya Pak Dahlan benar-benar puas mencicipi korban-korban Imron yang lain seperti Ellen, Jesslyn, dan Rania. Korban itu akan terus bertambah apalagi setelah kedua penjahat kelamin itu kini telah bersekongkol.

 

 

###########################

 

Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer. Pria setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut.

 

Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah. Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas wajar.

“Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja” kata Imron seraya menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.

“Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !” kata gadis itu dengan senyumnya yang lembut.

Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.

“Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !” pamitnya lalu menuruni tangga.

 

Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen, satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit, beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya, yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja hal itu tidak terjadi…

 

Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur, jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra, padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah 40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam godaan Bu Sinta yang genit itu.

 

Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok. Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi. Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta.

 

Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu. Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum, sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya polos.

“Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran saya !” sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong rumput di depan poliklinik itu.

Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis itu ke dekat pintu poliklinik.

“Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak Non, Pak Heryawan” katanya dengan wajah serius.

“Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?” tanya gadis itu makin penasaran.

“Hhhmm…ini deh, Non liat sendiri aja deh disini…” jawab Imron seraya mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya kemarin.

 

Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya yang lebih jelas. Ya…tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.

“Pak, apa…apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu semua ?” tanyanya terbata-bata.

“Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok…dan yang memotret” jawabnya dengan mengembangkan senyum.

Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.

“Apa…Apa maksud Bapak berbuat gitu ?” Ivana diliputi perasaan kaget, panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.

“Hehe…ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan, karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar” Imron menjelaskan dengan santainya.

 

“Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu, saya mohon !” ucap Ivana memelas.

“Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non, kecuali…” Imron tidak meneruskan kata-katanya.

“Kecuali apa Pak…tolong katakan !” suaranya meninggi seperti mau nangis.

Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan menutup dadanya dengan muka memerah malu.

“Tidak Pak, pokoknya nggak…jangan keterlaluan !” Ivana menggeleng-geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.

“Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan, bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe…!” Imron menyeringai mesum

“Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !” Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca.

 

“Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok” katanya lagi dengan terkekeh-kekeh “OK lah kalo Non gak mau, ga apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !” Imron bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.

“Tunggu Pak !” cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah meninggalkannya “saya…saya…” dia tak sanggup meneruskan kata-katanya

Imron berbalik dan mendekati gadis itu lagi

“Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?” tanyanya dengan nada mengejek “Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?”

 

“Baik..baik…saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan perkosa saya, saya masih perawan” mohonnya mengiba.

“Hmm…bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?” Imron minta kepastiannya.

Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelamatkan reputasi papanya.

“Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk berunding !” Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu “Ayo tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !” panggilnya pada Ivana yang masih ragu memasuki ruangan itu.

Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.

“Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe…!” ucapnya sambil memegang pundak Ivana.

“Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu” katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya dari balik pakaiannya “toked Non montok juga yah, ukurannya berapa nih”

 

Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang secara seksual

“Liat dalemnya yah Non” katanya seraya memegang bagian bawah kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.

“Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !” katanya terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.

“Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?” tanya Imron

Dengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.

“Waw…bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !”

Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras. Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya diremasi oleh tangan pria.

 

Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.

“Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja” katanya “udah jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres” tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.

Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan, perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya. Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu. Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan.

 

Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik celana dalamnya.

“Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji” Ivana memelas dan merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.

“Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?” bujuknya

Dia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar Imron pada kulit pahanya.

“Hmmm…Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa yang ga ngiler” gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Ivana.

 

Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.

“Mmhh…uummm !” gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.

Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya, panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya. Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas, perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi.

 

Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang diberikan.

“Enak kan Non rasanya ?” tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.

“Eengghh…sudah Pak…jangan…diterusin” Ivana mendesah antara menolak dan tidak.

Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya berkelejotan.

“Jangan Pak…jangan disana” Ivana mengiba sekali lagi

“Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja kok !” kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.

Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa dicurahkannya lewat air mata.

 

Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra, Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu, bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan, memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya.

 

Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai itu.

“Hei…lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !” serunya dari sana.

Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi, ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.

“Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja, sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa skandal bapak Non bocor juga !” Imron membujuk Ivana.

Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal, sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu.

 

Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng dengan kepala sudah hampir putih.

“Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !” kata Pak Kahar

“Hahaha…tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya masih segar !” disambut gelak tawa mereka.

Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.

“Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?” kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.

“Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin, nikmatin aja deh !” kata Imron.

“Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat” kata Pak Kahar.

 

Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke kepala ranjang.

“Jangan Pak…saya mohon !” mohonnya dengan suara bergetar.

“Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !” sahut Imron sambil menarik pergelangan kaki gadis itu

Pak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya. Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya. Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat, kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga gadis itu menggelinjang.

 

Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang, mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.

“Enngghh…ssshh !” desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.

Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya, kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu. Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan, kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.

“Oooh…jangan disitu !” desahnya ketika merasakan lidah pertama yang menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga dengan rasa nikmat.

Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya sehingga terlihat dalamnya yang merah.

 

Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.

“Cup…cup…ssreepp !” terdengar payudara itu disedot-sedot oleh mulutnya yang sudah ompong.

Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu, sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut. Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh Pak Kahar dengan nikmatnya.

“Emmpphh…ummm…!” erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak Kahar.

Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah, suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.

 

“Bagi dong Pak Kahar kayanya enak yang peju si Non ini ?” sahutnya

“Silakan Pak, masih ada kok, nih kalau mau gantian, sedap loh bener, baru nyoba rasanya memek anak kuliahan !” Pak Kahar bangkit berdiri memberi giliran pada temannya.

Pria tua itu duduk di bangku mengambil jatahnya, dijilatinya vagina Ivana yang telah basah oleh lendir akibat orgasme barusan. Belum lama lepas dari ciuman Imron, bibirnya kembali dilumat Pak Kahar, ciumannya lebih kasar dan bernafsu daripada Imron seakan-akan mau menelannya. Kini Imron menyusupkan kepalanya lewat ketiak kanan gadis itu dan mulutnya menangkap payudaranya. Rangsangan demi rangsangan yang diterima tubuhnya membuat gadis itu bagaikan berada dalam perahu hati nurani yang sudah hampir karam dihempas gelombang nafsu birahi. Tak lama kemudian mereka membaringkan tubuh Ivana di ranjang itu, dadanya nampak naik turun karena nafasnya yang sudah tak karuan, matanya sembab karena air mata dan suara isak tangis masih terdengar.

“Ayuh siapa mau duluan nih, ga sabar pengen nyoblos memeknya !” kata Pak Kahar dengan antusias.

“Apa !! Tidak…tadi kan Bapak sudah janji !” sahut Ivana mendengar kata-kata Pak Kahar itu sambil berusaha bangkit.

 

“Oh…maaf Non, yang janji kan saya, tapi bapak-bapak ini kan ngga, jadi ini diluar kuasa saya loh !” Imron menjawab dengan tenang sambil mengangkat bahu.

Sebenarnya kalaupun kedua orang ini tidak datangpun Imron tidak ada niat untuk memegang janjinya, itu semua hanya pancingan agar Ivana masuk dalam jebakannya dan takluk secara perlahan tapi pasti, bagi bajingan seperti dirinya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sudah bukan hal yang aneh lagi

“Tidak…tidak…lepaskan saya !” Ivana beringsut hendak menghindari mereka.

Dengan sigap Imron langsung mendekap tubuhnya hingga gadis itu tak berkutik.

“Pegangin tangannya di sana !” perintah Imron pada mereka

Pak Mamad langsung pindah ke sisi ranjang yang lain dan memegangi lengan Ivana yang satunya.

“Jangan ngelawan terus Non, ntar bukan cuma Non yang susah, tapi Bapak Non juga, inget itu !” bisik Imron di telinganya.

Mendengar itu Ivana teringat lagi apa yang menyebabkan dia mau berkorban seperti ini, kini posisinya sudah benar-benar terpojok, dia harus memilih antara dirinya atau ayahnya. Dengan sangat berat hati dia harus menegarkan hati menerima kepahitan ini karena dia memilih yang kedua, demi ayahnya, keluarga satu-satunya yang begitu menyayangi dan membesarkannya.

 

Dia kini pasrah saja ketika Pak Kahar naik ke ranjang dan berlutut diantara kedua pahanya. Wajah ketiga laki-laki itu sedang menyeringai mesum padanya, sepertinya mulai saat itu bayangan wajah-wajah mesum itu akan terus menghantuinya seumur hidup.

“Nikmatin aja Non, jangan ribut, kalau ada yang dateng lagi saya ga tanggung loh !” kata Imron dekat telinganya.

“Tahan yah Non, agak sakit, tapi nantinya bakal enak deh. Bapak ga bakal kasar kok kalo Non nurut, siap yah..!” sahut Pak Kahar lalu dia mulai menekan kepala penisnya yang sudah menempel di bibir vagina Ivana.

“Aahh…sakit…!! Oohh…tolong hentikan !” rintih Ivana menahan sakit sampai tubuhnya menggeliat dan dadanya terangkat hingga makin membusung, keringat mengucur membasahi tubuhnya.

“Sabar yah Non, sabar !” Pak Mamad menenangkannya sambil membelai rambut gadis itu, dia dapat merasakan genggaman tangan gadis itu yang makin erat karena telapak tangan mereka saling genggam.

“Sempit oi, enak banget !” gumam satpam itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya ke vagina Ivana.

Kepala penis yang seperti jamur itu sudah menancap di vagina Ivana, lalu Pak Kahar mendorong lebih dalam lagi.

“Aakkhh…aaaahhh !” jerit Ivana mengakhiri keperawanannya dengan tubuh makin mengejang.

 

“Pheeww…masuk juga akhirnya, asoy banget memek perawan nih !” kata Pak Kahar sambil menghembuskan nafas panjang.

Satpam itu membiarkan sebentar penisnya menancap di sana merasakan eratnya himpitan vagina Ivana yang baru sekali ini dimasuki benda itu. Terlihat sedikit darah menetes dari pinggir bibir kemaluannya, darah dari selaput daranya yang dia korbankan untuk menebus dosa ayahnya. Air mata yang meleleh dari matanya semakin banyak, dia merasa dirinya telah begitu kotor, saat itu juga terbayang wajah Martin, pria yang menaruh hati padanya, apakah dirinya yang telah ternoda itu masih pantas bagi pria itu, apa yang harus dijawabnya bila Martin menyatakan perasaanya padanya kelak, itulah yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu. Dia juga tak habis pikir kenapa ketiga orang ini tega-teganya berbuat begitu padanya, padahal selama ini dia selalu baik kepada mereka. Sekarang Pak Kahar memulai gerakan memompanya.

“Uuuhh…asyik, dapet barang bagus gini gratisan, untung banget hari ini !” komentar Pak Kahar sambil terus menggenjot Ivana.

 

Di sebelahnya Pak Mamad kembali mengenyot payudara gadis itu sambil menggerayangi tubuhnya, pipinya sampai kempot saking bernafsunya.

“Nah…ini Non yang namanya ngentot, gimana rasanya? enak kan?” kata Imron.

Imron kemudian menunduk dan melumat payudara Ivana yang lain, gigitan dan hisapannya lebih kasar dari Pak Mamad sehingga gadis itu merasa nyeri pada putingnya. Mulut Pak Mamad mulai menjalar naik ke bahu, leher, hingga bibirnya. Bibir yang sudah berkerut itupun bertemu dengan bibir Ivana yang mungil dan segar sehingga erangannya teredam. Lidah pria itu mengaduk-aduk mulutnya, Ivana pun secara refleks menggerakkan lidahnya sehingga tanpa terasa dia malah hanyut melayani permainan lidah Pak Mamad, ini juga dikarenakan sodokan-sodokan Pak Kahar yang menimbulkan rasa nikmat yang tidak bisa disangkalnya. Satpam itu makin bersemangat menggenjot vagina Ivana sambil menggumam tak jelas.

“Okh-oohh…enak, ohh-uuuuh…udah perawan, cantik lagi uhh..!” ceracaunya sambil menikmati kontraksi dinding vagina Ivana yang memijati penisnya.

Tangan kekar Pak Kahar yang memegangi paha gadis itu membelai-belai menikmati kemulusan pahanya, sesekali juga meremasi bongkahan pantatnya. Kontras sekali pemandangannya saat itu, tubuh mulus seorang gadis jelita ditengah-tengah tubuh hitam kasar dari tiga pria bertampang seram.

Ivana merasa nyeri pada bagian vaginanya yang baru robek selaput daranya, apalagi satpam itu menyetubuhinya dengan ganas. Imron naik ke ranjang setelah Pak Mamad menyudahi ciumannya, lututnya bertumpu di sebelah kanan dan kiri leher gadis itu, maka penisnya mengacung di depan wajahnya. Ivana tertegun menyaksikan batang berurat yang menodong beberapa senti dari wajahnya itu.

“Ayo Non, kenalan dulu dong sama burung Bapak ini, dia bakal nyenengin Non nanti, tapi dia minta dimanja dulu pakai mulut Non supaya lebih seger” kata Imron dengan seringai mesumnya.

Ivana menggeleng berusaha menjauhkan wajahnya dari benda itu, tapi tidak bisa karena kepalanya di pegangi Imron.

“Jangan Pak…jangan !” katanya terengah-engah

Tanpa merasa kasihan Imron menjejali mulut Ivana dengan penisnya secara paksa, hampir muntah Ivana dibuatnya.

“Jilat pake lidah Non, jangan digigit, awas kalo coba-coba !” perintahnya.

Penis itu terasa penuh di mulut Ivana, itupun belum seluruhnya masuk karena penis Imron terlalu besar untuk mulut Ivana. Karena takut, Ivana pun mulai melakukan apa yang diminta, digerakkannya lidahnya menjilati batang penis di mulutnya, rasanya asin dan agak bau tapi dia tidak bisa menolaknya.

 

“Ehehhee…enak ga disepong sama si Non ini, Ron ?” tanya Pak Mamad terkekeh-kekeh sambil meremas payudaranya.

“Yahud banget, masih kaku sih, tapi gapapa bisa diajarin kok buat nanti-nanti…uuhhh !” jawab Imron yang sedang menikmati pelayanan mulut Ivana “Iyahh…gitu Non, sambil diisep biar lebih asoy !”

Desahan tertahan terdengar dari mulut Ivana yang sedang dipenuhi batang kemaluan Imron. Tiba-tiba mata Ivana membelakak, tubuhnya mengejang tanpa bisa dikendalikan, Pak Kahar yang sedang menggenjotnya pun semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Ivana ikut tertekan. Gadis itu telah orgasme dan disusul beberapa detik kemudian oleh pemerkosanya, Pak Kahar menumpahkan spermanya yang hangat itu di dalam vagina Ivana dan genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vaginanya nampak menetes cairan putih susu yang telah bercampur darah keperawanannya. Tubuh Ivana kembali melemas dan dia juga sedikit lega karena Imron menarik lepas penisnya dari mulutnya. Namun waktu istirahatnya tidak lama, karena Imron langsung membalikkan tubuhnya dan menyuruhnya nungging dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya.

 

“Wah…darahnya banyak banget nih !” kata Imron sambil mengelap selangkangan Ivana dengan tissue.

“Iya tuh, perawan tulen, gua aja keluarnya lebih cepet barusan, pokoknya legit banget !” Pak Kahar menimpali.

“Bapak juga mau disepongin kaya Pak Imron tadi, ayo dong Non !” pinta Pak Mamad yang sekarang naik ke ranjang dan duduk berselonjor dengan bersandar ke kepala ranjang.

Orang tua ini mintanya lebih halus dibanding si satpam dan Imron, dia membimbing jari-jari lentik Ivana menggenggam penisnya yang keriputan dan bulunya sudah beruban itu.

“Dijilat Non, jangan cuma diliatin aja !” katanya pada Ivana yang masih jijik menatap batang di genggamannya itu.

“Heh denger gak tuh, dijilat oi, ke orang tua jangan ngelawan !” kata Imron sambil mencucukkan dua jari ke vagina gadis itu.

“Ahh…iya Pak, tolong jangan sakitin saya lagi !” jeritnya ketika dua jari itu menusuknya secara mendadak.

Ivana mulai menundukkan kepalanya dan menyibak rambut panjangnya, dia memberanikan diri melawan rasa jijik dengan menjilati kepala penis Pak Mamad yang membuat orang tua itu langsung mendesah keenakan.

“Hehehe…enak yah Pak, ati-ati loh jantungan !” canda Pak Kahar yang duduk sambil mengelap keringatnya.

 

“Ugghh !” Ivana melenguh pelan saat Imron memberikan gigitan ringan di pantatnya, juga dia jilati bongkahan putih padat itu.

Dia meneruskan aktivitasnya mengoral penis Pak Mamad, walau tidak nyaman dengan aromanya, dia terus melakukannya karena khawatir mereka akan semakin kasar padanya, dan yang tak kalah penting adalah skandal ayahnya. Kemudian dia mulai membuka bibirnya yang indah memasukkan penis tua itu ke mulutnya. Sungguh ironis, gadis secantik itu membiarkan penis berkerut milik seorang yang pantas menjadi kakeknya itu ke mulutnya. Kepala Ivana naik-turun mengisapi penis itu, hal ini membuat orang tua itu makin mendesah saja sambil tangannya meremas rambut Ivana.

“Hehehe…liat Ron, si Non ini cepet yah belajarnya sampai Pak Mamad kesetanan gitu !” komentar si satpam.

“Iya tuh, udah mulai ketagihan kali, dasar bakat perek, iya kan Non !” ejek Imron sambil meremas pantatnya.

Panas sekali hati dan telinga Ivana mendengar penghinaan itu, benar-benar merendahkan harga dirinya, tapi demi ayahnya dia tanggung segala hinaan itu. Juga teringat lagi dulu dia pernah menolong orang yang menghinanya itu ketika tersandung di tangga, hatinya serasa disayat-sayat sehingga membuat matanya makin sembab.

 

Setelah membersihan ceceran darah di selangkangan Ivana, Imron naik ke ranjang mengarahkan penisnya bersiap menyetubuhi gadis itu dalam posisi doggie. Ivana meringis ketika merasakan penis Imron menyeruak masuk ke vaginanya, dia merintih, perih, namun kali ini sudah lebih mendingan berkat cairan kewanitaan yang melicinkan vaginanya.

“Aahh…!” itulah yang keluar dari mulut Ivana saat Imron menyentakkan penisnya hingga amblas seluruhnya.

Imron mulai maju-mundur sambil tangannya berkeliaran menggerayangi pantat, punggung dan payudaranya yang menggelantung.

“Ayo Non, Isepnya terusin tanggung nih !” kata Pak Mamad menekan kepala Ivana sambil tangannya yang satu memegangi penisnya.

Kembali Ivana mengulum penis Pak Mamad sambil menerima sodokan-sodokan dari belakangnya. Pak Mamad melenguh-lenguh dengan suara parau merasakan hisapan Ivana pada penisnya, tangannya meraih payudara gadis itu dan memain-mainkan putingnya. Entah mengapa Ivana merasakan suatu gairah timbul dalam dirinya atas perlakuan ini, sebuah perasaan yang tidak bisa dia tahan, hasrat liar dalam alam bawah sadarnya mulai timbul menggusur akal sehat dan hati nuraninya.

 

Setelah beberapa saat Pak Mamad makin menggelinjang, orang tua itu menggumam tak jelas dan akhirnya crrt…crrt…Ivana kaget merasakan ada cairan beraroma tajam yang tiba-tiba memenuhi mulutnya, dia langsung melepas penis itu sehingga sisa cairan itu menyemprot ke wajahnya, juga membasahi tangannya.

“Ohhh…!” jeritnya kecil ketika sperma itu nyiprat ke wajahnya.

“Hehehe…itu namanya peju Non, ntar lama-lama juga doyan kok !” sahut Pak Kahar yang sudah berdiri di sebelahnya.

Jijik sekali Ivana dengan cairan kental yang baunya aneh itu sehingga dia menyeka wajahnya dengan jari-jarinya. Saat itu Pak Mamad sudah ngos-ngosan dalam kepuasannya.

“Eit…jangan dibuang gitu aja dong, mubazir !” kata Pak Kahar sambil menangkap pergelangan tangan Ivana “Nih…diminum dong, sehat kok bergizi !” dia mengelap sperma pada hidung Ivana dengan jarinya lalu menyodorkannya ke mulutnya.

 

Ivana menggeleng dengan mulut tertutup, tiba-tiba sebuah sodokan keras menghujamnya dari belakang.

“Ayo…diminum ! supaya biasa nantinya !” perintah Imron dari belakang.

Dengan ragu-ragu Ivana mulai menjilati sperma di jari Pak Kahar dan langsung ditelan dengan menahan jijik. Pak Kahar juga menyuruh membersihkan sisanya pada penis Pak Mamad yang sudah mengendor.

“Nah, asyik kan Pak Mamad, dah lama pasti ga nyoba yang seger-seger gini !” kata Pak Kahar pada rekannya itu.

Pak Mamad hanya terkekeh-kekeh mengiyakan semua itu. Tiba-tiba semua terdiam karena terdengar sebuah musik berasal dari tas Ivana yang tak lain adalah ponselnya. Pak Kahar mengeluarkan benda itu dari tasnya, yang menghubungi adalah ayahnya, Pak Heryawan.

“Terima Non, tau kan apa yang harus Non omongin !” kata Imron

Ivana menerima ponselnya dari Pak Kahar dan menerima panggilan itu, dia berusaha keras mengendalikan nada bicaranya agar wajar, dia harus berbohong sedang mengerjakan tugas kelompok di kost teman dekat sini, selama empat menit berbicara itu penis Imron tetap menancap di vaginanya, dan mereka terus menggerayangi tubuhnya.

 

Setelah telepon ditutup Imron kembali menggenjot tubuh Ivana, kali ini lebih ganas dari sebelumnya sampai ranjangnya ikut goyang, mungkin karena rasa tanggungnya tadi. Desahan Ivana bercampur bunyi tepukan pada pantatnya yang bertumbukan dengan selangkangan Imron. Pak Kahar yang nafsunya mulai bangkit lagi meremas payudara kanannya dengan gemas.

“Sakit…!” rintih gadis itu yang malah membuat mereka semakin nafsu.

Sepuluh menit lamanya dia digumuli dalam posisi itu, sodokan-sodokan Imron ditambah tangan-tangan yang menggerayanginya mendatangkan kembali perasaan aneh yang tadi dirasakannya, kembali tubuh Ivana mengejang disertai erangan panjang. Dirinya serasa terbang selama 1-2 menit, dan dia harus mengakui kenikmatannya. Gelombang orgasme yang menerpa Ivana dirasakan juga nikmatnya oleh Imron karena otot-otot vaginanya semakin menghimpit penisnya serta menghangatkannya dengan cairan yang dihasilkan. Hal ini tentu memicu Imron menggenjotnya lebih cepat lagi hingga diapun keluar tak lama kemudian, penisnya menyemprotkan sperma dengan derasnya ke rahim Ivana. Setelah mengeluarkan isinya, Imron menarik lepas penisnya, ketika dikeluarkan terlihat cairan kental belepotan di batangnya yang lalu dilapkan pada belahan pantat gadis itu.

 

Pak Mamad kini menggeser tubuhnya ke depan hingga berbaring telentang di bawah tubuh Ivana. Penisnya sudah mulai mengeras lagi karena sambil istirahat tadi dia memegangi tangan gadis itu agar terus mengocok penisnya.

“Yuk, Non sekarang giliran Bapak yah” katanya mengelus pipi gadis itu.

“Gini Non, saya ajarin gaya lain !” sahut Imron mendekap tubuhnya dari belakang dan mengangkatnya hingga duduk berlutut di atas selangkangan Pak Mamad “Pegang tuh kontol, arahin ke memek Non !” suruhnya.

Ivana sudah pasrah dan terlalu lelah untuk melawan sehingga dia mengikuti saja apa yang diinstruksikan mereka. Dia menggenggam penis tua dibawahnya itu mengarah ke vaginanya.

“Turunin badannya Non sampe nancap !” suruh Pak Kahar.

Pak Mamad sendiri tidak banyak tingkah seperti dua orang itu, dia cuma memegangi payudara Ivana saja sambil sesekali memberi pengarahan. Ivana mulai menurunkan tubuhnya dan penis itu melesak masuk ke dalam diiringi desahan keduanya.

“Sekarang gerakin badannya naik turun Non, pasti enak !” Pak Mamad menginstruksikannya.

 

“Uuuhh…eennggg !” lenguh orang tua itu merasakan gesekan penisnya dengan dinding vagina Ivana yang masih seret.

Tubuh Ivana mulai bergerak naik-turun diatas penis Pak Mamad, mula-mula dibantu Imron yang menekan-nekan tubuhnya dari belakang, tapi lama-lama tanpa disadari Ivana pun mulai bergoyang dengan sendirinya. Pak Kahar memegang buah dada kanan Ivana dan mulutnya langsung melumatnya, tangannya yang satu mengocok-ngocok penisnya sendiri. Imron yang mendekapnya dari belakang menciumi leher dan pundaknya sehingga gadis itu semakin hanyut dalam birahinya.

“Oooh…terus Non, enak banget…uuuhh…terus !” orang tua itu mendesah tak karuan

“Asyik kan Non, tuh buktinya goyangnya lebih hebat dari Inul !” kata Pak Imron dekat telinganya.

Ivana terus menaik-turunkan tubuh tanpa peduli omongan-omongan mereka yang bernada melecehkan itu, birahinya menuntut pemuasan sekalipun hatinya menolak. Pak tua itu tidak tahan lama dengan goyangan-goyangan Ivana, diapun menyemprotkan spermanya dan terengah-engah kepuasan, nafsunya memang besar tapi tenaganya sudah termakan usia.

 

Setelah itu, Imron mengajaknya turun dari ranjang, lalu dia duduk di sebuah kursi dan menyuruhnya duduk di atas pangkuannya dengan posisi memunggungi. Kembali Ivana memicu tubuhnya naik-turun di atas pangkuan Imron. Selain itu dia masih harus melayani penis Pak Kahar dan Pak Mamad yang berdiri di depannya. Dikulum dan dikocokinya penis itu bergantian. Dari belakangnya Imron menekan-nekan tubuhnya agar penisnya menancap lebih dalam, tangannya mendekap tubuhnya dan menggerayangi payudaranya. Ivana klimaks lagi dalam posisi demikian dan disusul Imron tak lama kemudian. Nampak sperma berlelehan di selangkangan keduanya yang masih menyatu. Pak Kahar yang masih keluar mengambil alih kendali, dia mengangkat tubuh Ivana yang masih lemas dan menelentangkannya di meja dengan kaki menjuntai. Dinaikkannya kaki Ivana ke pundaknya dan menancapkan penisnya. Selama lima belas menit Ivana disetubuhi oleh satpam itu hingga akhirnya dia mengeluarkan penisnya, isinya muncrat membasahi perut hingga permukaan kemaluannya. Untung itu tugas terakhir baginya, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan kehabisan tenaga.

 

Ivana pulang dengan langkah gontai, rasa nyeri masih terasa pada selangkangannya. Sampai di rumah dia sekuat tenaga bersikap wajar seolah tidak terjadi apa-apa, karena tidak ingin merepotkan ayahnya. Ketika ayahnya menanyakan cara jalannya yang agak tertatih-tatih dia berbohong dengan mengatakan tadi terpeleset di tangga, tapi tidak parah. Yang paling berat baginya adalah tiga hari setelah peristiwa itu, yaitu ketika Martin menyatakan cintanya sewaktu mengantarnya pulang nonton. Dia merasa dirinya yang sudah kotor itu tidak pantas lagi baginya, Martin terlalu baik baginya sehingga dia tidak sanggup menerima cintanya. Martin beberapa kali membujuknya tapi tidak ada hasil, akhirnya dengan hati hancur, setelah kelulusannya tak lama kemudian, pemuda itu pergi ke luar negeri meneruskan studinya sekaligus untuk melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah dia lalui bersama Ivana.

“Maafkan aku Martin, karena aku cinta makannya aku menolak, aku cuma bisa berdoa semoga di kemudian hari ada gadis yang lebih pantas bagimu daripada aku yang telah ternoda ini” demikian kata Ivana di sela tangisnya di dalam kamar setelah menolak cinta pemuda itu.

 

Ivana memulai hidup barunya sebagai budak seks Imron. Sesekali Pak Kahar dan Pak Dahlan, si dosen bejat juga mendapat kesempatan mencicipi tubuhnya. Pak Mamad berhenti kerja seminggu setelah peristiwa itu, dia merasa berdosa telah ikut memperkosa bahkan menjerumuskan gadis berhati emas itu ke lembah nista. Dua hari sebelumnya dia sempat bertemu Ivana dan meminta maaf padanya.

“Maafin Bapak yan Non, waktu itu ga tau setan apa yang nguasain Bapak sampai nyusahin Non seperti ini. Sekarang Bapak jadi dikejar-kejar dosa, makannya Bapak mau pulang kampung aja” kata orang tua itu tidak berani menatap wajah Ivana.

“Sudahlah Pak, semua sudah terjadi, Bapak cuma khilaf, ini bukan sepenuhnya salah Bapak kok, saya sudah pasrah sama nasib saya” Ivana menjawabnya dengan suara lemas.

Di mata para dosen dan teman-temannya memang Ivana masih tetap seorang mahasiswi favorit, namun di luar jam kuliah dia bak pelacur yang siap melayani nafsu si penjaga kampus bejat itu.

 

###########################

 

Jam tujuh kurang, Imron sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat, gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam. Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat sesuatu di buku catatannya.

“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya

“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau dikunci yah Pak ?”

“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Imron dengan mata mencuri-curi pandang ke arah lekuk tubuh gadis itu.

Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja membuat Imron menelan ludah melihatnya.

“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.

 

Maka Imron pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Imron tidak terganggu malah sebaliknya merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu, diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Maiko Yuki, artis JAV era 90’an. Mudah saja bagi Imron untuk memperkosanya saat itu juga, tapi dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal ini Imron sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Imron di situ, dia terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Imron. Bahkan ketika Imron sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya sehingga mata Imron makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.

“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu tiba-tiba bertanya demikian.

“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Imron dengan terus menyapu.

 

“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.

Imron menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya, warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis. Imron benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu. Secara spontan Imron pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Imron ketika mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.

 

“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu Pak !” sebelum Imron sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah lebih dulu meraih tangan Imron yang memegang dompet, tangan satunya mengambil dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Imron itu di pahanya.

Sungguh Imron tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya tercurah deras bagai bendungan bobol. Imron segera mengelusi sepanjang kaki putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya. Gadis itu menggeliat saat tangan Imron menyentuh bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.

“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai

“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.

Kata-kata itu membuat Imron makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya sudah horny sejak tadi.

 

Imron kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Imron menahan rasa geli, dengan begitu Imron dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu. Tangan Imron yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya merem-melek dan nafasnya makin memburu.

“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Imron yang merasa berhasil mempermainkan birahi gadis itu.

“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Imron yang memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.

 

Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Imron sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya disertai gerakan menyedot.

“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan kedahyatan permainan lidah Imron.

Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Imron seraya membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun ketika mendaki puncak gairahnya itu Imron malah menghentikan jilatannya sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Imron dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde berikutnya. Kini Imron berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana melihat keperkasaan penis Imron yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.

“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.

 

Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Imron, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Imron mengerang nikmat, gadis ini berbeda dari korban Imron lainnya yang umumnya pasif atau melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Imron langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Imron menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Imron sehingga membuatnya melenguh tak karuan.

“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”

Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang sempurnya, demikian pikir Imron.

 

Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Imron menarik lengannya agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan organ-organ kewanitaanya.

“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah rencana gini kan ?”

“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.

Imron menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan meremasi rambut Imron. Imron juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.

 

Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir kemaluannya. Imron mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.

“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Imron lebih erat merasakan setengah dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.

“Enak Non ?” tanya Imron berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si gadis yang meringis menahan nyeri.

Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Imron mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak karena Imron dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Imron lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban Imron umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini justru menyambut pagutan bibir Imron dengan penuh gairah. Permainan lidahnya bahkan lebih dahsyat dari Imron, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan terdengar di tengah percumbuan itu.

 

Imron terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Imron lalu mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Imron sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin terasa dalam dalam posisi ini.

“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau mencapai puncak.

Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Imron bergerak makin lancar karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Imron mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.

 

Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Imron yang meleleh keluar. Hujaman Imron makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan pemenuhan hasrat liarnya.

“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Imron “Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini buat ginian ?”

Si gadis memperkenalkan diri sebagai Joane (20 tahun), sejak awal memang dia mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai, semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana. Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.

 

“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja kita ga saling kenal, ok !” kata Joane datar sambil mengancingkan kembali bajunya.

Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Imron lalu berjalan keluar pintu.

“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.

Imron benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini, mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Fanny (eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Imronpun meneruskan tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan kemarin, Joane bersikap cuek ketika berpapasan dengan Imron. Hari ketiga, Imron bertemu lagi dengannya dekat toilet.

“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.

Joane hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya sekarang sungguh berbeda dari malam itu.

 

Hari keempat, kembali Joane berpapasan dengan Imron, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Joane sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Imron masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Joane menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Imron masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Joane semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Joane merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Joane menoleh ke sebelahnya, Imron pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Joane menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.

 

Susah payah akhirnya Joane berhasil merubah posisi badannya, dia memutar posisi badannya hingga kini menghadap Imron yang masih berdiri menyamping darinya sehingga terlepas dari tangan Imron yang merabai pahanya. Dia berpikir dengan posisi begitu Imron tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Imron malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini mendarat di paha depannya.

“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati

Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Imron semakin berani masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Joane yang tertutup celana dalam. Joane menggigit bibir menahan desahan ketika jari Imron mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi, terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film. Matanya menatap tajam pada Imron seolah menyuruhnya berhenti, tapi Imron tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.

“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati was-was berharap tidak ada yang melihat.

 

Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Joane dan Imron. Joane seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Imron yang menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu atas tindakannya yang kelewatan itu. Imron bukannya tidak tahu gadis itu mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan santai ke tempat tujuannya.

“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Imron cengengesan sambil menggulung kabel OHP.

“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja, kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Joane dengan marah menuding padanya.

“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau muasin Non lagi, gitu aja kok” Imron dengan santainya meneruskan pekerjaannya “Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih, boleh kan ?”

 

“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Joane yang darahnya sudah mendidih.

“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan barusan.

“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Imron menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Joane itu.

Joane memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Imron yang berjalan dari arah berlawanan.

“Uh…maaf Non, maaf !” Imron pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja menyerempet Joane.

 

Selain menyerempet, ternyata Imron juga dengan cekatan menyelipkan kertas kecil yang berisi catatan ke tangan Joane.

‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan, sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.

Joane mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi, berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya. Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud. Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Imron. Dengan jantung berdebar-debar Joane membuka pintu itu, di dalamnya Imron telah menunggu sambil bersandar dari tembok.

“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Joane yang langsung membuang muka darinya.

“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak ganggu saya lagi, awas !” hardik Joane sambil menundingkan jari pada Imron “Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan pedas.

 

“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya, pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Imron sambil cengegesan.

“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Joane makin marah mendengar kata-kata Imron itu, didorongnya tubuh Imron yang baru mendekapnya.

“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang bokep di kampus ini !” kata Imron sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia menyetel video klip yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang menampilkan adegan Joane sedang mengemut penisnya.

Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.

“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Joane menjerit dan berusaha merebut benda itu dari tangan Imron.

 

Imron dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak ! plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.

“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.

Belum sempat mengangkat kepala, Imron sudah mencengkram lehernya dan memepetnya ke tembok.

“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”

“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.

“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah kotor juga hah !” kata Imron dekat wajah gadis itu.

“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut

“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau, mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras payudara kanan gadis itu.

“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.

“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Joane.

“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.

“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi

 

Joane menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata menetes di wajahnya yang cantik.

“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Imron mengeraskan lagi cengkeramannya pada payudara gadis malang itu.

“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya

“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Imron mengejek

Dilepaskannya cengkeraman pada leher Joane, tangannya merayap ke bawah menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.

“Gini enak kan Non ?” kata Imron meraba-raba kemaluan Joane.

“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Imron mulai kesal dengan sikap Joane yang tidak bergairah seperti malam itu.

Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit kecil. Imron meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada cermin besar itu. Tangan Imron bergerak cepat menyingkap rok itu dan memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Joane yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Imron.

 

“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Imron sambil menepuk-nepuk salah satu pantatnya.

Joane dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Imron dengan terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap ditembakkan

“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.

Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang. Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Joane terguncang-guncang karena Imron begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Joane sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Imron menyusuk lewat bawah kaos hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Joane makin memburu, nampak dari wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Joane merasa tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh membasahi daerah selangkangannya.

 

Pluk…Imron menarik lepas penisnya dari vagina Joane, lalu dijenggutnya rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Joane disuruh berlutut dan mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.

“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya

Joane yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service, digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Imron mengerang nikmat merasakan hisapan-hisapan Joane pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Imron sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Joane.

“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.

Seperti malam itu, Joane kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Imron memejamkan mata meresapi klimaksnya, hisapan Joane serasa mengirimnya ke sorga. Joane pun akhirnya mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.

 

Setelah gelombang orgasme reda, Imron menaikkan lagi celana panjangnya. Menyangka telah selesai, Joane juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana dalamnya yang nyangkut di lutut.

“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Imron

“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Joane dengan wajah cemberut.

‘Plak !’ kembali telapak tangan Imron mendarat di pipinya “Masih berani protes ?!”

“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !” ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Joane yang memegangi pipinya yang terasa panas.

Dengan setengah paksa Imron mempreteli pakaian Joane satu-persatu hingga di badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Imron meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.

“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe !” pesan Imron sebelum keluar.

 

Tidak ada jalan keluar, Joane menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya cameraphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Imron tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Imron secepatnya kembali dan melepaskannya.

 

Tiba-tiba pintu terbuka dan Imron masuk sambil senyum-senyum.

“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Joane melihat Imron tidak membawa baju yang tadi disitanya.

“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Imron sambil menyingkirkan tangan Joane yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu lama, Non pasti kedinginan yah”

Imron mendekap tubuh Joane dari belakangnya, tangannya memijat-mijat payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Joane merasa pelukan Imron ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Imron juga menjulurkan lidahnya menjilat daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi

“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Imron dekat telinganya yang dijawab gadis itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non, Oiii…masuk !!”

Seruan itu membuat Joane yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah satunya bertopi pet.

 

Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah ikut memperkosa Ivana bersama Imron (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Imron keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal, maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Joane karena lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan tubuh Joane.

“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih ginian terus” kata Pak Kahar.

“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”

“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya lebat gitu !”

“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”

Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka seperti itu. Joane jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha melepaskan diri tapi dekapan Imron terlalu kuat mengunci dirinya.

 

“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.

“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani macem-macem gini hukumannya !” kata Imron dekat telinganya.

“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Joane makin bergetar melihat kelima pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai melepas bajunya.

Imron mengangkat kedua tangan Joane ke atas dan memegangi kedua pergelangan tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.

“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Kahar sambil meremas payudaranya.

Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada puting Joane sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu, belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang menjilati pahanya, Imron sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Imron menjilati dan mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Imron pada telinganya sungguh menggoda libidonya.

 

Joane memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Kahar, lidahnya beradu saling beradu dengan panas dengan si satpam itu. Imron sudah melepaskan pergelangan tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh gempal. Selesai berciuman dengan Pak Kahar, tukang becak tonggos di sebelahnya menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.

“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.

Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Joane karena dia pernah merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.

 

Pak Kahar menarik pinggang Joane dari belakang hingga menungging lalu mulai menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Joane sedang disodok dari belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria itu untuk menyangga tubuhnya.

“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Joane yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi menyusu dari induknya.

Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Joane, Pak Kahar merasa sudah mau keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Joane makin terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia berejakulasi di rahim Joane.

“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Kahar terengah-engah “ayo, siapa nih sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.

Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Joane segera melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di meja wastafel marmer itu.

 

“Aahh…!” erang Joane saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak terlalu besar namun diameternya lebar.

Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Joane sambil berdiri. Gadis itu merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih dalam ke vagina Joane, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan gadis itu dan menonton goyangannya.

“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah seorang dari mereka.

Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya tubuh Joane yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang penisnya agar terarah ke liang vagina Joane dan dia bimbing gadis itu menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.

 

“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati penisnya tertelan vagina Joane.

Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Joane tidak tidak bisa tak mendesah.

“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.

Joane mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih penis lain dan mengocoknya perlahan

“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala penisnya itu.

“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.

 

Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.

“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.

Kemudian dia meminta Joane berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya agar bisa menyerang secara anal.

“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Joane yang agak tegang waktu pria itu akan menganalnya.

“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil menekan penisnya ke anus Joane.

Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai menggenjotnya lagi, desahan Joane makin menjadi karena dua lubangnya digarap dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.

 

Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali mulutnya dengan penis, Joane menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat orang itu adalah Imron.

“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.

Tubuh Joane makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.

“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Joane tertahan oleh penis Imron sementara tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua lubang bawahnya.

Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.

“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara jepitan vagina Joane “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis itu.

Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Joane nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Joane yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.

 

Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Joane selama lebih dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati sepuas-puasnya. Joane sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya. Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Imron mengambil ember berisi air dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan tubuh basah kuyup di lantai marmer. Imron kembali tak lama kemudian membawa pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.

“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Imron sambil tertawa sinis “Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.

Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Joane berusaha bangkit walau rasa perih dan pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Imron.

 

Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung di lehernya.

“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.

“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Kahar juga rambut pendek, ga terlalu tinggi” jawabnya pada temannya.

Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift, setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu berhenti. Di dalam lift, Joane kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Kahar berjaga selama mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Joane sudah terlalu lelah untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.

 

Hari itu Joane diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.

 

 

###########################

 

Sepasang kembar Selly dan Selvy (19 tahun) adalah satu bunga di fakultas arsitektur di universitas *******. Dari segi fisik keduanya sama cantiknya, mempunyai tubuh ideal dengan tinggi 165cm, berat 49 kg, dan buah dada 36A, rambut keduanya sepundak dengan wajah imut, kalau jeli mereka bisa dibedakan dari tahi lalat kecil di leher sampingnya, kalau ada berarti itu Selvy, kalau tidak ya sebaliknya, selain itu bentuk wajah Selly juga sedikit lebih panjang dari kembarannya. Dilihat dari sifat, Selvy cenderung lebih terbuka dan periang daripada Selly yang harus dipancing dulu baru bisa akrab, Selly orangnya mandiri, serius dan keibuan, sementara Selvy lebih manja dan gaul. Kalau ke kampus seringkali mereka memakai baju yang sama, sehingga terkadang memancing perhatian orang, apalagi kalau baju mereka seksi, orang yang melihat akan kagum bagaikan melihat malaikat kembar turun ke bumi. Dari laki-laki yang mengejar mereka yang beruntung mendapatkan Selly adalah Fredy, seorang eksekutif muda yang bekerja di bank, sedangkan Selvy juga baru jadian belum lama ini dengan Hendra, teman sekampusnya dari fakultas teknik industri. Fredy dan Hendra memang beruntung, namun ada yang jauh lebih beruntung dari mereka.

 

Kejadiannya bermula ketika masa UTS, saat itu si kembar mengikuti ujian terpisah karena jadwal ujian mereka yang kebetulan sama bentrok dengan salah satu ujian lainnya. Mereka harus datang pagi-pagi lebih awal sebelum ujian yang bersangkutan berlangsung dan mereka ditempatkan Bu Yeni dari bagian TU di sebuah kelas.

“Baiklah, ibu percaya kalian jujur kalau ibu tinggalkan, kalau sudah selesai nanti kalian ke TU dulu untuk isi daftar hadir, mengerti ?” tanya Bu Yeni setelah membagikan soal ujian dan lembar jawab.

Ketika itu Imron sedang lewat dekat kelas itu sehingga Bu Yeni memanggilnya dan menanyakan apakah sedang tidak ada kerjaan sehingga bisa membantu mengawasi. Imron mengiyakan karena memang dia lagi nganggur, malah merasa senang dia bisa mengawasi si kembar yang termasuk salah satu targetnya. Imron bersandar di pinggir pintu mengawasi kedua gadis itu, dia juga mengamat-amati tubuh keduanya dengan kagum, matanya menatap kagum ke betis keduanya yang tertutup rok hitam selutut dan atasnya memakai kemeja putih lengan pendek, pakaian yang biasa dipakai dimasa-masa ujian. Imron memang sudah lama ingin menikmati tubuh si kembar itu, tapi belum ada kesempatan yang baik sampai saat itu terlintas sebuah akal bulus di benaknya.

 

Setengah jam kemudian Imron berkata pada mereka:

“Aduh, Bapak kebelet nih mau ke belakang sebentar aja, disini sepi banget lagi ga ada yang bisa gantiin, Non berdua harus jujur yah, kalian bisa pegang kepercayaan kan ?”

Keduanya hanya mengangguk dan Imron pun buru-buru keluar meninggalkan si kembar di ruang itu.

“Ci-ci…susah banget, bisa ngga ?” panggil Selvy dari belakang dengan setengah berbisik.

Selly menggeleng dengan wajah bingung karena memang mata kuliah itu termasuk rumit dan ditakuti.

“Nomer tiga lu udah belum. Liat dong dikit, gua lupa rumus nih !” Selly balik bertanya.

Setelah tengok kiri-kanan dan merasa aman Selvy buru-buru menyerahkan lembar jawabnya pada kembarannya itu dan menyuruhnya bergerak-cepat. Dengan hati berdebar-debar dan terburu-buru Selly menyalin bagian-bagian penting dari jawaban yang diberikan saudaranya. Namun tepat ketika dia hendak mengembalikan lembar jawab pada Selvy, keduanya dikejutkan oleh kehadiran Imron yang mendadak di ambang pintu.

“Astaghfirullah, Non…saya benar-benar nggak nyangka Non berdua bisa melakukan ini !” Imron pura-pura kaget.

 

Si kembar langsung terdiam, matanya memancarkan perasaan bersalah dengan wajah tertunduk lesu.

“Ma-maaf Pak, saya yang salah, saya…saya yang pertama minta contekan !” Selly mengaku salah sambil membela saudaranya.

“Tapi kenapa Non…siapa nih ?” Imron melihat nama di lembar jawaban Selvy “Non Selvy juga ngasih liat jawabannya, kan harusnya ga boleh ya kan !” Imron berkata pelan tapi tegas sehingga membuat wajah keduanya makin pucat.

“Maaf Non, demi tata tertib, saya terpaksa harus melaporkan Non berdua” sambungnya.

“Jangan…jangan Pak !” sergah keduanya bersamaan dengan wajah memelas, mata Selvy bahkan sudah lembab berkaca-kaca.

Mata kuliah itu termasuk penting dan termasuk prasyarat untuk mata kuliah berikutnya sehingga berat bagi mereka untuk tidak lulus apalagi dengan cara seperti itu.

“Wah-wah…ada masalah apa disini Pak Imron kok sepertinya serius nih !” tiba-tiba terdengar suara dari pintu.

“Ini nih, Pak saya juga bingung, cantik-cantik gini kok nyontek loh” kata Imron geleng-geleng kepala “Duh anak jaman sekarang emang susah yah !”

Selly menjelaskan permasalahannya dan mengaku salah, tapi dia tetap minta keringanan, setidaknya jangan sampai saudaranya ikut kena hukuman. Pak Dahlan, kepala jurusan arsitektur yang tak bermoral itu mengangguk-angguk mendengar penjelasan Selly.

 

“Hmmm…kalau begitu baiklah, kalian habis ini masih ada ujian lagi ?” tanya pria itu yang dijawab mereka dengan anggukan “Nah, sekarang kalian kerjakan saja dulu ujian ini, tapi nanti sebelum pulang temui saya di kantor saya untuk membicarakannya, ok ?”

Untuk sementara si kembar bisa berlega hati, namun mereka sudah tidak konsentrasi lagi mengerjakan ujian itu juga ujian berikutnya karena dalam hati mereka berkecamuk seribu satu pikiran apa yang bakal terjadi nanti dan sanksi apa yang bakal menunggu mereka. Ujian terakhir hari itu pun akhirnya selesai jam dua siang, kini saatnya si kembar menemui kepala jurusan itu di kantornya untuk membicarakan masalah tadi. Selly mengetuk pintu…dua menit…tapi tidak ada jawaban, tirai ruang itu tertutup.

“Ga ada orang kali yah ?” kata Selvy.

“Tau deh…kita tunggu aja…”

Baru saja Selly berkata begitu, tiba-tiba pintu dibuka oleh seorang gadis yang juga mengenakan setelan hitam-putih untuk ujian tapi dengan model yang lebih seksi, roknya lebih pendek daripada rok si kembar sehingga memamerkan sepasang paha jenjangnya, atasannya pun lebih ketat dan mencetak bentuk tubuhnya yang indah, belum lagi branya warna hitam sehingga menerawang jelas. Gadis itu menatap sekilas pada si kembar sambil keluar dari ruangan itu, senyuman misterius muncul di wajah indonya, entah mengartikan apa. Kalau dilihat lebih teliti di daerah antara bibir dan dagu gadis itu nampak sedikit noda cairan putih mirip susu kental yang tidak sempat terlihat oleh si kembar maupun dirinya sendiri. Si kembar hanya tahu gadis ini sebagai mahasiswi angkatan atas mereka yang bernama Fanny.

 

Di ruang itu telah menunggu Pak Dahlan di balik meja kerjanya, wajah pria itu agak sayu seperti orang habis orgasme dan Imron, si penjaga kampus itu juga telah duduk di sofa sambil mengelap jarinya yang basah entah oleh cairan apa dengan tissue.

“Ya, kalian berdua, ayo masuk, maaf menunggu, tadi ada yang bimbingan dulu, mari duduk disini !” Pak Dahlan keluar dari meja kerjanya dan menyuruh kedua gadis itu duduk di sofa.

Pria itu menjelaskan kondisi mereka, bahwa perbuatan menyontek tadi hukumannya sudah jelas tidak diluluskan mata kuliah tersebut, padahal mata kuliah ini sangat penting

“Saya bisa bantu kalian menutupi rahasia ini, malah kalau perlu saya bisa bantu mengkatrol nilai kalian melalui rekomendasi ke dosen yang bersangkutan, tapi…”

“Tapi apa Pak ?” Selvy buru-buru menyela.

“Hhmm…asal kalian banyak nurut ke Bapak, seperti…” Pak Dahlan meneruskan ucapannya dengan meletakkan tangan di paha Selvy yang duduk di dekatnya dan menggeser roknya.

“Apa !” pekik Selvy terkejut sambil menepis tangan Pak Dahlan dari pahanya

“Pak, ini pelecehan yah namanya, Bapak pikir kita ini perempuan apaan ?” Selly protes dengan suara tercekat karena tidak menyangka kepala jurusannya sebejat itu, hatinya tambah panas dan malu melihat si penjaga kampus itu cengengesan.

 

“Hahaha…ayolah, kalian butuh nilai kan, ini dan itu tentu ada harganya dong, Bapak nggak memaksa, pilihannya terserah kalian aja” Pak Dahlan berkata dengan tenang.

“Nggak Pak, kita lebih baik tidak lulus daripada dengan cara serendah itu, ayo Ci, kita pergi !” kata Selvy dengan kesal sambil meraih lengan saudaranya.

“Oooh, sebentar-sebentar, sabar dulu dong” Pak Dahlan berusaha menahan mereka “sebenarnya apa yang kalian takutkan ? takut nggak perawan kan ? begini saja, Bapak nggak akan mengajak kalian berbuat itu deh, cukup kalian telanjang saja disini, bapak cuma mau liat tubuh kalian, ya setidaknya pegang-pegang dikit toh tidak ada pengaruhnya dengan keperawanan kan, lalu setelah itu Bapak jamin kalian pasti lulus, gimana, sama-sama untung kan ?”

Si kembar tertegun mendengar tawaran itu, kalau hanya telanjang saja mungkin masih bersedia walaupun dengan amat terpaksa, dengan begitu skandal menyontek tadi dapat ditutupi tanpa harus mengorbankan keperawanan, dan seterusnya mereka kapok tidak akan menyontek lagi sehingga terjebak dalam posisi sulit seperti ini. Mereka saling tatap dengan penuh pertimbangan.

“Baiklah Pak, tapi tolong saudara saya jangan, biar saya sendiri saja yang buka baju gimana ?” ucap Selly lirih.

“Jangan saya saja !” Selvy menyela.

“Diam ! ini salah gua tau, gua yang minta lembar jawab dari lu dan gua yang harus tanggung jawab !” Selly membentak adiknya sambil mengguncang bahunya.

 

Mereka berdebat, masing-masing ingin berkorban demi melindungi saudaranya sampai Pak Dahlan menghentikan mereka.

“Ok, ok sudah diam, mau kedengeran di luar apa ?” katanya agak keras “ya sudah satu dari kalian juga boleh, ya Selly kamu saja sebagai kakak yang maju !” perintahnya.

“Jangan, jangan Ci, sudah kita relakan saja nggak lulus !” Selvy menahan lengan Selly dengan mata menitikkan air mata.

Selly menyentak tangannya lalu memeluk adiknya serta mengelusi punggungnya.

“Sudahlah, semua akan baik-baik saja, tenang-tenang” hiburnya.

“Ayo udah dong main sinetronnya, kalau saya dah hilang minat tawarannya batal nih !” Pak Dahlan sepertinya sudah tidak sabar lagi.

“Baik Pak, jadi Bapak jamin setelah puas melihat tubuh saya kita pasti lulus dan Bapak ga akan minta lebih ?” Selly memastikan dan bangkit berdiri.

“Iya, Bapak jamin kalian akan lulus kalau perlu dengan nilai A sekalian dan kalau Bapak lepas kontrol kamu tinggal teriak aja, di bawah sana masih banyak orang yang bakal mendengar jeritan kamu kan ?” tegas pria tambun itu.

“Eerr…disini Pak ? sekarang ?” tanyanya risih sambil melirikkan mata ke arah Imron.

“Lha iya toh Sel, ga apa-apa kan Pak Imron disini, dia kan sebagai saksi tadi, jadi berhak menikmati juga kan, ayolah lagian kan hanya liat body kamu aja kan ?”

 

Dengan berat hati, Selly pun akhirnya mulai melepaskan satu-satu kancing kemejanya, branya warna putih dengan aksen garis-garis pink pun terlihat. Selvy menunduk lesu menutup wajahnya sambil menangis, dia tidak sanggup menyaksikan saudaranya dipecundangi seperti itu.Rok hitamnya meluncur jatuh begitu dia melepaskan sabuk dan resletingnya.

“Ayo belum selesai, terusin dong !” kata Pak Dahlan melihat Selly yang ragu-ragu melepas pakaian dalamnya.

Tangan Selly gemetaran melepaskan kait branya serta menanggalkannya, mata kedua pria bejat itu melotot seperti mau copot melihat keindahan payudara Selly yang membusung tegak dengan puting kemerahan yang menggemaskan. Tentu saja Selly merasa risih dengan tatapan mata mereka sehingga tangannya otomatis menutupi kedua payudaranya.

“Satu lagi, ayo Non, jangan tanggung-tanggung mau lulus ga ?” kata Imron dengan wajah mesum yang menjijikkan seolah dia hendak menelannya.

Akhirnya Selly pun berhasil membuka penutup tubuh terakhirnya itu, celana dalam itu dia turunkan hingga lutut, lalu buru-buru berdiri tegak dan menggunakan tangan menutupi bagian-bagian terlarangnya.

“Ck-ck-ck…benar-benar body yang sempurna, putih mulus tanpa cacat” Pak Dahlan bangkit berdiri dan menghampiri gadis itu “turunin tangannya dong, jangan malu-malu gitu yah” katanya sambil menyingkirkan tangan Selly yang melindungi bagian terlarangnya.

 

Semakin pria itu mendekat semakin kencang pula jantung Selly berdebar, wajahnya memerah menahan malu sambil menggigit bibir bawah.

“Bapak pegang dikit yah” pintanya sambil menaruh tangannya di payudaranya

“Sshhh..” desisnya merasakan perasaan aneh karena belaian pada payudaranya, jari-jari gemuk pria itu juga memencet putingnya sehingga seperti bulu kuduknya berdiri semua.

“Eengghh..!” desisnya lebih keras karena tangan Imron mendarat di pantatnya lalu merabanya.

Tangan Pak Dahlan meraba semakin ke bawah hingga akhirnya menyentuh kemaluannya yang rapat dan dilapisi bulu-bulu tipis. Wajah pria itu juga makin mendekati wajahnya, baru saja bibirnya bersentuhan sedikit dengan bibir Selly, gadis itu memalingkan wajah dan menepis tangan kedua pria itu.

“Sudah cukup ! saya tidak akan memberi lebih, sekarang bagaimana janji Bapak !” kata Selly sengit.

Dia buru-buru menaikkan kembali celana dalamnya lalu roknya, secepat kilat bra yang di meja itu dia sambar dan kenakan kembali disusul kemeja putihnya. Pakaiannya masih tampak acak-acakan karena dia memakainya dengan terburu-buru, branya saja belum sempat dia kaitkan kembali. Kemudian dia menghampiri dan mendekap kembarannya yang meringuk di sofa dan menangis itu.

“Tenang Vy, sudah beres, sudah beres !” katanya sambil mengelap air mata Selvy.

 

“Selly, Selly” Pak Dahlan menepuk pundaknya sehingga membuatnya menoleh dengan tatapan kesal “kalian lulus, bapak janji itu hehehe”

“Terima kasih Pak !” kata Selly dengan ketus.

“Ga apa-apa, Bapak yang harusnya terima kasih karena sudah diberi kesempatan emas bersama kamu, dan juga…mengabadikannya !” ucapnya dengan nada datar.

Kata terakhir itulah yang membuat si kembar yang sudah merasa lega terkejut bagai disambar petir.

“Apa ?? diabadikan ? maksud Bapak…” suara Selly bergetar seperti melihat hantu.

“Iya betul, kamu lihat deh webcam diatas komputer Bapak ini emang sudah sengaja diarahkan ke tempat kamu berdiri tadi dan komputer sudah merekam sejak kalian masuk” Pak Dahlan menjelaskan sambil berjalan ke balik meja kerjanya menyalakan tombol monitornya.

Dia menyalakan ulang rekaman barusan dan memutar monitornya agar si kembar bisa melihat. Jantung mereka seakan berhenti berdetak, terutama Selly ketika melihat dirinya membuka bajunya hingga bugil lalu dipegang-pegang kedua pria tak bermoral itu, dia benar-benar tidak pernah berpikir akan jadi begini.

“Bapak ngejebak kita, dasar biadab !” jerit Selly sangat marah padanya.

“Gimana Sel, lihat tuh kamu berdiri di tempat yang tepat, wah-wah kalau ini tersebar gimana nih ?”

“Hehehe, dijamin Non berdua bakal jadi selebritis deh !” timpal Imron yang daritadi cuma diam dan cengar-cengir.

 

“Kalian-kalian mau apa sebenarnya bajingan !” Selvy memekik dengan wajah berurai air mata.

“Simple saja, Bapak nggak minta banyak untuk menutupi skandal ini” kata Pak Dahlan tenang.

“Dan Non ga usah nawarin duit deh, karena bukan itu yang kita mau” Imron menimpali.

“Baiklah, biar saya saja…” Selly bangkit menawarkan diri.

“Wah, maaf untuk yang satu ini saya khawatir bayarannya tidak cukup hanya kamu seorang Sel, sepertinya saudara kamu juga harus ikut” kata dosen bejat itu.

“Tega-teganya Bapak begitu, Bapak memang bukan manusia !” maki Selvy yang hanya ditanggapi kedua pria itu dengan tertawa sinis.

“Yah terima kasih atas ‘pujian’nya, sekarang pilihannya tergantung kalian berdua” pria itu menghampiri mereka setelah mematikan dulu komputernya.

“Kalau kalian mau, ayo ke rumah saya sekarang, kebetulan saya sudah selesai kerja, kalau tidak mungkin kelulusan kalian saya akan pertimbangkan kembali dan yang paling penting rekaman tadi itu loh” kata Pak Dahlan sambil meletakkan tangannya di pundak Selly.

Sungguh si kembar bagaikan makan buah simalakama hingga mereka tidak berdaya ketika digiring kedua hidung belang itu ke mobil Pak Dahlan yang diparkir di bawah gedung itu.

 

“Ting !” lift yang membawa si kembar pun sampai di basement.

Dengan langkah berat dan jantung berdebar mereka menuju ke Honda Civic hitam yang mengedipkan lampu dimnya. Mereka sengaja datang terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan berhubung hari masih siang. Pak Dahlan menyuruh Selly duduk di jok depan bersamanya, sedangkan Selvy di belakang bersama Imron. Selly membanting pantatnya ke jok dan menutup pintunya dengan keras, wajahnya tidak bisa menyembunyikan ekspresi marah, takut dan penyesalan yang bercampur baur.

“Wah-wah, jangan galak-galak gitu dong Sel, kita kan mau senang-senang nih” kata Pak Dahlan menggerakkan tangan hendak membelai pipinya.

“Eiit…jadi ga jadi nih ?” katanya ketika Selly menahan tangan itu.

Akhirnya Selly pun pasrah membiarkan pria itu membelai pipi mulusnya. Dia hanya bisa mengumpat dalam hati dan menatap jijik pria tambun yang makin kelihatan perutnya yang besar itu dalam balutan seatbelt.

“Ternyata kalian masih bisa menentukan pilihan yang bijak yah, kita kirain kalian bakal kabur hehehe” celoteh Imron.

Setelah mobil keluar dari areal kampus, Imron menggeser posisi duduknya sehingga lebih merapat dengan Selvy, tangan kirinya merangkul pundak gadis itu, tangan satunya mulai mengelusi lengannya. Selvy terdiam dan gemetar namun tak bisa berbuat apa-apa selain menangis.

 

“Jangan nangis terus dong Non, Bapak janji bakal muasin Non, malah mungkin Non yang ntar ketagihan” katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di telinganya.

Imron menyeka air mata yang membasahi pipi Selvy lalu mengalihkan wajah cantik itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Selvy memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya tentu kalah dengan Imron, malah rontaan itu membuat Imron makin bernafsu mengerjainya. Ketika tangan Imron mulai merogoh masuk ke dalam roknya dan menyentuh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka, saat itulah lidah Imron menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya habis-habisan, lidah Imron menyapu telak rongga mulutnya. Selvy merapatkan pahanya untuk mencegah tangan Imron masuk lebih jauh, namun dengan begitu Imron malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Imron telah berhasil mengelus belahan vaginanya dari luar celana dalamnya. Desahan tertahan terdengar dari mulutnya, hembusan AC mobil mulai terasa membelai pahanya karena roknya sudah terangkat. Kini tangan Imron menyusup lewat bagian atas celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluan Selvy yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

 

Sungguh tidak berdaya Selvy saat itu, ancaman akan tidak lulus ditambah lagi terjatuhnya kakaknya ke dalam jebakan membuatnya terpaksa pasrah. Dia berusaha tidak menangis terlalu keras dan memilukan karena dia tahu itu akan membuat beban pikiran kakak kembarnya semakin berat. Rontaan Selvy semakin lemah selain karena sudah pasrah, juga karena sentuhan-sentuhan erotis Imron pada kemaluannya dan percumbuannya. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar itu. Nasib Selly, kembarannya, di depan sana juga tidak beda jauh, sejak keluar dari kampus dan mobil berhenti di lampu merah pertama Pak Dahlan langsung menaruh tangannya di pahanya, perlahan-lahan tangannya naik menyingkap roknya, paha mulus itu dielus dan dipijatnya, tangan itu merambat terus hingga menyentuh pangkal pahanya. Selly menggigit bibir dan menarik nafas panjang merasakan jari-jari Pak Dahlan dari luar celana dalamnya.

“Jangan cemberut gitu dong Sel, nikmatin aja, kan ga enak kalo sambil marah-marah” kata pria tambun itu karena Selly menatapnya dengan tajam.

“Saya benar-benar ga nyangka yang seperti Bapak ini bisa jadi ketua jurusan, dunia memang sudah gila !” ucap Selly ketus.

“Hehehe…ya itu sih hak kamu berkata begitu Sel, kan demokrasi namanya, tapi yang pasti mahasiswi lain yang pernah ‘bimbingan’ sama saya enjoy aja kok dan saya yakin kamu juga akan merasakan yang sama kok” jawab Pak Dahlan kalem, dia menyetir sambil tangan satunya tetap mengelus paha gadis itu, sesekali merayap ke atas memencet payudaranya.

Terhenyak juga Selly mendengar kata-kata pria itu, berarti selain dia dan kembarannya pria ini juga pernah memangsa entah berapa banyak gadis-gadis lainnya.

 

Selly bukannya tidak mendengar desahan tertahan di belakang sana, namun dia tidak sanggup menoleh ke belakang menyaksikan kembarannya sendiri dipecundangi, setiap desahan itu bagaikan irisan demi irisan yang melukai hatinya, namun dia tidak sanggup berbuat apapun untuk saudaranya itu, bahkan untuk dirinya sendiripun tidak bisa. Sebutir air mata tanpa sadar menetes di pipinya, padahal dia termasuk gadis yang tegar dan berhati baja.

“Maafin gua Vy, gua ga bisa nolong lu kali ini” katanya dalam hati dengan hati terluka.

Di lain pihak, elusan-elusan Pak Dahlan pun mau tidak mau mulai merangsangnya, jari yang bergerak nakal di bagian tengah celana dalamnya itu membuatnya basah di bawah sana tanpa bisa ditahannya, bagian tengah celana dalam itu sudah memperlihatkan noda basah karena sentuhan-sentuhan erotis si dosen bejat itu. Tubuhnya menggeliat menahan rasa geli di bawah sana, sesekali dia mengeluarkan suara mendesis tertahan.

“Oohh…udah dong Pak, ntar keliatan orang !” katanya ketika mobil mereka tepat di sebuah bis kota ketika menunggu lampu merah.

“Ga apa-apa kan kaca mobilnya ga bisa liat ke dalam” kata Pak Dahlan menyingkap kembali rok yang sempat diturunkan Selly.

“Serigala tua bajingan !” maki Selly dalam hati, dia tetap merasa gelisah karena memang walaupun kedua sisi kaca mobil itu berlapis gelap, namun kaca depannya tidak sehingga masih mungkin orang dari bis itu melihat ke dalamnya.

 

Benar saja, di bis itu ada seorang pria kebetulan melihat ke arahnya, pria itu berbicara pada temannya sehingga orang itu juga ikut melihatnya, pahanya mulusnya yang tersingkap dan sedang dielusi itu pun sempat menjadi tontonan gratis di tengah kemacetan. Untunglah lampu segera hijau sehingga mobil mereka pun melaju lagi, namun hal itu tentu membuatnya kesal dan malu, dia menatap tajam pada Pak Dahlan yang menyetir sambil senyum-senyum mesum. Tiba-tiba sebuah tangan menjulur dari belakang meraba dadanya.

“Wah, masih belum puas sama jatahlu Ron, masih pegang-pegang yang punya gua nih ?” kata Pak Dahlan.

“Hehehe…dikit aja Pak, cuma mau nyamain toket anak kembar, ternyata montoknya sama toh” jawab Imron yang kini sedang merasakan penisnya diemut Selvy, tangan kirinya meremasi payudara Selvy yang sudah terbuka.

Tangan kanan Imron mulai membuka satu-persatu kancing kemeja Selly lalu menyusup ke dalamnya serta memegang payudaranya.

“Shhh…!” desis Selly merasakan putingnya mengeras akibat dipilin-pilin Imron dan bawahnya makin basah karena dirogoh-rogoh Pak Dahlan.

Betapapun kerasnya hati Selly, kali ini dia tidak sanggup berbuat apa-apa untuk melawan mereka dibawah ancaman nilai dan rekaman bugilnya.

 

“Gimana Ron ? tokednya bagusan yang siapa ?” tanya Pak Dahlan.

“Sama Pak, sama cantiknya sama montoknya, tapi ga tau gimana servisnya ntar” sahut Imron dari belakang “kalo yang sama saya ini nyepongnya masih amatiran, tapi ga apa-apa kalo diajar juga bisa, kayanya dia ketagihan nih malah, ayo Non yang bener isepnya, ati-ati jangan digigit yah”

Di bawah paksaan, Selvy terpaksa mengoral penis hitam panjangnya Imron, itu adalah pertama kali baginya melakukan hal itu sehingga dia hanya bisa mengikuti instruksi Imron ditambah dari pengetahuan yang pernah dia lihat di film bokep. Dia berusaha tidak mencium bau keringat pada penis itu, saat dia sentuhkan lidah pada kepala penis itu, benda itu seperti bergetar dan makin membengkak, selanjutnya dia mengulum dan menjilati benda itu. Selly di depan juga semakin menggelinjang karena bagian-bagian sensitifnya digerayangi dua penjahat kelamin ini. Sekarang mobil sudah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terletak agak jauh dari pusat kota, sehingga pemandangan disini masih relatif alami, masih hijau dan banyak pohonnya, rumah-rumahnya termasuk kelas menengah ke atas.

“Nah kita sudah sampai nih !” kata Pak Dahlan ketika mobil berhenti di sebuah rumah bertingkat dua dengan pintu gerbang tinggi.

 

Pak Dahlan membunyikan klakson dan pintu kemudian dibuka oleh seorang pria tua berumur 60an. Punggung pria itu bongkok seperti punuk onta mirip Quasimodo dalam kisah hunchback from Notredame, wajahnya pun tidak bersahabat dengan mata sipit sebelah yang memberi kesan licik. Selly yang risih dengan kemunculan si bongkok itu buru-buru menepis tangan-tangan yang menggerayanginya dan membereskan pakaiannya yang tersingkap sana-sini. Selvy juga buru-buru melepas emutannya begitu tahu ada orang lain yang membukakan pintu. Akhirnya dia bisa mengambil udara segar lagi sambil mengancingkan lagi bajunya yang sudah terbuka.

“Itu Thalib, tukang kebun dan penjaga disini, ntar kalian juga kenalan sama dia kok” kata Pak Dahlan.

Dari halaman depan mobil terus melaju memasuki garasi. Pak Dahlan menggandeng tangan Selly ke kamarnya, sepertinya pria tambun itu sudah tidak sabaran lagi menikmati kehangatan tubuhnya. Imron mengikutinya dari belakang sambil memapah Selvy. Mata si bongkok Thalib nampak nanar memandangi dua dara kembar itu apalagi tangan jahil Imron mengelusi pantat Selvy. Rumah Pak Dahlan walaupun tidak terlalu besar namun cukup menarik, beberapa lukisan tergantung di dindingnya sehingga terkesan elegan. Di tempat ini Pak Dahlan tinggal sendiri hanya dengan Thalib yang bertugas menjaga rumahnya, si bongkok itu juga masih famili jauhnya dari kampung. Pak Dahlan sudah lama bercerai dengan istrinya yang membawa serta seorang anaknya, sedangkan seorang lain yang ikut dengannya sudah bekerja di kota lain.

 

Mereka pun akhirnya memasuki kamar Pak Dahlan di lantai dua yang didominasi warna krem dari wallpapernya dan perabotan bergaya klasik.

“Kita mandi dulu yah Ron, anggap aja rumah sendiri !” kata Pak Dahlan sambil membawa masuk Selly ke kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.

Imron menghempaskan tubuh Selvy di ranjang empuk itu oleh Imron dan tanpa buang waktu lagi diterkamnya gadis itu.

“Aahh…jangan Pak, tolong hentikan, saya mohon ahh !” rintihnya ketika Imron menggumulinya dengan kasar dan bernafsu.

Rok hitam Selvy sudah terangkat sampai pinggang sehingga paha mulus dan celana dalamnya yang berwarna biru muda itu terlihat kemana-mana. Imron mengunci kedua pergelangan tangan Selvy diatas kepala gadis itu dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengelus pahanya dan selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Wajah mereka sangat berdekatan, Selvy tegang sekali melihat pandangan mata Imron yang penuh nafsu binatang apalagi ditambah wajahnya yang jelek itu, dia hanya bisa memelas lewat tatapan matanya yang sembab oleh airmata.

“Seumur-umur akhirnya bisa juga saya main sama cewek kembar cantik kaya gini hehehe” ujarnya sambil tertawa mesum “Non sebaiknya nurut aja yah supaya kita sama-sama enak dan ga perlu kuatir lagi tentang nilai atau rekaman bugil Non Selly tadi”

 

Selvy benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi paling sulit dalam hidupnya itu, dilema yang luar biasa yang baru pernah dialaminya. Tiba-tiba wajah Imron maju menciumi bibir mungilnya dengan kasar, sia-sia dia menghindar dengan ruang gerak sekecil itu hingga akhirnya Imron kembali melumat bibirnya. Tangan kanannya menarik celana dalamnya ke bawah hingga betis kemudian jari-jarinya mulai bermain-main di vaginanya. Lidah Selvy yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Imron terus menciumi bibirnya dan menggosok-gosok bibir vaginanya. Nafas Selvy semakin berat dan terpaksa pasrah saja, jari-jari Imron yang ditusuk-tusukkan ke vaginanya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Imron menyerang daerah lainnya, kancing kemeja gadis itu dia buka semuanya, bra dengan pengait di depan itu sudah lepas sejak di mobil tadi dan belum dikaitkan kembali sehingga payudaranya langsung terekspos begitu bajunya dibuka. Selvy menutupi buah dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Imron mencengkram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, Hendra, pacarnya saja belum pernah menyentuhnya, tapi seorang penjaga kampus bertampang buruk dan seusia ayahnya malah sudah meremas, menjilati dan mengenyotnya.

 

“Sssrrreepp…ssluurp !” demikian bunyi suara hisapan Imron pada kedua payudara Selvy secara bergantian.

Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Imron menyedoti payudara Selvy sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata sambil tangannya membuka resleting roknya serta memelorotinya hingga lepas.

‘Tidak…jangan Pak, jangan !” ucap Selvy memelas sambil merapatkan kedua belah paha ketika Imron mau menjilati vaginanya.

Imron hanya menyeringai dan membuka paha Selvy dengan setengah paksa lalu membenamkan wajahnya pada vagina gadis itu. Tubuh Selvy menggelinjang begitu lidah Imron yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Selvy lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Imron berlutut di ranjang dan menaikkan kedua paha Selvy ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat vaginanya seperti sedang makan semangka.

“Sudahhh Pak…ahh…aahh !” desah Selvy memelas saat lidah Imron masuk mengaduk-aduk bagian dalam vaginanya.

Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan bersalah pada pacarnya bercampur baur dengan birahi dan naluri seks.

 

Sekitar seperempat jam Imron memperlakukan Selvy demikian, dengan lihainya dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan liar ini.

“Eenngghh…aaahh !” Selvy pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang.

Imron melahap cairan orgasme Selvy dengan rakus sampai terdengar suara menghirupnya, dia menyedoti bibir vagina Selvy sehingga tubuhnya makin menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya takluk pada pria itu.

“Enak kan Non, hehehe !” seringai Imron dengan mulut belepotan lendir.

Imron mengangkat kepala Selvy dan kembali melumat bibirnya sehingga Selvy dapat merasakan cairan kemaluannya sendiri. Sesaat kemudian dia buru-buru membuka pakaiannya sendiri dan mulai ambil posisi di antara kedua belah paha Selvy dan menggesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Selvy.

“Jangan Pak, saya gak mau” kata Selvy menghiba.

“Sstt !” Imron menempelkan jari di bibirnya “jangan ribut terus, Bapak minta kamu ridho yah demi nilai dan saudara kamu !”

Imron mulai menekan penisnya memasuki vagina Selvy. Air mata gadis itu meleleh karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan kehormatannya. Dari kamar mandi dekat situ sesekali terdengar suara erangan bercampur suara gemericik shower, pastilah saudara kembarnya itu mengalami nasib yang sama dengannya.

 

“Sakit…aahh…hentikan Pak, tolong aahh !” rintihnya terengah-engah ketika Imron memaksakan penisnya memasuki vaginanya yang masih sempit.

Kepala penisnya yang disunat itu sudah terbenam, ditekannya lebih dalam dan paha Selvy dibentangkannya lebih lebar. Imron menekan-nekankan penisnya sambil melenguh karena kemaluan gadis itu masih sangat sempit.

“Aaahh…perih !” rintihnya sambil meronta.

Imron sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli dengan Selvy yang kesakitan malah ekspresi wajah Selvy membuatnya makin bernafsu.

“Aakhhh !” jerit gadis itu begitu Imron menghentakkan pinggulnya agak kuat sehingga penisnya masuk lebih dalam dan mengoyak selaput daranya.

Rasa perih melanda kemaluannya sampai tangannya meremas kuat-kuat sprei di bawahnya, tubuhnya mengejang dengan mata membelakak. Dia tidah pernah membayangkan kegadisannya direnggut paksa oleh penjaga kampus amoral itu.

“Hmm…saya paling suka ngebobol memek perawan seperti Non ini, sempit dan enak !” celoteh Imron sambil memulai gerakan memompanya.

Selvy memejamkan matanya yang berair dan menggigit bibir, dia merasakan sesak sekali di bawah sana, batang keras berurat itu terasa sekali menggesek dinding vaginanya.

 

Setelah belasan pompaan diselingi sodokan keras, rasa sakit yang dialami Selvy sekonyong-konyong berubah menjadi sensasi erotis yang membuatnya melayang. Rintihan kesakitannya makin terdengar seperti erangan nikmat. Libido kini semakin menguasai hati dan pikiran Selvy, dia memang merasa bersalah sekali dan berkali-kali dalam hatinya meminta maaf pada Hendra, pacarnya dan Selly, kakak kembarnya karena tidak sanggup lagi menahan diri terhanyut. Genjotan Imron yang makin kasar membuat tubuhnya berguncang-guncang, payudaranya pun ikut bergetar. Kini Imron menindih tubuhnya, memeluknya dan mencumbu mulut Selvy yang terbuka dan mengeluarkan desahan. Selvy kini pasrah menerima lidah Imron yang bermain-main di mulutnya bahkan lidahnya juga turut saling menjilat dengan lidah kasar penjaga kampus itu. Percumbuan itu membuat nafasnya makin naik turun dan wajahnya makin memerah. Mau tidak mau birahi Selvy pun naik apalagi sambil menggenjot Imron terus menggerayangi tubuh mulusnya terutama payudara, paha dan bongkahan pantatnya.

“Uhh-uhh…bener-bener masih seret, ini uenaknya memek perawan !” puji Imron ditengah genjotannya.

Batang kemaluan Imron keluar masuk dengan cepat menggesek dinding vaginanya. Tanpa disadari kedua lengan Selvy memeluk tubuh Imron yang menindihnya, perkosaan ini telah menghanyutkannya tanpa dapat ditolak.

 

Tak lama kemudian Selvy merasa pandangan matanya berkunang-kunang, dari dalam tubuhnya serasa ada suatu gelombang dahsyat yang tidak bisa ditahannya sehingga membuat tubuhnya menegang, perasaan ini jauh lebih dahsyat daripada sebelumnya tadi, dia tidak bisa tidak mengerang. Tangannya yang saling genggam dengan Imron mencengkram semakin erat dan dari mulutnya terdengarlah desahan panjang orgasme. Melihat korbannya orgasme, Imron makin bergairah menggenjotnya, dia berusaha menyusulnya, kemaluan mereka yang bertumbukan menghasilkan bunyi kecipak akibat cairan orgasme yang dikeluarkan Selvy ketika klimaks. Cairan yang membasahi selangkangan itu bercampur dengan darah keperawanan Selvy sehingga terlihat agak merah.

“Aahh…ahh…keluar Non, Bapak keluar juga, uuggghh !” lenguh Imron ketika menyemburkan spermanya yang hangat dan kental di dalam rahim Selvy.

Semprotan cairan itu makin lemah seiring dengan pompaan Imron yang mulai turun kecepatannya. Selvy terkapar lemas di ranjang, keringat telah membasahi tubuhnya beserta kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya itu. Nafasnya terputus-putus membuat kedua gunung kembarnya ikut turun naik. Imron masih menindih tubuhnya menikmati sisa-sisa klimaksnya. Kamar yang tadinya berisik karena suara bercinta itu sementara hening dan hanya terdengar suara nafas terengah-engah.

 

Kita tinggalkan dulu Selvy dan Imron sejenak untuk melihat keadaan kembarannya, Selly dan Pak Dahlan di kamar mandi. Tempat berlantai marmer coklat itu tidak besar, ada sebuah toilet duduk bersebelahan dengan bak air, di seberang kloset terdapat wastafel yang di sebelahnya ada sebuah tempat shower bertirai plastik. Begitu pintu kamar mandi ditutup, pria tambun itu langsung memeluk Selly dari belakang, tangannya langsung menyingkap roknya dan membelai naik pahanya menuju ke selangkangan.

“Ayo Selly sayang, Bapak ga mau ngeliat kamu menikmati dengan terpaksa gitu, Bapak pingin kamu sepenuh hati, ntar kesana-kesana nilainya pasti Bapak bantuin” katanya dekat telinga Selly.

“Ihh…lepas…lepasin !” gadis itu meronta dan menyentakkan tubuh hingga terlepas dari dekapan Pak Dahlan “denger yah Pak, jangan sembarangan panggil saya sayang dan ga usah peluk-peluk gitu, saya juga bisa buka baju sendiri !”

Pak Dahlan cengengesan saja mendengar omelan Selly

“Ok, fine, kalau gitu silakan lakukan sendiri, saya tunggu nih !” katanya sambil duduk di tutup kloset.

“Jadi anda menikmati memancing di air keruh, memanfaatkan gadis-gadis tidak berdosa untuk nafsu setan anda ini !” ucap Selly ketus sambil dengan berat membuka satu-persatu pakaiannya.

“Yah, bisa dibilang gitu, sebagian dari mereka ada yang datang sendiri menyerahkan diri, ada juga yang terpaksa, tapi akhirnya sih sama aja, soalnya mereka juga menikmati kok hehehe” pria itu tertawa mesum menyaksikan tubuh Selly yang semakin telanjang.

 

“Nggak tau malu !” Selly dengan geram melemparkan celana dalamnya yang baru lepas ke wajah Pak Dahlan.

Pak Dahlan hanya cengengesan mengambil celana dalam itu dan mengendusinya, celana dalam itu bahkan dia masukkan ke kepalanya seperti kupluk.

“Eemm…wangi, saya suka wanita galak seperti kamu, bikin saya tertantang untuk menjinakkan” ujarnya seraya menggerakkan telunjuk memanggilnya mendekat.

Dengan jantung berdebar-debar, Selly menuruti saja permintaannya karena tidak ada pilihan lain. Dia kini berdiri telanjang di depan Pak Dahlan dengan tangan menutupi auratnya. Bulu kuduknnya merinding merasakan tangan kasar pria itu mengelusi pinggir tubuhnya dari pinggang, paha, lalu mengarah ke selangkangan. Pria itu menyingkirkan telapak tangan yang menutupi kemaluannya, matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu jarang dan halus. Selly sendiri merasa tegang, walau sebelumnya dia pernah telanjang di depan Fredy sehingga terlibat oral seks dan petting.

“Sini, duduk sini !” perintah Pak Dahlan sambil menepuk pahanya sendiri “jangan nyamping gitu dong, ga enak, hadap-hadapan ayo!” katanya lagi menyuruh Selly mengubah posisi duduknya yang menyamping.

Selly terpaksa harus membuka pahanya agar bisa duduk di pangkuan pria itu sesuai yang dimintanya.

 

Tangan pria menaruh kedua tangannya pada kedua pahanya, lalu dielusi keatas hingga tangannya mencaplok kedua payudaranya. Selly mendesis saat tangan itu meremasi kedua gunung kembarnya. Jari-jari gemuk itu memilin-milin dan memencet putingnya sehingga benda itu semakin mengeras saja. Kemudian mulutnya mendekati payudara yang kiri dan menciuminya, kumis kasar pria itu menggelitik payudaranya belum lagi mulutnya menghisap-hisap seperti sedang menyusu. Tangan kanannya merambat turun ke arah vaginanya. Selly tersentak seperti kesetrum ketika jari Pak Dahlan mengelusi bibir vaginanya, kakinya mau merapat menahan geli, tapi tidak bisa karena terhalang paha gemuk pria itu. Mulut Pak Dahlan berpindah-pindah melumat payudara kanan dan kiri gadis itu sambil tangan kanannya mengelus-elus kemaluannya yang makin berlendir. Sekalipun berusaha untuk tidak menikmati, toh pertahanan Selly bobol juga karena serangan erotis yang gencar dari Pak Dahlan.

“Sudah Pak, hentikan…ahhh…emmhh !” gadis itu tidak bisa menahan desahan sambil memegangi kepala Pak Dahlan yang sedang menyusu.

 

Tubuh Selly makin berkelejotan terutama setelah Pak Dahlan memasukkan jari-jari gemuknya ke vaginanya dan meliuk-liuk di dalam seperti cacing. Ciuman Pak Dahlan pun semakin merambat naik ke pundak, leher, telinga, mengarah ke mulutnya. Selly memalingkan wajah menolak dicium namun pria itu menahan kepalanya sehingga ciumannya tak bisa dihindari lagi, tubuhnya meronta sebagai penolakan dicium pria itu, tapi tetap tidak mampu karena pria tambun itu memeluknya dengan erat. Lidah Pak Dahlan terus menjilati bibir tipisnya memaksa masuk ke mulutnya, ketika telah berhasil masuk lidah itu langsung menjilati rongga mulutnya, secara refleks lidah Selly pun ikut meronta. Dengan permainan lidah seperti itu ditambah lagi dengan jari-jari yang bergerak liar pada vaginanya, Selly pun bangkit nafsunya, bahkan kini dia memberanikan diri memeluk pria itu. Erangan tertahan terdengar dari mulutnya saat Pak Dahlan mengerakkan jarinya keluar masuk liang vaginanya. Ciuman Pak Dahlan merambat turun lagi ke lehernya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus itu dihisapnya hingga menggelinjang, namun Selly bersyukur juga bisa mengambil udara segar setelah percumbuan yang cukup lama dan panas itu. Pak Dahlan juga menarik keluar dua jari yang memasuki vaginanya, cairan yang belepotan di jari itu dia oleskan pada puncak payudara kanannya untuk selanjutnya diemut-emut. Puting Selly sudah benar-benar mengeras akibat dirangsang terus daritadi.

 

“Kita mandi dulu yuk, biar segar !” ucap Pak Dahlan seraya menurunkan tubuh Selly dari pangkuannya dan menuntunnya ke arah shower.

Pria itu menyalakan air hangat yang mengguyur tubuh telanjang Selly, kemudian dia membuka bajunya sendiri, kecuali celana dalam Selly yang dia pakai sebagai kupluk di kepalanya. Terlihatlah perutnya yang bulat dan penisnya yang berukuran 17cm dan berdiameter tebal, benda itu sempat membuat Selly tertegun membayangkan benda itu akan segera mengaduk-aduk vaginanya. Setelah membuka baju, pria itu pun ikut masuk ke daerah shower.

“Kamu cantik sekali Sel !” ucapnya dengan mengangkat wajahnya yang tertunduk dan mengusap rambut basahnya ke belakang, dipandangnya wajah cantik yang sudah basah itu dalam-dalam.

Selly diam saja walau pandangan matanya masih tajam menyisakan kemarahan dan kebencian, dia merasa mandi dengan seekor babi hutan, tangannya terkepal keras, ingin rasanya dia meninju atau menampar bajingan berkedok dosen ini, atau bahkan membunuhnya kalau saja dia tidak mengingat adik kembarnya dan rekaman bugilnya. Karenanya dia hanya pasrah ketika Pak Dahlan mendekapnya dari belakang., pria itu memberikan ciuman di pundak dan lehernya sementara tangannya menggerayangi tubuhnya dengan gemas. Selly dapat merasakan penis yang sudah mengeras itu bersentuhan dengan pantatnya.

 

Tangan Pak Dahlan meraih botol sabun cair, membuka tutupnya dan menumpahkan isinya pada tubuh Selly. Setelah dirasa cukup, dia taruh botol itu pada tempatnya dan mulai menggosok tubuh gadis itu dengan telapak tangannya. Mula-mula dia menggosok leher, bahu, pundak lalu berlanjut ke depan ke perutnya lalu naik ke buah dadanya, dengan lembut tangan kasarnya menggosok dan memijat sambil lidahnya menggelitik telinganya sehingga sadar atau tidak Selly makin terbuai dan terangsang berat, matanya sampai merem-melek dan mulutnya mendesah-desah. Dia harus mengakui bahwa pria yang telah menjebak dan dibencinya ini sanggup membuatnya mabuk birahi dibanding pacarnya sendiri.

“Enngghh…!” desahnya lebih panjang ketika tangan gempal itu menyentuh vaginanya.

Pak Dahlan menggosokkan tangannya pada daerah itu sehingga makin berbusa.

“Memeknya Bapak cuciin yah, biar bersih dan ngentotnya enak” katanya dekat telinga Selly yang tidak menyangka kata-kata senajis itu bisa keluar dari mulut dosen yang bahkan menjabat kepala jurusan.

Pak Dahlan memeluk makin erat tubuh Selly yang kini telah licin dan berlumuran busa sabun. Dia menggesek-gesekkan tubuh tambunnya dengan tubuh mulus Selly yang licin bersabun. Mata Selly sedikit terpejam ketika Pak Dahlan melakukan hal itu, dia tak bisa menahan sensasi nikmat dari sentuhan dan belaian erotis itu.

 

Tidak ingin korbannya pasif, Pak Dahlan menarik wajah Selly agar bisa melumat bibirnya. Kali ini mendobrak pertahanan mulut Selly tidak sesulit tadi, karena mulutnya sudah setengah terbuka karena mendesah terangsang. Untuk mengurangi rasa jijiknya Selly membayangkan berciuman dengan Fredy, dengan begitu kecanggungannya membalas French kiss Pak Dahlan juga berkurang, bahkan kini dia lebih berani menggerakkan tangan memeluk kepala Pak Dahlan di belakangnya. Dibawah guyuran air hangat mereka berciuman dengan panas dalam posisi 99, sungguh menggairahkan. Setelah puas berciuman, Pak Dahlan menyuruhnya menunggingkan tubuhnya dengan kedua telapak tangan bertumpu di tembok. Kemudian dia lebarkan sedikit paha gadis itu dan mulai memasukkan batang kemaluannya dari belakang. Sadar akan segera kehilangan keperawanannya, Selly menyesal dalam hatinya kenapa tidak dari waktu itu dia serahkan keperawanan itu pada Fredy ketika terlibat petting dulu, sekarang sesuatu yang dijaganya itu sebentar lagi direnggut oleh dosen bejat yang dibencinya ini.

“Aaahhh !” Selly menjerit nyaring saat penis Pak Dahlan tertekan masuk mengoyak vaginanya..

“Pertama kali masuk emang sakit Sel, tapi Bapak jamin kamu ntar keenakan kok !” sahut Pak Dahlan membiarkan penisnya menancap di vagina Selly agar gadis itu beradaptasi dan dia bisa meresapi nikmatnya himpitan bibir kemaluan perawan yang masih sempit.

 

Sambil memegangi pantat Selly, Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan frekuensi genjotan makin naik. Setiap pria itu menyentakkan pinggulnya, Selly mendesah keras sampai suaranya terdengar keluar, dia merasa perih dan ngilu, namun juga ada rasa nikmat bercampur di dalamnya, penis yang menyesaki liang kemaluan itu menggesek-gesek klitorisnya yang tentu saja merangsang gairahnya. Tangannya dengan liar menggerayangi tubuhnya yang licin. Pak Dahlan melenguh-lenguh seperti kerbau gila menikmati penisnya menggesek-gesek dinding vagina Selly yang bergerinjal-gerinjal. Suara mereka menyatu dengan suara siraman dan kecipak air di kamar mandi. Pinggul Selly kini malah ikut bergoyang mengimbangi sentakan-sentakan Pak Dahlan. Lama-lama Selly pun tidak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang karena klimaks, desahan panjang terdengar dari mulutnya, dia merasakan mengeluarkan cairan dari vaginanya, tapi bukan kencing, cairan hangat itu bercampur dengan darahnya meleleh keluar selangkangannya. Selama klimaksnya, Pak Dahlan tidak sedikitpun berhenti maupun memperlambat genjotannya, sebaliknya dia semakin bersemangat melihat korbannya telah takluk. Pasca klimaks, Selly merasa tubuhnya lemas dan tenaganya tercerai berai, sebagai pria berpengalaman Pak Dahlan telah mengetahuinya, maka tangan kokohnya melingkari perutnya untuk menopang tubuh gadis itu dan dibawanya kembali dalam dekapannya pada posisi 99 sebelumnya.

 

Dia mundur selangkah sehingga air shower menyiram tepat di tubuh Selly membasuh sabun di tubuhnya.

“Kamu puas kan Sel ?” tanyanya

Selly tidak menjawab, dia tetap membenci pria ini walau tidak bisa dipungkiri pria ini juga yang barusan memberinya orgasme dahsyat. Pak Dahlan lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan tubuh Selly yang masih lemas itu jatuh bersimpuh di depannya. Setelah membersihkan penisnya yang berlumuran darah keperawanan dan mematikan shower, dia perintahkan gadis itu berlutut menghadapnya dan mengoral benda itu. Selly terpana memandangi penis hitam yang mengacung tepat di depan mukanya, benda yang baru saja menodainya dan juga sejumlah gadis lainnya. Suasana hening sejenak, yang terdengar hanya sisa tetesan air shower, udara di dalam masih hangat sehingga cermin wastafel berembun.

“Ayo pegang dan masukin mulut dong, tunggu apa lagi ?” Pak Dahlan sepertinya tidak sabaran.

Dengan gemetaran dia menggerakkan tangannya menggenggam batang itu dan memijatnya perlahan.

“Ayo, diemut dong, Bapak kan pengen ngerasain disepong sama kamu Sel !” ulangnya dengan mendekatkan wajah Selly ke penisnya.

Selly melirik ke atas memandang pria itu dengan marah, tapi dia tetap memasukkan penis itu ke mulutnya karena terpaksa. Itu adalah penis kedua yang pernah masuk ke mulutnya setelah Fredy.

 

Selly pun mulai mengulum penis Pak Dahlan sambil mengocoknya, dia mengeluarkan seluruh kemampuan oral seksnya termasuk menjilat dan mengisap sehingga pria itu bergetar dan mengerang karena nikmatnya. Kepala Selly maju mundur selama beberapa menit ke depan, mulutnya sampai pegal karena penis yang berdiameter lebar itu menyesakkan mulutnya. Selly merasakan kepala penis yang disunat itu makin berdenyut-denyut dan pemiliknya juga makin mendesah.

“Telan pejunya Sel, Bapak keluar nih…yah…iyah….uuhh !” desah pria itu bersamaan dengan muncratnya spermanya di mulut gadis itu.

Cairan itu sangat kental dan aromanya sengit, Selly sudah mau memuntahkannya namun kepalanya ditahan pria itu, sehingga dia tidak bisa menghindari sperma itu memenuhi mulutnya, cairan putih susu itupun akhirnya tertelan olehnya. Dia tidak bisa berbuat apapun selain cepat-cepat menelan cairan itu agar tidak terasa di mulutnya. Dia merasa geli dan jijik, sperma pacarnya saja waktu itu tidak ditelannya, tapi sperma pemerkosanya ini kini harus dia telan. Setelah semprotannya selesaipun, Pak Dahlan memerintahkannya menjilati bersih batang kemaluannya baru dilepaskan. Terpaksa dia menjilati sisa-sisa sperma pada batang itu dan kepalanya yang seperti jamur, pasca ejakulasi, ukuran benda itu berangsur-angsur menyusut dalam mulutnya.

 

Setelah ejakulasi, Pak Dahlan membantunya bangkit berdiri.

“Hebat Sel, pelayanan kamu bener-bener mantap, Bapak janji bakal bantu nilai kamu dan setiap kamu mendapat mata kuliah yang saya ajarkan Bapak jamin nilai kamu A !” kata Pak Dahlan penuh kepuasan dengan meletakkan kedua tangan di pundak Selly.

“Terima kasih” balas Selly dengan dingin “bagaimana dengan saudara saya ?”

“Oo…tentu-tentu, kalian akan saya bantu, asal banyak bersikap manis ke saya” jawabnya sambil tersenyum lebar dan kembali mendekap gadis itu.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara pria di pintu memanggil si dosen bejat itu. Pak Dahlan berjalan ke pintu sambil mengelap tubuhnya dan melilitkan handuk itu ke pinggang. Selly bersembunyi dibalik tirai plastik kala melihat Thalib muncul di pintu, dia memberitahu bahwa ada telepon mencari majikannya itu di ruang tengah sana. Tanpa meninggalkan pesan apapun Pak Dahlan meninggalkannya sendirian di kamar mandi itu. Selly baru sadar sperma tadi sempat menetes di dagu dan lehernya, diapun kembali menyalakan shower untuk membersihkan tubuhnya, dengan air shower itu juga dia berkumur-kumur mengurangi aroma sperma dan penis yang masih terasa di mulutnya. Setelah selesai, diambilnya sebuah handuk putih di dekat situ untuk mengeringkan tubuhnya. Saat itu dia teringat lagi pada kembarannya, Selvy, buru-buru dia lilitkan handuk pada tubuhnya dan keluar kamar mandi memanggil nama kembarannya, namun di kamar sudah tidak ada seorangpun selain baju-baju yang berceceran dan ranjang yang spreinya sudah kusut.

 

Gantungan kunci penerima sinyal yang berkedip-kedip pada tasnya di meja memancing perhatiannya. Ada yang menelepon ke HP nya yang hanya diaktifkan getarannya, dia melihat sudah tiga miscall dan dua SMS masuk ke HP itu. Yang menelepon kali ini adalah pacarnya, Fredy.

“Hoi, Sel, ngapain aja kok daritadi gua telepon ga ada yang angkat sih, gua telepon si Selvy punya juga gitu ?” sahut Fredy di telepon.

“Oohh…iya iya hehehe, sory abis ringtonenya lupa dinyalain lagi, tadi kan ujian nih, sory banget yah !” jawab Selly dengan nada meyakinkan.

“Terus lu orang sekarang dimana nih ? gimana ujian tadi ?”

“Lancar-lancar aja kok Dy, sekarang lagi di kost temen sama-sama ngerjain take home test nih”

“Ooo, ya udah, ntar malam gua juga lembur nih Sel, ntar kalau ujiannya beres kita have fun yah, stress nih gua juga”

“Ok deh, sekarang jia you yah kerjanya biar si bos seneng ke lu hehehe !”

“Lu juga yah Sel, semangat belajarnya, I luv u !”

“Iya, sama gua juga, see you, bye”

Telepon pun berakhir setelah Fredy membalas salam perpisahan Selly, wajah Selly yang sempat tersenyum sebentar kembali muram setelah sandiwara itu selesai. Dia merasa bersalah karena baru saja membohonginya bahkan berselingkuh darinya. Ingin rasanya dia meringkuk di pojok dan menangis sepuasnya kalau saja tidak teringat tujuannya semula, mencari kembarannya.

 

Selly bergegas keluar dari kamar itu sambil memanggil nama saudaranya. Di koridor dia mendengar suara kasak-kusuk dan desahan tertahan dari bawah. Dia langsung berjalan ke arah tangga, baru sampai di tengah tangga dia sudah terperangah dan menjerit kecil menyaksikan apa yang terjadi di ruang tengah, bulu kuduknya merinding menyaksikan adegan di sebuah sofa dimana Selvy sedang duduk menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Pak Dahlan dengan penis pria itu tertancap di vaginanya. Sementara Imron berdiri di depannya menikmati penisnya diemut olehnya. Di sisi lainnya, Thalib, si monster Quasimodo itu sedang asyik menciumi dan menggerayangi buah dada Selvy. Imron dan Thalib menengokkan wajah sambil menyeringai mesum melihat kedatangan Selly, sedangkan Selvy hanya bisa menatap sayu ke arahnya karena sedang disibukkan dengan penis di mulutnya. Selvy melalui tatapan matanya seolah mengatakan ‘jangan kesini, pergi sana atau mereka juga akan memangsamu!’ Sebagai saudara, Selly tentu saja tidak akan melakukan hal itu, melihat kembarannya dikerjai seperti itu diapun merasakan seperti ada kontak batin yang membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan Selvy.

“Lepaskan dia Pak, kasian dia dikeroyok gitu, tolong Pak saya mohon !” seru Selvy menarik-narik lengan Imron yang sedang menikmati penisnya dioral.

Imron yang merasa terganggu akhirnya melepaskan penisnya dari Selvy dan berjalan mendekati Selly dengan wajah mesum memandangi tubuhnya yang hanya dililit handuk. Selly sendiri sampai mundur-mundur karena ngeri melihat ekpresi pria itu seperti binatang buas yang hendak menerkamnya, penisnya yang basah masih tegak mengacung masih perlu dikenyangkan.

 

Selly terdesak sampai ke lemari TV hingga tak bisa mundur lagi, Imron memepetnya dan menyenderkan telapak tangan kirinya ke lemari tepat sebelah kepala Selly.

“Non udah ngenganggu acara saya sama Non Selvy, sekarang Non mau ngasih saya apa nih buat kompensasinya heh ?” katanya dekat wajahnya hingga hembusan nafas itu terasa.

“Eengg…saya aja Pak, garap aja saya sepuas Bapak, saya cuma kasian sama saudara saya !” jawabnya bergetar.

“Hehehe…bener-bener kasih persaudaraan yang membuat saya terharu, emang Non yakin bakal lebih bisa muasin saya dari Non Selvy ?” tanya Imron memeloroti martabat Selly.

Saat itu perasaan Selly sungguh galau dan bimbang, pandangan matanya berpindah-pindah antara kembarannya yang sedang dikerjai dua pria di sofa sana dan Imron di depannya. Secara jujur tentu dia tidak rela disetubuhi oleh penjaga kampus mesum di depannya ini, namun demi mengurangi penderitaan saudaranya, apa boleh buat walaupun dirinya juga harus menahan malu berbuat seperti itu di depan saudaranya sendiri. Setelah mengambil nafas panjang, diapun meraih ujung handuk yang diselipkan sehingga handuk itu jatuh dan terlihatlah tubuh telanjangnya yang mempesona. Lalu dia raih juga tangan Imron dan meletakkannya di payudaranya.

“Ini yang anda mau kan Pak !” kata Selly dengan geram.

Imron menyeringai menatap wajah Selly sambil tangannya meremas payudara itu.

 

Mengetahui Imron sudah tergoda olehnya, Selly melanjutkan serangannya dengan melingkarkan tangannya di leher Imron dan berinisiatif mencium bibir tebalnya. Meskipun jijik, Selly memaksakan diri melakukannya, dia mengeluarkan segenap teknik berciumannya pada Imron membuat Imron takjub akan perubahan reaksi gadis ini 180 derajat. Gairah si penjaga kampus bejat itu pun ikut naik, payudara Selly yang kenyal dan berkulit lembut itu dia remasi dengan gemasnya, tangan satunya turun ke bawah membelai punggung turun ke pantatnya yang juga diremas dan ditepuk pelan. Selly membiarkan lidah Imron menjilati lidahnya, bahkan dia sendiri ikut menggerakkan lidahnya hingga saling berpagutan dengan Imron, payudaranya sengaja dia gesekkan ke dada Imron untuk memancingnya. Sedang panas-panasnya terlibat percumbuan dengan Imron tiba-tiba Selly merasa ada tangan lain yang mengelusi pantat dan pahanya juga seperti ada yang menjilat pahanya, dia membuka matanya yang terpejam dan dilihatnya si bongkok, Thalib sedang berjongkok mengelusi tubuh bawahnya, sepertinya dia sangat kagum dengan pahanya yang jenjang lagi putih mulus sehingga tak tahan menjulurkan lidah menjilati kulit pahanya. Selly merasa senang karena dengan begini dia membantu meringankan beban kembarannya, kini Selvy tinggal melayani Pak Dahlan seorang masih naik turun di atas pangkuan pria itu, namun dia juga merasa bergidik membayangkan akan digumuli dua monster ini, terutama Thalib yang mirip Quasimodo dari Notredame itu.

 

Selly berusaha memberikan pelayanan terbaiknya agar kedua monster ini betah bersamanya dan tidak mengeroyok saudaranya. Sekarang dia berlutut diantara keduanya, tangan kanannya menggenggam penis Imron dan yang kiri penis Thalib. Dia membiarkan dirinya terhanyut dalam gelombang birahi dan membuang segala rasa jijiknya demi kembarannya. Kedua penis dalam genggamannya dihisap dan dijilat secara bergantian.

“Huehehe…yang kakaknya ini lebih liar yah !” komentar Thalib ketika Selly mengemut penisnya sambil tangan satunya mengocok penis Imron.

“Iya, bener-bener kakak yang baik ya, demi saudaranya dia sampai mau jadi perek buat kita berdua gini hehehe !” timpal Imron.

“Bajingan kalian !” Selly cuma bisa berteriak dalam hatinya mendengar omongan yang begitu merendahkannya.

Dia memilih untuk memasrahkan diri untuk diapakan saja oleh dua orang itu, yang penting mereka lebih mengarah dirinya. Lama-lama, diapun mulai terbiasa dengan dua batang penis hitam itu dan makin bersemangat mengoralnya.

“Wuih…sepongannya enak tenan loh !” ceracau Thalib yang penisnya sedang dihisap-hisap dengan disertai sapuan lidah Selly.

Sebentar kemudian dia berpindah melayani penis Imron dengan cara yang tidak jauh beda, dua orang itu telah dibuat gregetan oleh pelayanannya.

 

Ketika Selly sibuk mengemuti penis Thalib, Imron berjalan ke belakangnya dan memegangi pinggangnya, dia bersiap menusukkan penisnya dari belakang. Selly yang merasakan kepala penis itu sudah menyentuh bibir vaginanya melebarkan pahanya seolah menyambut. Menyeruak masuklah batang itu ke vaginanya dan mulai menggenjotnya dalam posisi doggie. Tangannya meremasi payudaranya dari belakang sehingga makin memanaskan nafsunya. Kembali rasa nyeri mendera vaginanya, apalagi penis Imron jauh lebih keras dan panjang dibanding Pak Dahlan, erangan tertahan terdengar dari mulutnya yang masih sibuk mengulum penis Thalib. Selly agak kewalahan karena ini baru pertama kalinya melayani dua pria sekaligus dan keduanya mengerjainya dengan brutal, setiap Imron menyodokkan penisnya, penis Thalib yang sedang dikulumnya makin tertekan ke dalam mulutnya. Tak lama kemudian, keluarlah sperma Thalib di mulut Selly dan sekali lagi mulut Selly belepotan sperma karena genjotan Imron membuatnya tidak konsentrasi menghisapnya sehingga cairan itu berleleran di pinggir-pinggir mulutnya. Walaupun jijik, dia tetap menelan habis cairan itu dan menjilati lelehan di pinggir bibirnya, selain itu dia melakukan cleaning service yang mantap pada penis Thalib sampai si bongkok itu blingsatan tidak karuan. Selly sendiri mulai merasakan kembali sensasi yang tadi dirasakan di kamar mandi bersama Pak Dahlan.

“Aaahhh !” erangnya ketika mencapai klimaks, lendir vaginanya semakin banyak sampai terdengar bunyi berdecak dari tumbukan dua alat kelamin mereka.

 

Selvy yang kini sedang ditindih tubuh gemuk Pak Dahlan dapat melihat jelas di depan matanya saudara kembarnya yang rela beradegan panas seperti seorang wanita haus seks demi meringankan bebannya. Air mata Selvy makin mengalir menyaksikan pengorbanan itu, sementara dia sendiri sedang menerima sodokan-sodokan penis Pak Dahlan. Sambil tetap menggenjot, Pak Dahlan mendekatkan wajahnya ke Selvy dan menciumi bibir mungilnya dengan ganas. Mau tidak mau Selvy harus melayani permainan lidah Pak Dahlan yang liar.

“Eemmhh….eengghh !” desahnya tertahan ditengah gempuran-gempuran Pak Dahlan.

Tangan gempal pria itu membelai paha dan pantatnya, kadang diselingi remasan dan cubitan gemas yang mempermainkan nafsunya. Selvy sudah sangat lelah karena sejak tadi disetubuhi sampai dia pasrah mau diapakan saja, keringatnya sudah membanjir membuat tubuhnya basah mengkilap, vaginanya pun terasa panas karena terus bergesekan dengan penis pria-pria yang menyetubuhinya. Setelah sepuluh menitan dalam posisi demikian, Pak Dahlan bangkit sambil mengangkat tubuh Selvy tanpa melepas penisnya, dia membaringkan diri telentang sehingga perutnya terlihat makin bulat, otomatis Selvy sekarang terduduk di atas penisnya.

 

“Ayo, sekarang kamu dong yang goyang, Bapak cape nih goyang terus !” perintahnya sambil tangannya meraih satu payudara gadis itu.

Selvy pun mulai menggerakkan tubuhnya naik turun sehingga Pak Dahlan nampak sangat keenakan. Sambil menikmati goyangan Selvy, tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuhnya yang indah, yang paling sering diremas adalah kedua payudaranya itu karena sangat menggemaskan ketika terguncang-guncang seirama gerak naik-turun pemiliknya. Selvy mendesah tak karuan merasakan penis itu menusuk-nusuk vaginanya yang masih sempit. Matanya melihat tidak jauh dari situ, Selly sedang disetubuhi si bongkok, Thalib di atas lantai beralas karpet itu, tubuhnya bersandar pada Imron yang mendekapnya dari belakang sambil menggerayangi payudaranya dan menciumi lehernya. Tangan Selly nampak sedang memijati penis Imron. Thalib bersemangat sekali menggenjot Selly, beberapa kali dia menyodok dengan keras sehingga tubuh Selly tersentak dan mulutnya menjerit. Selvy tidak tahan melihat adegan itu lama-lama, insting sebagai saudara kembar membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan saudaranya yang malah menambah deritanya. Untuk mengalihkan itu dia memilih lebih berkonsentrasi pada pria di bawahnya itu. Dia makin gencar menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga tubuhnya mulai mengejang lagi.

“Yah…terus goyangnya, Bapak juga dah mau !” desah Pak Dahlan dengan mempererat cengkramannya pada payudara Selvy.

Mereka pun akhirnya orgasme bareng, suara desahan mereka terdengar memenuhi ruang tengah. Sperma Pak Dahlan berlelehan diantara bibir vagina Selvy dan penis Pak Dahlan yang masih terbenam disana.

 

“Hehe…liat tuh adik Non hebat juga ngentotnya, Non juga jangan mau kalah hayo !” ejek Imron.

“Iya ayo, cewek kembar sama cantiknya, ngentotnya juga harus sama jagonya !” si bongkok itu menimpali.

Kata-kata itu membuat hati dan telinganya panas, ingin rasanya dia menghabisi ketiga bajingan itu kalau saja punya kemampuan untuk itu. Tapi di lain pihak dirinya sendiri juga terbuai oleh rangsangan-rangsangan dari mereka. Tak lama kemudian Thalib mengerang panjang, ia telah orgasme dengan meremasi payudara kanan Selly dengan brutal sehingga Selly pun merintih kesakitan. Penis Thalib menyemprotkan sperma banyak sekali ke rahimnya. Frekuensi genjotannya berangsur-angsur turun dan dengan nafas tersenggal-senggal dia pun akhirnya memisahkan diri dari gadis itu.

“Whui…puas aku ngentotin cewek cakep gini, sekarang nyoba adiknya ah !” ujar Thalib sambil menyeka keringar di dahinya lalu menghampiri Selvy yang masih terkulai diatas tubuh tambun Pak Dahlan.

“Ja-jangan…jangan !” sahut Selly dengan tangan terjulur hendak mencegah.

“Udah, ga apa-apa Non sekarang sama saya aja !” Imron makin mendekap Selly yang meronta.

 

Untuk sementara Selly boleh lega karena Pak Dahlan ternyata masih lelah sehingga dia tidak ikut menggarap Selvy. Tubuh Selvy sekarang telah telentang dengan kaki terjuntai diatas meja ruang tengah dari kayu dan sedang digerayangi Thalib yang berlutut di sampingnya. Si bongkok itu tengah menjilati puting Selvy dan tangan satunya mengelus-elus vaginanya untuk membangkitkan kembali libido gadis itu. Ini bukannya pertama kali bagi Thalib, sebelumnya dia memang sering kebagian ‘jatah sisa’ dari wanita-wanita yang digauli majikannya yang dibawa ke rumah ini. Seperti sebuah makanan tersaji di meja, Thalib menjilat serta menciumi sekujur tubuh mulus itu dengan rakus. Tubuh Selvy menggeliat-geliat karenanya. Ciuman Thalib berakhir diujung kaki gadis itu, setelah puas mengemut sejenak jari kaki Selvy, si bongkok itu menyuruh Selvy membalikkan badan dan menunggingkan pantat. Dengan lemas Selvy mengikuti saja apa maunya, dia menungging dengan tubuh atas masih bersandar pada meja sehingga payudaranya sedikit tertekan di meja. Thalib mulai memasuki penisnya ke vagina Selvy, kali ini rasa sakitnya sudah tidak seberapa lagi karena daerah kewanitaannya sudah licin dan terbiasa. Sebentar kemudian tubuh mereka sudah menyatu dan bergoyang mencari kenikmatannya.

 

Imron dan Selly sekarang telah berada disofa, tepatnya di belakang meja tempat Selvy sedang disodok dari belakang oleh Thalib. Ditengah sodokan-sodokan Thalib dari belakang Selvy dapat melihat di depannya Pak Dahlan sedang merokok dan wajahnya senyum-senyum menyaksikan sepasang kembar itu dikerjai habis-habisan sementara di sebelahnya kembarannya sedang menaik-turunkan badan di pangkuan Imron, nampak penis Imron basah mengkilap karena lendir dari vagina Selly. Kepala Selly menengadah ke atas dan mengeluarkan desahan, tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyoti payudaranya, pipi pria itu sampai kempot saking kuatnya mengenyot.

“Oohh…aahh…Pak !” erangan erotis Selly mewarnai setiap hentakan-hentakan tubuhnya membuat Imron makin bersemangat dan turut menghentakkan pinggulnya sehingga penisnya menusuk lebih dalam.

Gerakan Selly makin liar saat di ambang klimaks, dia memutar-mutar pinggulnya sehingga rongga kemaluannya teraduk-aduk oleh penis Imron. Akhirnya, Selly mengerang keras dengan tubuh menggelinjang. Selama beberapa saat tubuhnya menggelinjang hingga akhirnya melemas kembali. Namun, rupanya Imron belum orgasme, maka dia menelentangkan tubuh Selly dengan menyandarkan kepalanya di bantal kursi dan meneruskan genjotannya. Lendir yang keluar dari vagina Selly sangat banyak sampai menetes sebagian ke kursi. Baru lima menit kemudian Imron menyusul ke puncak dan menumpahkan spermanya di perut dan buah dada Selly.

 

Sementara di meja pun situasi semakin panas, genjotan Thalib yang semakin ganas menyebabkan desahan Selvy semakin keras pula. Si bongkok itu juga meremas-remas pantat sintal Selvy dan sesekali menepuknya. Tiba-tiba tubuh Thalib mengejang dan dari mulutnya mengeluarkan erangan, saat itulah spermanya menyemprot di dalam vagina Selvy, sekali lagi monster Quasimodo itu menghentakkan pinggulnya sehingga sebagian sperma yang sudah bercampur lendir kewanitaan itu meluap keluar membasahi daerah selangkangannya. Selvy merasa pandangannya makin kabur dan kesadarannya mulai hilang karena terlalu lelah digilir sejak tadi, diapun akhirnya ambruk dengan tubuh tengkurap di meja dan tubuh bawah terjuntai ditopang lutut. Dia baru bangun saat merasakan air hangat menerpa tubuhnya, berangsur-angsur dia sadar dan menemukan dirinya di kamar mandi sedang diguyur shower bersama Thalib dan Imron, sekali lagi mereka menggumulinya sambil memandikannya. Baru sekitar jam sembilan malam, Pak Dahlan mengantarkan mereka pulang ke kostnya dekat kampus. Selly sempat diperkosa sekali lagi oleh Imron di jok belakang dalam perjalanan dan Sevy yang kini duduk di depan menjadi korban tangan jahil Pak Dahlan yang menggerayanginya hingga tiba di kost.

 

Si kembar pulang dengan rasa sakit di seluruh tubuh dan kenangan pahit yang membuat mereka kehilangan kegadisannya. Hal itu juga menjadi awal mereka menjadi budak seks Imron dan Pak Dahlan. Belakangan dari Pak Dahlan mereka tahu bahwa Imronlah yang mengatur kejadian di ruang kepala jurusan itu termasuk ide menyalakan webcam untuk mengabadikan tubuh telanjang Selly yang menjadi bagian dari rencana jahatnya. Kini mereka harus siap memberi jatah jika diminta penjaga kampus bejat itu kapanpun dan dimanapun. Sepasang bidadari kembar ini telah menambah panjang daftar korban Imron yang akan terus bertambah.

###########################

Tinggalkan komentar